Minggu, 03 Oktober 2021

Berbahan Drum Bekas, Kerajinan dari Bali Laku di Tiga Benua

 



Tong kosong nyaring bunyinya. Begitu kata peribahasa yang kurang lebih memiliki arti; orang banyak bicara biasanya papa wawasan dan enggan bekerja.

Namun tidak demikian menurut kaca mata seorang Putu Alan. Dari perspektif pria asal Pulau Dewata yang satu ini, Tong kosong adalah... Rupiah!

Apa pasal? Alih-alih enggan bekerja, melihat tong atau drum-drum kosong terbengkalai, justru meletupkan ide kreatif dan semangat kerjanya untuk bisa produktif menghasilkan beragam barang kerajinan yang tak hanya bernilai seni namun juga berdaya guna.

Di tangan pria berusia 43 tahun itu, tong atau drum-drum bekas mampu disulapnya menjadi beragam perkakas, pajangan serta perabot rumah tangga.

"Ini produk recycle dari drum bekas. Itu saya olah gimana jadi sesuatu yang kreatif gitu... Ada jadi bangku, pigura, pajangan meja, mainan, banyaklah ya," ujarnya kepada Akurat.co akhir pekan lalu, saat mengikuti ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2017 di ICE BSD, Tangerang.

Pada perhelatan tahunan yang bertujuan untuk mempertemukan antara perajin-perajin dengan para pembeli baik lokal maupun global tersebut, Alan, begitu ia karib disapa, menuturkan, bisnis produk kerajinan berbahan dasar drum-drum bekas mulai digelutinya sejak delapan tahun lalu.

Dengan mengibarkan bendera Alandinah Art, produk kerajinannya tersebut tak hanya tersebar di pasar domestik namun juga sudah merambah di tiga benua; Eropa, Amerika dan Asia.

"Kita ekspor ke Eropa; Prancis, Inggris. Amerika, Asia, juga ada dikit-dikit, tapi yang paling besar pasar Eropa," tuturnya.

Ia menambahkan, kalau di dalam negeri, umumnya teman-temannya yang berasal dari Jawa datang ke Bali, kemudian membeli, terus untuk dijual lagi di daerah Jawa. Biasanya relasi Putu Alan langsung datang membeli ke workshop tempat dirinya berproduksi.



Dalam memanjangkan umur usahanya, Alan mempekerjakan sekitar 20 orang perajin yang tak lain adalah anak-anak muda di daerah tempat ia tinggal. Dimana dengan inisiatifnya, Alan mendidik secara mandiri pemuda-pemuda agar bisa mengolah limbah drum bekas sehingga mereka mampu berkarya.

Dan untuk menghindari pelangganya monoton, Alan secara berkala selalu melakukan pembaruan atau penambahan desain dan model produk.

"Minimnya sebulan sekali saya harus ada desain baru. Sambil saya lihat produk itu laku nggak? Kalau lalu saya produksi terus, kalau ngga ya kita stop, bikin desain lain," kata dia.

Terkait harga produk, Alan mengatakan nilainya bervariasi. Bergantung dari ukuran dan tingkat kerumitan produk. Namun begitu, bila disinggung mengenai minimal harga, maka sejauh ini barang yang termurah dibanderol di angka Rp150.000, sementara yang paling mahal bisa mencapai Rp4 juta per item.

Adapun soal pendapatan, ia mengungkapkan saat ini kondisi pasar boleh dikata sedang lesu, maka tak heran bila hal itu berimbas pada penurunan nilai omzet yang cukup signifikan

"Omzet sekarang ini ada penurunan ya, ngga seperti 7-8 bulan lalu, fluktuasi. Ya... kalau sebelumnya kadang sebulan bisa 60-70 juta, sekarang 40 jutaan," kata Alan.

Disinggung soal bagaimana dirinya bisa sukses, sebagai salah seorang pelaku UKM hingga mampu memiliki jam terbang cukup tinggi dalam mengekspor produk kerajinannya, Alan secara garis besar mengatakan, bahwa kunci pertama yang dulu ia lakukan adalah bagaimana membuka jaringan.

Menurutnya, ada beberapa cara yang bisa menjadi opsi agar pelaku UKM menemukan jejaring usaha, salah satunya yakni bisa dengan menggunakan sistem ketok tular.

"Harus ngebangun jaringan. Misalnya saya punya temen bisnis. Dia punya temen, awalnya dia beli dari saya, atau saya kasih, kemudian ia tawarkan ke temennya itu, nah dari situ nularnya kemana-mana," katanya

Selain itu, menurut Alan mengikuti berbagai pameran juga berdampak positif sebab mampu dijadikan ajang mempromosikan produk kerajinannya kepada khalayak luas. Meski terkadang hasil yang didapat tidak bisa dirasakan langsung, namun bertambah relasi saat ikut pameran bisa dijadikan sebagai investasi.

"Seperti kemarin di acara PRJ, hari ini di sini, terus bulan depan saya juga mau ke India, Bombay, kalau di India sana untuk stand di biayai KJRI sana, untuk pengiriman dari Bali ke Surabaya saya yang tanggung, terus dari India ke Surabaya Pemerintah yang tanggung," imbuhnya

Pada kesempatan itu Alan juga menuturkan, meski pemerintah saat ini bisa dibilang sudah cukup menaruh perhatian terhadap para pelaku usaha, namun ia berharap pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) bisa semakin mendorong pelaku UKM melalui pameran-pameran di berbagai negara.

"Saya bersyukur sekali, zaman Jokowi gencar sekali, walau pun ada pengurangan penjualan. Itu wajarlah. Harapannya, KJRI-KJRI di sana lebih gencar menggelar pameran-pameran untuk UKM," tutur Alan.

Selanjutnya, ia mengharapkan pemerintah bisa mendatangkan buyer atau pembeli dari luar negeri lebih banyak lagi saat mengelar pameran-pameran berskala internasional.

"Kalau bisa pameran seperti ini (TEI -RED), harga standnya bisa ditekan, luas stand diperbesar dan bagaimana caranya pemerintah bisa mendatangkan buyer sebanyak mungkin, jadi peluang menjual akan lebih besar," ujarnya.

Ia menambahkan, "Saya tidak minta digratiskan, kasihan jugalah pemerintah sudah menyediakan dan memfasilitasi, tapi kalau bisa ditekan (harga sewa stand -RED) biar sama-sama lah diuntungkan," pungkasnya menutup.[]

https://akurat.co/berbahan-drum-bekas-kerajinan-dari-bali-laku-di-tiga-benua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar