Minggu, 11 Juli 2021

Motif Kain Tradisional di Sepatu Ethnic Collaboration

Kalau enggan ada seribu alasan, kalau ingin ada seribu jalan. Kurang lebih begitu pepatah tanah Andalas yang menjadi landas kaki seorang Zulfa Nurhani, saat membabat alas laju usahanya.

Berangkat dari keinginan melestarikan kain tradisional namun tak melulu menjadi baju, dara berdarah Jambi itu bersama karibnya, Astari Putri Utami, ligas menggagas motif kain lokal agar tercetak pada produk sepatu.

"Kita fokus bikin sepatu handmade, sepatu yang dikombinasiin dengan bahan-bahan kain batik dan tenun dari Indonesia. Kita coba kombinasiinnya itu sama kulit atau bahan-bahan lain," ujarnya saat ditemui tim Akurat.co.

Turut menyemarakan Bazaar Ideafest X Tokopedia 2017 akhir pekan lalu, Zulfa menuturkan, bendera Ethnic Collaboration yang dikibarkannya merupakan produk fashion yang menyasar kalangan muda. Khususnya mahasiswa.

Oleh sebab itu, lanjut dia, agar mampu dijangkau oleh anak-anak muda dan tak membuat kantung mereka kebobolan, maka kain batik yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produknya tersebut memakai kain batik cap, bukan batik tulis asli.

"Kalau sekarang kami masih pakai batik yang cap, karena marketnya sendiri masih ke anak muda, atau levelnya masih medium, kantong-kantong mahasiswa masih bisa menjangkau lah," imbuhnya

Gadis berusia 25 tahun ini menambahkan, kedepan, pihaknya juga bakal ekspansi dengan membuat produk premium sehingga bisa menyasar pangsa yang lebih lebar.

"Kita bakal bikin yang premium tapi itu masih coming soon," lanjut dia.

Lebih jauh ia menerangkan, bahwa produknya juga menekankan konsep limited edition. Dalam artian, jika satu kain batik atau tenun dengan motif tertentu sudah diproduksi sekali. Maka saat produk sepatu itu sudah tandas dipasaran, pihaknya takkan membuat kembali motif produk yang sama seperti sebelumnya.

"Misalnya, kita ada bahan satu lembar tenun, itu misalnya cuma jadi tiga sepatu, nah, kalau itu habis, kita ngga akan restock lagi. Ngga produksi lagi dengan motif tenun yang sama, karena menurut kita bakal lebih baik untuk mengeksplor tenun lain, dari daerah yang lain, daripada menggunakan motif yang sama lagi," jelas dia.

Dikatakannya, untuk mendapatkan kain-kain lokal sebagai bahan baku produksi, ia biasa melakukannya dengan dua cara, dikirim langsung dari perajin-perajin kain batik dan tenun, atau didapatkannya saat dia tengah plesiran ke daerah-daerah di Indonesia.

Terkait harga, produk Ethnic Collaboration rata-rata dibanderol berkisar antara Rp150.000 hingga Rp240.000 per unit.

"Untuk yang dua ratus ribuan itu yang model wedges atau ada haknya. Kalau yang flet-flet itu seratus lima puluh ribu," kata Zulfa.

Ia menuturkan, usahanya tersebut masih merupakan usaha rintisan yang baru dimulai pada tahun 2015 lalu. Dan sejauh ini pemasarannya dilakukan melalui sistem penjualan daring serta dengan mengikuti berbagai ajang pameran.

"Selain online paling ikut bazar, karena kita (dia dan rekannya) sendiri masih sama-sama kerja, dan ini sejauh ini juga cuma masih hobi," katanya.

Pada kesempatan itu juga ia berujar, Kedepan dirinya ingin benar-benar mandiri, dan berharap usaha rintisannnya bisa terus tumbuh hingga mampu menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja.

"Perajin kita masih lepasan sifatnya, 3 sampai 4 orang kalau lagi ada orderan... Tentu ya, kita berharap kedepannya bisa punya banyak pegawai. Kita pengen banget bisa ngebuka lapangan kerja buat orang lain, buat masyarakat," tandasnya kemudian. []

Telah tayang:
https://akurat.co/motif-kain-tradisional-di-sepatu-ethnic-collaboration

Tidak ada komentar:

Posting Komentar