Kamis, 11 Mei 2023

Talak Kemenag untuk MUI

March 2022 15:39



Eksistensi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam melabelisasi halalnya produk di ujung tanduk. Apa pasal? Logo halal yang anyar diterbitkan Kementerian Agama (Kemenag), tak dapat disangkal sebagai sinyal kuat dari kementerian yang diimami Yaqut Cholil Qoumas untuk menalak MUI.


Berdiri sejak 7 Rajab 1395 Hijriah atau 26 Juli 1975 Masehi, MUI menjadi organisasi dalam mewadahi para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim Indonesia. Tak sembarang, sejak mula MUI sudah diserahi tanggung jawab untuk membantu pemerintah dalam mengetuk palu sejumlah putusan yang berkaitan dengan maslahat umat. Mulai dari mengeluarkan fatwa soal halalnya produk pangan, penentuan kebenaran sebuah aliran islam, juga berbagai perkara terkait relasi muslim dengan lingkungannya.


Mengutip laman resmi mui.or.id, disebutkan bahwa, awalnya para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim dari seluruh wilayah di tanah air sepakat menghelat pertemuan. Mereka diantaranya, 26 ulama dari masing-masing provinsi, 10 tokoh ulama dari ormas Islam tingkat pusat, meliputi NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Polri, serta 13 tokoh atau cendekiawan perorangan.


Dari pertemuan tersebut seluruh peserta akhirnya mufakat satu suara untuk membidani MUI sebagai wadah musyawarah para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim se-Indonesia. Momentum tersebut resmi tertuang dalam “Piagam Berdirinya MUI,” yang diteken oleh seluruh peserta musyawarah.


Sertifikasi Halal Indonesia


Perjalanan sertifikasi halal di Indonesia memiliki histori berusia nyaris setengah abad. Mengutip buku “Ekosistem Industri Halal” yang diterbitkan Bank Indonesia pada Desember 2019, dipaparkan pada awalnya labelisasi dilakukan pemerintah hanya terhadap produk non-halal.


Kebijakan tersebut mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan (SK Menkes) Nomor 280 tanggal 10 November 1976 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan Pada Makanan Yang Mengandung Bahan Berasal Dari Babi.


Dalam SK yang diteken Menkes GA Siwabessy itu, tertuang aturan main yang mewajibkan seluruh makanan dan minuman dengan unsur babi harus dibubuhi label bertuliskan “mengandung babi”. Selain itu, label harus dilengkapi gambar seekor babi berwarna merah di atas dasar putih.


Namun berselang sewindu, menyeruak desakan dari masyarakat agar labelisasi seharusnya juga menyasar pada produk halal. Tuntutan tersebut muncul lantaran pada tahun 1988 banyak ditemukan makanan yang sebenarnya mengandung material tidak halal namun tetap beredar di pasaran.


Untuk meredam keresahan masyarakat, MUI kemudian berinisiatif mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika atau lebih dikenal dengan LPPOM MUI. Lembaga ini resmi berdiri pada tanggal 6 Januari 1989 sebagai bagian dari upaya untuk memberikan ketenteraman umat, utamanya dalam memperoleh ketayiban sebuah produk.


Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali menggelar seminar, diskusi dengan para pakar, dan melakukan sejumlah kunjungan kerja bersifat studi banding serta muzakarah. Hal ini untuk mempersiapkan diri dalam menentukan standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama.


Memasuki awal tahun 1994, barulah LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertamanya untuk konsumen maupun produsen, sehingga manfaat kehadirannya dapat dirasakan masyarakat.


Terkait pelaksanaan sertifikat halal ini, LPPOM MUI pun menggandeng Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Agama (Depag), Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Koperasi (Kemenkop). Khusus dengan BPOM dan Kementerian Agama, sertifikat halal MUI merupakan persyaratan dalam penentuan label pada kemasan.


Selama rentang 30 tahun sertifikasi produk halal berada di bawah kewenangan LPPOM MUI, hingga akhirnya pada 17 Oktober 2019, ditetapkan bahwa penyelenggaraan labelisasi halal di Indonesia beralih menjadi tanggung jawab Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.


Penetapan tersebut tertuang dalam Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.


Mengacu pada aturan baru itu, maka terhitung di tanggal yang sama, perusahaan dari dalam maupun luar negeri yang akan mengajukan pendaftaran perdana atau perpanjangan sertifikasi halal ke Indonesia harus melalui BPJPH Kemenag.


Adapun untuk perusahaan, baik di dalam dan luar negeri, yang mengajukan sertifikasi halal ke MUI sebelum tanggal 17 Oktober 2019, masih dibenarkan sesuai regulasi. Namun demikian, jika masa berlaku sertifikat halal itu bakal berakhir atau sudah kedaluarsa, maka proses perpanjangannya diwajibkan lewat BPJPH Kemenag.


“Sebelum Oktober 2019, audit produknya dilakukan oleh LPPOM-MUI dan sertifikat halalnya dikeluarkan MUI. Namun setelah 17 Oktober 2019, penerbitan sertifikat halalnya dikeluarkan oleh BPJPH,” kata Plt Kepala BPJPH Kemenag, Mastuki dikutip dari laman kemenag.go.id.


Pengalihan wewenang sertifikasi halal dari LPPOM MUI menjadi tanggung jawab BPJPH Kemenag sempat menuai pro-kontra dari sejumlah pihak. Aktris senior Marissa Haque merupakan salah satu figur yang keras mengkritisi kebijakan tersebut.


Dalam sebuah rekaman video yang diunggah dikanal YouTube Dr Cool981, istri penyanyi Ikang Fauzi ini menyayangkan hilangnya pasal 14 dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, berimplikasi pada eksistensi MUI sebagai pemberi fatwa halal suatu produk diganti dengan keputusan BPJPH.

Ia menilai peralihan tersebut mengkhawatirkan. Pasalnya, auditor dalam menentukan kehalalan suatu produk tidak menutup kemungkinan nantinya bakal melibatkan non-muslim. Sehingga, jaminan halal yang ditetapkannya pun patut untuk dipertanyakan.

"Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kan, ada pasal 13, pasal 14 yaitu ketentuan di pasal 14 dihapus, hilang, dan konsekuensinya non muslim bisa jadi auditor, kan kacau, ini kan urusan halal kok," tandasnya.

Berbeda dengan Marissa, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta A Tholabi Kharlie menilai transisi kewenangan sertifikasi halal dari LPPOM MUI ke BPJPH menjadi titik baru dalam menciptakan ekosistem halal di Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia. Menurutnya, secara teori dan praksis, kebijakan peralihan sertifikasi ini bakal membuat industri halal akan semakin terkonsolidasi dengan baik.

Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat ini pun menampik persepsi bahwa transisi kewenangan sertifikasi halal bakal menganulir peran MUI. Pasalnya MUI tetap dipertahankan dalam perkara penetapan kehalalan sebuah produk. Bedanya kali ini, MUI bukan sebagai penyelenggara, melainkan pendukung dalam penetapan dosa atau tidak dosanya sebuah produk dikonsumsi umat muslim.

"Salah besar jika membuat narasi bahwa MUI tidak lagi berperan dalam sertifikasi halal. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebutkan BPJPH dan MUI melakukan kerjasama dalam penetapan kehalalan produk," cetus Tholabi.


Logo Baru Halal Indonesia


Kharisma MUI dalam penetapan kehalalan sebuah produk kini semakin redup. Warisan logo yang sudah ada sejak 1989 pun digeser dengan logo besutan BPJPH yang menuai pro-kontra.

Kendati memicu pro-kontra, keputusan Kemenag untuk melimpahkan kewenangan sertifikasi halal dari LPPOM MUI kepada BPJPH tetap berlanjut. Sinyal kuat transisi peralihan kian kentara kala logo halal baru versi BPJPH resmi ditetapkan dan mulai berlaku efektif secara nasional sejak 1 Maret 2022.

Penetapan logo halal tersebut bahkan sudah dituangkan dalam Surat Keputusan BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal. SK diteken oleh Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dan ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022.

Penetapan logo halal terbaru dilakukan sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014. Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, logo halal terdahulu yang dikeluarkan oleh MUI nantinya secara bertahap tak akan lagi berlaku. Ia menyebut logo halal MUI masih bisa beredar hingga tahun 2026 sepanjang stok produk yang lama masih ada.

"Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan undang-undang, diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi ormas (organisasi masyarakat)," tulis Yaqut seperti di akun instagram resminya @gusyaqut, Sabtu (12/3/2022).

Terbitnya logo halal baru versi BPJPH tak ayal kembali menjadi kontroversial. Salah satu kritikan disampaikan oleh Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas. Ia kecewa lantaran pada logo halal yang baru itu tidak tersemat kata "MUI".

"Ada kata BPJPH, MUI dan kata halal di mana kata MUI dan kata halal ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi setelah logo tersebut jadi, kata ‘BPJPH dan ‘MUI’-nya hilang," katanya.

Selain menyayangkan kata "MUI" yang tak tertera, Anwar menilai logo halal anyar tersebut juga dinilai lebih mengedepankan seni ketimbang kata halal berbahasa Arab. Ia berpendapat, alih-alih terlihat sebagai kata halal, logo baru itu justru lebih tampak seperti gambar gunungan.

Menanggapi polemik terkait logo halal besutan BPJPH ini, Tholabi Kharlie menilai perubahan logo halal menggunakan kaligrafi (dalam hal ini jenis khat Kufi) sejatinya memang tidak ditujukan untuk kepentingan baca tulis, tetapi lebih pada kepentingan estetika.

"Oleh karena itu aspek keterbacaan atau kejelasan tulisan menjadi tidak dominan. Terlebih ini digunakan untuk logo yang juga mempertimbangkan aspek kepantasan, keserasian, dan keindahan. Sedangkan logo halal yang lama menggunakan jenis khat Naskhi. Khat yang fungsional tulis-baca," urai Tholabi dalam keterangannya.

Lebih lanjut mantan Pimpinan Tim Penulis Alquran Mushaf Banten ini menjelaskan, dari sisi kaidah khat maupun kaidah imla'i, tidak ada yang keliru dalam penulisan logo tersebut. Sebab, semua unsur huruf dalam kata halal, yakni ha'-lam-alif-lam tertulis dengan lengkap.

Menurut Tholabi, respons publik terhadap logo halal yang baru, ada baiknya menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi BPJPH untuk semakin masif dalam sosialisasi.

Diketahui, logo halal terbitan BPJPH Kemenag memang dituangkan dalam kaligrafi berwarna ungu berbentuk menyerupai gunungan dengan latar putih. Di bawah kaligrafi tertera tulisan kapital latin "HALAL INDONESIA".

Logo halal Indonesia terdiri atas dua objek, yakni gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Bentuk gunungan ini memiliki makna bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.

Sementara untuk motif surjan mengandung filosofi yang mendalam. Surjan atau yang disebut juga sebagai pakaian takwa memiliki tiga pasang kancing atau 6 biji kancing secara keseluruhan pada bagian leher, di mana hal tersebut menggambarkan jumlah rukun iman.

Selain itu, motif surjan atau lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda atau pemberi batas yang jelas. Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk.

Adapun untuk pemilihan warna ungu sebagai warna utama logo merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Kemudian untuk warna sekundernya yakni hijau toska, merupakan representasi dari kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan. (*)




https://kuatbaca.com/telik/detail/politik/talak-kemenag-untuk-mui-92


Patgulipat Vonis Korupsi Edhy Disunat

23 March 2022 16:49



"Ketuk palu Mahkamah Agung (MA) untuk menyunat vonis Edhy Prabowo mendapat sorotan banyak pihak. Apa pasal? Putusan MA dalam perkara suap izin ekspor benur ini dinilai mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Tak pelak bila kemudian putusan tersebut menerbitkan dugaan adanya praktik patgulipat."


Lobster menjadi salah satu komoditas bahari nusantara bernilai ekonomi tinggi. Tak sekadar isapan jempol, harga animalia crustacea ini bisa dibanderol hingga jutaan rupiah. Sebut salah satunya seperti Panulirus Ornatus atau secara umum dikenal sebagai Lobster Mutiara. Di pasaran, lobster jenis ini bisa dilego mencapai Rp 1,5 juta per kilogramnya.

Ironis, adanya segelintir oknum culas yang mencoba mengambil keuntungan secara instan, membuat Indonesia merugi lantaran keuntungan yang diperoleh negara atas penjualan komoditas lobster terpangkas signifikan. Caranya, pihak-pihak yang berlaku lancung ini menyelundupkan lobster sejak masih berusia benih atau benur ke pasar internasional.

Menindaklanjuti realitas ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) era kepemimpinan Susi Pudjiastuti menelurkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan dari wilayah negara Republik Indonesia.

Mengutip laman resmi KKP, setidaknya ada dua alasan utama kenapa Susi menerbitkan larangan tersebut. Pertama, Srikandi Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju ini ingin mendongkrak nilai tambah dari lobster sebelum diperjualbelikan di pasar global. Kedua, wanita yang lahir dan besar di pesisir Pantai Pangandaran ini ingin populasi lobster dapat tumbuh berkelanjutan di laut Indonesia sebelum terjadi kelangkaan.

Tak hanya melarang ekspor benur, Sebelumnya Susi juga sudah menerbitkan larangan penangkapan benih lobster melalui Permen KP No 1 Tahun 2015. Pasalnya, penangkapan benur acapkali justru lebih menguntungkan negara tetangga seperti Vietnam.

Benur yang ditangkap masyarakat Indonesia dan diperjualbelikan ke negara tetangga bakal dilego dengan harga yang relatif jauh lebih rendah. Setelahnya, benur diekspor kembali oleh negara tersebut dengan nilai lebih tinggi dari yang dijual oleh Indonesia.

Vietnam kerap diuntungkan jika mendapat pasokan benur dari Indonesia. Tercatat, angka ekspor Vietnam sempat mencapai 1.000 ton per tahun, sementara Indonesia hanya dapat ekspor 300 ton per tahun.

"Tujuan pemerintah menerbitkan permen tersebut bukanlah melarang penangkapan benih lobster untuk dibudidaya. Hanya saja, jika diizinkan mengambil benih lobster, masyarakat akan kembali mengekspor benih lobster ke negara lain," kata Susi Pudjiastuti dalam rilis pada Kamis, 13 Juli 2017, dikutip dari Suara.com.

Selepas Susi hengkang dari kursi menteri, KKP kemudian dinahkodai oleh Edhy Prabowo yang ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Kabinet Indonesia Maju Jilid II. Pada era kepemimpinannya, Edhy lantas menganulir Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020.

Mengacu pada Permen yang diteken pada 4 Mei 2020 tersebut, Edhy membuka kran ekspor benur ke sejumlah negara tetangga. Politikus Partai Gerindra ini berdalih, izin ekspor benur digadang dapat mensejahterakan masyarakat akar rumput utamanya para nelayan.

Perihal lobster yang bakal terancam punah jika terus diekspor, Edhy berkelit bahwa hal tersebut tak perlu dikhawatirkan lantaran satu lobster bisa bertelur sampai 1 juta ekor sekaligus pada musim panas.

"Saya ingin buka kembali ekspor ini karena ada masyarakat kita yang lapar gara-gara dilarang, gara-gara ada peraturan ini (larangan penangkapan benih lobster)," ujar Edhy di Jakarta, Rabu, 25 Desember 2019, dikutip dari Detik.com.

Alih-alih menggeliatkan perekonomian wong cilik, Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 yang terbit justru cenderung lebih menjadi kabar baik bagi sejumlah perseroan kelas kakap untuk berkompetisi mengeruk keuntungan berkat dibukanya kran ekspor benur.

Tersiar, kala itu Edhy telah memberikan izin terhadap 26 perusahaan untuk melakukan ekspor benur. Namun demikian, siapa nyana beredar data bahwa perusahaan yang mendapatkan izin ekspor sebenarnya sebanyak 61 perusahaan.

Hal tersebut berdasarkan dari beredarnya surat undangan kepada 61 Direktur perusahaan bernomor B.20733/DJPT/TU.330.D1/XI/2020 tanggal 2 November 2020. Surat itu ditandatangani langsung oleh Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP, Trian Yunanda. Adapun daftar 61 perusahaan tersebut meliputi:









Edhy Dicokok KPK


Berselang enam bulan pasca-terbitnya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020, pada Rabu dini hari, 25 November 2020 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok Edhy di Bandara Soekarno-Hatta. Ia ditangkap usai bertolak dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat.

Lembaga antirasuah menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan ekspor benih lobster. Tak hanya Edhy, KPK juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka.

Keenamnya yakni staf khusus Menteri KKP, Safri dan Andreu Pribadi Misata; Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Siswadhi Pranoto Loe; staf isteri Menteri KKP, Ainul Faqih dan Amiril Mukminin; serta Direktur PT Duta Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito. Dalam kasus ini Suharjito sebagai pemberi suap sementara lainnya sebagai penerima.

Edhy disinyalir menerima suap mencapai Rp25,7 miliar dari para eksportir. Suap itu tak lain sebagai upaya patgulipat memuluskan proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benur.

Secara rinci, Edhy diduga menerima suap sebesar USD 77.000 atau setara Rp1,1 miliar dari pemilik PT DPPP, Suharjito. Uang sogokan itu diterima Edhy melalui sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin dan staf khususnya, Safri. 

Kemudian, Edhy juga menerima uang pelicin sebesar Rp24,6 miliar dari Suharjito dan eksportir lainnya. Suap itu diterima melalui sejumlah perantara selain Amiril dan Safri, yakni lewat staf pribadi Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih; staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi; serta pihak PT ACK, Siswadhi.

Atas perbuatan lancung tersebut, keenam tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Adapun pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Tarik Ulur Vonis Edhy


Usai menjalani persidangan Edhy terbukti secara sah dan menyakinkan dinyatakan bersalah pada perkara penerimaan suap terkait ekspor benur. Tak pelak, pada 15 Juli 2021 Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Edhy juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan USD 77 ribu, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun sejak selesai menjalani hukuman.

Tak terima dengan putusan Majelis Pengadilan Tipikor Jakarta, melalui kuasa hukumnya Edhy kemudian mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 24 Juli 2021.

Apa lacur, alih-alih mendapat keringanan, Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menambah hukuman Edhy. Vonis pidana bagi maling uang rakyat itu menjadi 9 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy juga dibebankan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp9.68 miliar dan USD 77 ribu serta pencabutan untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.

Ketuk palu di tingkat banding itu diputuskan pada 21 Oktober 2021 oleh hakim ketua Haryono dan hakim anggota yang terdiri dari Mohammad Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Reny Halida Ilham Malik serta Anton Saragih.

Menurut Hakim, pemberatan hukuman layak diterima Edhy lantaran vonis pada pengadilan tingkat pertama belum mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Selaku pejabat publik, Edhy dinilai telah merusak tatanan kerja yang selama ini telah berlaku dan terpelihara di KKP.

"Terlebih lagi terdakwa adalah seorang menteri yang membawahi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, telah dengan mudahnya memerintahkan anak buahnya berbuat hal yang menyimpang dan tidak jujur," kata hakim dalam putusan tersebut dikutip dari Tempo.co.

Mendapati putusan tersebut, sudah barang tentu Edhy semakin tak puas atas vonis yang diterima, ia pun lantas melanjutkan upaya dengan mengajukan kasasi pada 18 Januari 2022.

Dan, kali ini Dewi Fortuna sedikit memihak Edhy. Sebab, Mahkamah Agung (MA) akhirnya memutuskan menyunat hukuman pidana penjara bagi Edhy sehingga kembali turun menjadi 5 tahun penjara dengan kewajiban-kewajiban lain yang serupa dengan vonis pada Pengadilan Tipikor Jakarta.

Putusan kasasi MA yang ditetapkan pada 7 Maret 2022 itu dipimpin oleh Sofyan Sitompul selaku hakim ketua majelis, dan Gazalba Saleh, serta Sinintha Yuliansih sebagai hakim anggota.

Majelis kasasi beralasan, diskon hukuman tersebut lantaran selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy dinilai sudah bekerja dengan baik.

"Bahwa putusan Pengadilan Tinggi yang mengubah putusan Pengadilan Negeri kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa, sehingga perlu diperbaiki dengan alasan bahwa pada faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan," demikian disebutkan hakim dikutip dari Idxchannel.com.

Menurut hakim, kebijakan Edhy dalam menganulir Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 bertujuan mensejahterakan masyarakat utamanya para nelayan.

"Dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster guna kesejahteraan masyarakat, yaitu ingin memberdayakan nelayan karena lobster di Indonesia sangat besar," kata hakim.

Putusan kasasi MA yang telah menyunat vonis Edhy tak pelak menyulut pro kontra. Pengamat Hukum Pidana Universitas Parahyangan Asep Iwan Iriawan menilai, alasan hakim yang memberi diskon hukuman bagi Edhy tidak masuk akal dan tak sejalan dengan hukum yang logis.

Menurutnya, hakim tidak memiliki kewenangan dalam menakar baik buruknya kebijakan yang telah ditelurkan Edhy selama menjabat menteri. Sejatinya, kewenangan hakim sebatas mengadili tidak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa.

"Yang menilai menteri baik itu bukan kompetensi hakim, yang menilai menteri itu presiden. Hakim hanya menilai perbuatan salah benarnya atau memenuhi unsur atau tidak," kata Asep dikutip dari Kompas TV.

Asep juga berpendapat majelis hakim kasasi MA tidak mempertimbangkan Pasal 52 KUHP. Di mana pada pasal tersebut tertera bahwa pejabat yang melakukan perbuatan pidana dalam jabatannya, maka hukuman pidananya dapat ditambah sepertiga.

Dengan kata lain, majelis hakim kasasi MA seyogianya menambah hukuman terhadap Edhy dari putusan sebelumnya di tingkat banding yang telah menjatuhkan 9 tahun penjara. Bukan justru menyunat vonis hukuman.

Dengan kata lain, majelis hakim kasasi MA seyogianya menambah hukuman terhadap Edhy dari putusan sebelumnya di tingkat banding yang telah menjatuhkan 9 tahun penjara. Bukan justru menyunat vonis hukuman.


Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan menghargai putusan majelis hakim kasasi MA atas diskon hukuman yang diberikan terhadap Edhy Prabowo. Menurutnya, majelis hakim tentu lebih memahami dan mengetahui setiap perkara yang diputuskan.

Firli menilai lembaga peradilan memiliki kekuasaan yang merdeka dan tidak bisa diintervensi dari pihak mana pun. Sebab itu ia pun menghormati seluruh putusan dari majelis hakim kasasi MA.

“Menghormati putusan peradilan adalah inti negara hukum. Kekuasaan peradilan adalah kekuasaan yang merdeka dan bebas dari seluruh intervensi. Sama dengan KPK, dalam melakukan tugas dan kewenangannya, tidak tunduk dan terpengaruh dengan kekuasaan apa pun,” ujarnya dikutip dari Jawapos.com.


Hakim Ketua Kasasi MA Jadi Sorotan


Hakim ketua majelis kasasi MA, Sofyan Sitompul menjadi sorotan usai memutuskan untuk menyunat hukuman bagi terdakwa Edhy dari yang semula 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

Bukan kali pertama, berdasar rekam jejaknya, Sofyan memang sempat beberapa kali memberi keringanan vonis bagi terdakwa kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara.

Meringankan vonis sempat Sofyan putuskan dalam kasus Mikael Kambuaya. Ia menyunat hukuman mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Papua itu dari 6 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara. Kambuaya sendiri telah terbukti korupsi atas proyek jalan Kemiri-Depapre senilai Rp 90 miliar.

Selain itu, Sofyan juga sempat mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Irjen Pol Djoko Susilo sebatas aset yang dirampas. Meski tetap memutus vonis selama 18 tahun penjara bagi Djoko dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 32 miliar, namun, kekayaan yang didapat sebelum terjadinya kasus korupsi simulasi SIM dikembalikan kepada terpidana. Dalam PK, Sofyan juga merevisi pencabutan hak politik Djoko Susilo menjadi lima tahun sejak keluar dari penjara.

Selanjutnya, Sofyan juga pernah mengabulkan upaya hukum PK Lucas. Pengacara ini sempat terjerat kasus merintangi penyidikan KPK dengan tersangka mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Sofyan beralasan, yang memberi kesaksian bahwa terdakwa Lucas yang menyarankan agar Eddy Sindoro tidak pulang terlebih dulu ke Indonesia adalah saksi Novel Baswedan. Atas dikabulkannya PK Lucas oleh MA, membuat ia akhirnya bisa bebas.

Menurut keterangan Novel Baswedan di persidangan bahwa sekitar Desember 2016, Novel mendapatkan bukti adanya rekaman Eddy Sindoro dengan Lucas di mana dalam pembicaraan tersebut terdengar Eddy Sindoro tidak mau pulang karena Lucas memberikan saran dan masukan agar tidak pulang dulu.

Sepak terjang Sofyan Sitompul, bengkong hukuman Edhy, tercatat lunak kepada para koruptor. Edhy bisa jadi pengantin sunat terakhir sebelum lulusan terbaik Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) pada 1983 itu pensiun bulan depan karena usianya sudah menginjak 70 tahun. 

"Saya yang terbaik, the best one, ranking pertama," klaim Sofyan dalam channel YouTube Mahkamah Agung (MA) yang dikutip detikcom, Kamis (10/3/2022).



https://kuatbaca.com/telik/detail/politik/patgulipat-vonis-korupsi-edhy-disunat-91