Jumat, 28 Juli 2023

Singkap Tabir Gelap Bupati Langkat

 



“Pasca-terjerat KPK lantaran kasus suap, satu persatu tabir gelap kejahatan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin mulai tersingkap. Tak hanya tamak dalam perkara menilap uang rakyat, nyatanya Terbit bertabiat gemar mengembat kemerdekaan orang-orang lemah di sekitarnya untuk diperbudak. Kerangkeng manusia di rumah politisi Golkar ini pun menjadi indikasi kuat.”

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin-angin, pada Selasa 18 Januari 2022 malam. Tak sepenuhnya berjalan mulus, dalam operasi senyap tersebut Terbit sempat melarikan diri meski telah diintai berhari-hari.

Di tengah upaya mencari jejak orang nomor satu di Langkat itu, KPK kemudian mendapat informasi bahwa Terbit telah menyerahkan diri ke Kepolisian Resort (Polres) Binjai. Tak ambil tempo, tim penyidik KPK lantas bergegas menjemput Sang Bupati untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Lembaga antirasuah sudah sejak lama membidik Terbit lantaran diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di daerah kewenangannya. Ia disinyalir meminta fee alias uang pelicin untuk paket pekerjaan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara tahun anggaran 2020-2022.

Bukan cuma Terbit seorang, dalam kasus sogok menyogok ini KPK juga mencokok lima tersangka lainnya, yakni Iskandar PA selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga merupakan saudara kandung Terbit, Muara Perangin Angin sebagai pihak swasta atau kontraktor serta Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

KPK mengendus Terbit menerima suap Rp786 juta dari Muara Perangin Angin sebagai 'upeti' atas dua proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan dengan nilai mencapai Rp4,3 miliar. Uang panas itu diberikan Muara melalui perantara Marcos, Shuhanda, dan Isfi kepada Iskandar yang kemudian diteruskan kepada Terbit.

Tak hanya itu, Terbit juga terindikasi mengerjakan sejumlah proyek legit melalui perusahaan milik Iskandar. Dalam menerima dan mengelola uang pelicin dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit disinyalir memberdayakan orang-orang kepercayaannya seperti Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.

"KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis dinihari (20/1/2022).

Atas perbuatan lancung tersebut, Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Adapun Muara selaku tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Kerangkeng Manusia


Euforia keberhasilan KPK dalam menjerat Terbit atas kasus suap seketika lindap bersamaan adanya temuan kerangkeng manusia di belakang kediaman Bupati Langkat non aktif tersebut.

Sebanyak dua kerangkeng serupa sel penjara yang dipenuhi sejumlah manusia ditemukan KPK saat melakukan penggeledahan di rumah Terbit. Berdasar pengakuan para penghuni sel, tim penyidik lembaga antirasuah kemudian mengetahui bahwa mereka adalah para buruh sawit di perkebunan milik bupati.

"Orang-orang yang di dalam itu kemudian menerangkan bahwa mereka itu adalah pekerja di kebun sawit milik Bupati Kabupaten Langkat," kata Nurul Ghufron dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (26/1/2022).

Lantaran diserahi kewenangan untuk berfokus pada kasus korupsi yang dilakukan Terbit, KPK lantas melakukan koordinasi atas temuan kerangkeng manusia itu kepada penegak hukum dan atau pihak berwenang.

Tak berselang lama, keberadaan kerangkeng manusia tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh sejumlah pihak terkait, salah satunya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care.

Berdasarkan laporan Migrant Care, sedikitnya terdapat 40 pekerja yang dikurung dalam dua kerangkeng. LSM pemerhati buruh migran itu pun mengendus adanya praktik perbudakan modern yang dilakukan oleh eks Bupati Langkat.

Ketua Migrant Care, Anis Hidayat menyebut praktik menawan para buruh sawit sudah berlangsung sejak lama. Selain ada dugaan praktik perbudakan, terindikasi pula terjadinya tindak penyiksaan terhadap para pekerja.

Para buruh ini dipaksa bekerja selama 12 jam setiap harinya, sejak pukul 8 pagi hingga pukul 8 petang. Selain itu, para pekerja juga dikabarkan tidak pernah menerima gaji. Mereka juga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak oleh eks Bupati Langkat. Atas dugaan itu, Migrant Care melaporkan Terbit kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Para pekerja yang dipekerjakan di kebun sawitnya, sering menerima peyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," beber Anis.


Temuan Satwa Langka


Satu persatu tabir gelap kejahatan Terbit terus terkuak. Tak berhenti pada kasus suap dan indikasi perbudakan modern dengan adanya kerangkeng manusia, saat menggeledah rumah ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila tersebut, KPK juga mendapati sejumlah satwa langka yang dilindungi.

Mendapati informasi KPK, petugas Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) segera bertindak dengan menyita satwa-satwa langka dari rumah Terbit. Satwa tersebut diantaranya, seekor Orang Utan Sumatera jantan, Monyet Hitam Sulawesi, Burung Jalak Bali, Burung Rangkong, Elang Brontok, dan Burung Beo.

Pelaksana harian Kepala BBKSDA Sumut Irzal Azhar mengatakan, lantaran memiliki hewan langka yang dilindungi, maka Terbit telah melanggar Pasal 21 Ayat 2a Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Tertuang pada pasal 40 UU tersebut dijelaskan bagi pihak yang melanggar bakal terancam hukuman kurungan penjara paling lama 5 tahun.

"Selanjutnya untuk proses hukumnya diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera," kata Irzal, Rabu(26/1/2022).


Dalih Membina Pecandu Narkoba


Jauh sebelum keberadaan kerangkeng di rumahnya menjadi sorotan publik, Terbit ternyata sempat menyebut bahwa jeruji besi tersebut digunakan sebagai tempat untuk membina para pecandu narkoba. Ia bahkan sesumbar, selama lebih dari 10 tahun terakhir sudah melakukan pembinaan terhadap ribuan orang.

"Ini adalah tempat pembinaan yang selama ini saya buat untuk membina masyarakat yang menyalahgunakan narkoba," ujar Terbit dalam rekaman video yang diunggah di kanal YouTube istrinya, Tiorita Rencana, Sabtu (27/3/2021).

Keterangan Terbit diamini Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut) Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak. Ia mengatakan, dari pendalaman yang dilakukan, pihaknya mendapati informasi jika orang-orang yang ada di dalam kerangkeng tersebut tengah menjalani rehabilitasi kecanduan narkoba. Selain menjalani rehabilitasi mereka juga dipekerjakan di kebun sawit milik Terbit.

"Tempat rehabilitasi dibuat yang bersangkutan secara pribadi untuk merehabilitasi korban narkoba," kata Kapolda, Senin (24/1/2022). Dikutip dari Liputan6.com.

Sementara itu, Komnas HAM yang ikut turun tangan mendalami keberadaan kerangkeng manusia di rumah eks Bupati Langkat mengungkapkan, bahwa sel yang diklaim sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba itu sudah beroperasi sejak tahun 2010 namun tanpa izin resmi alias berstatus ilegal.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara memaparkan, sebenarnya pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat sempat melakukan sidak. Mereka pun memberikan rekomendasi agar Terbit mengurus izin tempat itu sebagai wadah rehabilitasi pengguna narkoba. Namun hingga kini pengurusan izin tak kunjung dilakukan.

“Padahal Bupati Langkat tak punya kewenangan apalagi ini rumah pribadinya. Ia juga tak punya mandat dan kewenangan membuat tempat rehabilitasi korban narkotika,” kata Beka, Rabu (2/3/2022) dikutip dari Kompas.com.

Terkait dugaan adanya penyiksaan hingga menimbulkan hilangnya nyawa, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut sejauh ini diketahui terdapat enam orang meninggal dunia di kerangkeng rumah tersebut. Kendati demikian, pihaknya belum bisa mengungkapkan lebih lanjut penyebab kematian para korban, apakah lantaran mendapat siksaan atau penyebab lain.

"Di awal kami (investigasi) ada tiga korban meninggal, habis itu kami berproses sendiri sampai dua minggu lalu dan kami mendapat informasi jumlah korban bertambah tiga lagi. Jadi total ada 6 orang meninggal,” kata Anam.

Komnas HAM mencatat, sedikitnya ada 26 bentuk kekerasan dan penyiksaan yang menimpa para penghuni kerangkeng. Penyiksaan tersebut diantaranya, pencambukan anggota tubuh menggunakan selang, pemukulan kaki menggunakan palu hingga kuku terlepas, dan atau diceburkan ke dalam kolam.

Beragam penyiksaan dilakukan kepada penghuni kerangkeng yang tidak mematuhi Terbit, pengurus kerangkeng, dan pelaku pelonco senior penghuni kerangkeng.

Lebih lanjut Komnas HAM juga mengungkap soal indikasi keterlibatan 19 pelaku yang berperan sebagai pengurus dalam tindakan kekerasan dan penyiksaan di kerangkeng manusia milik Terbit. Mereka terdiri dari anggota TNI-Polri, organisasi massa, serta anggota keluarga eks Bupati Langkat.

“Mulai dari pembina, kalapas, pengawas, palkam, besker atau penghuni lama yang juga dilibatkan untuk melakukan tindakan yang sama sebagai alat kontrol,” kata Anam.


Putra Terbit Terlibat Kasus Penyiksaan


Pepatah 'buah jatuh tak jauh dari pohonnya' barangkali bisa mendeskripsikan kasus eks Bupati Langkat. Pasalnya, belum lama ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan bahwa putra Terbit yakni Dewa Perangin-angin (DP) terindikasi ikut terlibat dalam kasus penyiksaan kerangkeng manusia.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menjelaskan, dalam struktur pengurusan kerangkeng manusia di rumah eks Bupati Langkat, Dewa menjabat sebagai wakil ketua. Adapun ketuanya tak lain adalah Terbit sendiri.

Ia menyebut, sejauh ini diketahui terdapat empat penghuni kerangkeng yang menjadi korban hingga mengalami jari tangan putus usai mendapat siksaan dari Dewa.

“Iya, DW atau DP (Inisial anak Terbit),” kata Edwin Partogi, Senin (15/3/2022) dikutip dari kompas.com.

Keterangan Edwin ini dibenarkan oleh salah seorang mantan penghuni kerangkeng manusia. Sebut saja Sigit, bukan nama sebenarnya, mengaku melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Dewa terlibat dalam aksi kekerasan dan penyiksaan.

Ia mengungkapkan, saat melakukan penyiksaan, Dewa dibantu oleh para anggotanya yang berjumlah sekitar 20 orang. Anak eks Bupati Langkat itu memukuli tangan penghuni kerangkeng hingga kukunya terlepas. Bahkan, diantaranya ada yang sampai kehilangan jari.

"Itu ada anak baru yang agak payah sama dia (Dewa) kena, tangannya dipukuli sampai lepas-lepas kukunya, ada yang tangan jarinya kehilangan," ungkap Sigit di kanal tayangan Youtube tvOne, Senin (21/3/2022)

Tak hanya mengungkap indikasi keterlibatan Dewa dalam kasus penyiksaan, LPSK juga menilai bahwa kasus kerangkeng manusia eks Bupati Langkat sudah memenuhi unsur untuk masuk ke dalam kategori tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Edwin beralasan para penghuni kerangkeng yang dikurung itu dipaksa untuk bekerja di perkebunan sawit dan peternakan milik Terbit. Hal ini menurutnya sudah menjurus pada praktik eksploitasi.

Unsur lainnya, terlihat dari dalih Terbit menggunakan kerangkeng manusia sebagai tempat rehabilitasi gratis bagi pecandu narkoba, yang mana hal itu untuk menarik minat keluarga yang memiliki sanak keluarga pecandu. Padahal di sana, mereka diduga mengalami penyiksaan jika tidak menaati peraturan.

“Apa yang diduga dilakukan TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) dibantu anggota keluarga (Dewa), oknum anggota ormas dan beberapa oknum TNI dan Polri itu sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Edwin.

Gayung bersambut, selang beberapa hari setelah LPSK mengungkap indikasi keterlibatan Dewa dalam kasus penganiayaan penghuni kerangkeng manusia dan memasukan kasus ini ke dalam kategori TPPO, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara akhirnya menetapkan 8 orang sebagai tersangka kasus dugaan TPPO penghuni kerangkeng manusia milik eks Bupati Langkat. Dalam penetapan tersebut, Dewa menjadi salah satunya.

“Polda Sumatera Utara masih terus mendalami dan mengembangkannya bahkan penetapan tersangka dari penyidikan ini sudah ada,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, Selasa, 22 Maret 2022, dikutip dari Majalah Tempo.





Telah tayang: https://kuatbaca.com/telik/detail/kriminal/singkap-tabir-gelap-bupati-langkat-99