Minggu, 13 Januari 2019

Pak Hamid

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

(QS. An-Nahl: 125)


***



Namanya Pak Hamid. Abdul Hamid Sholeh. Belio adalah guru Qur’an Hadits, saat saya masih duduk di bangku Madrasah Aliyah. Jika ditanya, seperti apa guru ideal dalam perspektif saya, maka Pak Hamid inilah jawabannya. Salah satu dari beberapa representatif guru paling asoy yang pernah dan masih saya miliki.



Jika boleh mengutip twit @noffret, “Bagiku, guru bukan orang yang pernah mengajarku. Guru adalah sosok yang ingin kutiru.” Pun begitu juga dengan saya, yang memaknai arti guru sama persis seperti kicauannya itu.



Ada beberapa alasan mengapa saya “diam-diam” mengagumi guru masa putih abu-abu yang satu ini. Pertama dan utama, karena belio adalah sosok yang mentransferkan pengetahuannya dengan sangat bil hikmah. (Meminjam istilah kekinian, cara ngajar doi itu masuk kategori: selow maksi).


Melalui narasi belio menyampaikan ilmu tanpa kesan menggurui. Dalam membahas materi pelajaran, tak jarang pak Hamid seperti keluar dari bahan ajar yang tertulis di buku paket pelajaran. Sebab, alih-alih menyampaikan materi yang tertera di sana, belio justru akan bercerita tentang banyak peristiwa dan kejadian. Baik itu kisah-kisah faktual di masa lampau atau cerita-cerita aktual yang baru terjadi.


Sesekali belio juga menyampaikan esensi subtansi suatu penciptaan. Sekali lagi itu pun disampaikan melalui cerita yang kerap lucu sehingga jauh dari kata jemu. Tapi meski nampak seperti keluar dari bahan ajar –ini yang mengherankan— disatu titik, saya –atau barangkali hal ini juga dialami teman-teman yang lain, pada akhirnya akan menemukan pemahaman yang bahkan lebih dalam, daripada apabila hanya membaca materi yang tertera di buku paket pelajaran keluaran dinas pendidikan departemen agama tersebut.



 Tak bisa dipungkiri, bahkan kegemaran saya bercerita di kemudian hari, sedikit banyak dipengaruhi dari cara pak Hamid menyampaikan narasi.


Yang kedua, selain sangat-sangat asoy dalam mentransferkan ilmunya, pak Hamid bisa dibilang seorang figur yang elegan dalam perkara menegur para muridnya. Saat seorang murid membuat ulah dan bertingkah tak sesuai tuntunan kitab suci dan sabda nabi, belio tidak akan langsung menunjuk hidung si bocah bermasalah itu. Barangkali demi menjaga hati si murid tadi. Sebab seperti tak pernah kehabisan kisah sarat makna, guru rendah hati saya ini lagi-lagi akan bercerita di depan kelas, dan dengan luwes serta selera humor yang renyah, akan membuat proses menegur murid ini menjadi momen yang “tak terasa” dan menyenangkan.


Siswa-siswa yang berada di kelas itu mungkin akan mengira bahwa belio sedang bercerita seperti biasanya, tapi bagi murid yang bermasalah tadi, biasanya ia akan segera tahu bahwa saat itu, sebenarnya Pak Hamid sedang menegurnya.


Satu hal yang saya amati, jika pak Hamid menatapmu (((cukup lama))) sambil tersenyum di sela-sela ceritanya yang sering berujung tawa, berarti kau masih melakukan kenakalan taraf wajar, yang memang biasa dilakukan remaja labil pada umumnya. Tapi di lain waktu apabila dalam bercerita, belio menatapmu (((dalam relatif waktu yang lama dan berulang))) dengan muka yang datar, nyaris tanpa ekspresi, tidak tampak sedang melucu atau tidak juga terlihat murka, berarti kau sudah melakukan perbuatan yang benar-benar tercela. Jika sudah sampai demikian, segeralah bertobat dengan nasuha. :)


Bolehlah, kalau metode ini saya rasa sangat efektif, sebab bila ditilik dengan seksama, entah bagaimana persisnya, murid-murid yang awalnya berperangai macam bandit, biasanya perlahan-lahan akan mulai belajar menjadi anak baik bila sudah “berurusan” dengan pak Hamid.


Alasan ketiga kenapa saya mengidolakan Pak Hamid, adalah karena belio seorang personal yang berpikir terbuka. Pada satu perihal, belio sebisa mungkin tak hanya melihat secara parsial tapi juga holistik. Tidak sekedar ‘nanggung’ di satu sisi tapi matang secara menyeluruh. Tipikal orang yang selalu berusaha memahami suatu perkara tak hanya meluas tapi juga mendalam.


Mungkin kau pernah menemukan orang yang pintar dalam perkara ilmu agama. Saking pintarnya merasa paling benar sehingga yang lain harus berkiblat padanya. Tapi jangan sekali-kali kau bayangkan perangai itu pada Pak Hamid. Sia-sia. Sebab kepadanya kau bisa dan boleh berpendapat selama kau punya landasan yang kuat. Tak perlu berdebat karena belio lebih menyukai diskusi. Dan setelah diskusi usai kau tak harus mengganti paradigma sesuai dengan sudut pandang yang belio pakai. Kau tetap bisa mengenakan kaca matamu sendiri.


Belio pengajar sekaligus pembelajar yang percaya bahwa mazhab memang banyak. Bahwa ajaran tak semata bersifat literal dan beralur tunggal. Hemat kata, salah satu dari sekian banyak hal lain yang saya ingin pelajari dari belio, adalah bagaimana untuk bisa benar-benar memahami, lalu mengimplementasi bahwa berbeda pendapat itu rahmat.


Ah, yah, omong-omong kenapa saya dengan lancangnya berani menilai guru saya sendiri?? (Yah, mau bagaimana lagi? Tabiat minus adab hormat saya memang sudah mengakar kuat.) ^.^


Akhir kata, seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, Pak Hamid pun sebenarnya memiliki kekurangan. Meski ini amat disayangkan, tapi pertemuan dengan belio yang hanya dua jam jadwal pelajaran dalam seminggu, bagi saya terasa sangat-sangat-sangat amat kurang. Hingga sampai detik ini saya sering bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa cobak, guru model Pak Hamid cuma dapet jatah ngajar sedikiiit banget? KENAPAAA??!

*tebalikin meja

*eh?





Ps. Saya mohon dengan sangat, Jangan ada yang nge-tag-in racauan saya ini ke akun Pak Hamid. Terima kasih.











fb28062016

Apkir

Mblo... Puasa tahun ini masi ada yang yang apdet status, "Berbukalah dengan yang manis,
Dewasa,
Komitmen,
Pengertian,
Tenggang rasa,
Adil sejak dalam pikiran,
hemat, cermat dan bersahaja,
Disiplin, berani dan setia,
bertanggung jawab dan dapat dipercaya." yak?

Yailah mblo... Polemik kontroversi puasa udah pake stok lama, mosok iya nge-lucuk-nya juga pake stok apkiran. kita kapan berkembangnya ini mah... -_-"




fb12062016

H2O

"Mereka yang tidak diinginkan dan tidak dicintai. Mereka yang berjalan di dalam dunia tanpa ada satu pun yang memperhatikan. Pernahkah kita pergi untuk menemui mereka? Pernahkah kita mengenal mereka? Pernahkah kita mencoba untuk menemukan mereka?"
--Bunda Teresa

"...Cemburu pada samudera Yang menampung segala..."
--Iwan Fals - Cemburu

***


Bagaimana pun bermasalahnya si bocah lelaki. Betapa pun banyaknya kekeliruan yang telah ia lakukan. Pada akhirnya selalu saja ada tangan terbuka dari gadis bermata teduh itu. Sama halnya seperti pelukan samudera, yang selalu rela menerima semua kiriman sampah dan limbah dari anak-anak sungai di segala penjuru dunia, gadis itu pun tak pernah menapik hitam residu hadirnya si bocah lelaki.

Barangkali untuk alasan itu kenapa Tuhan menganugerahi si gadis dengan hati seluas lautan melebihi luas daratan. Sebab saat manusia-manusia di darat sudah terlalu banyak merusak, maka selalu kesabaran laut yang menjadi penyeimbang agar "kiamat" tak datang terlalu cepat.

Tak bisa dipungkiri bahwa sesekali kesabaran si gadis menemukan ambang batas toleransi, sehingga letupan emosi tak dapat terelakkan. Tapi bukankah lautan juga kadang mengirimkan gelombang pasang? Tidak semata karena murka. Tapi lebih kepada peringatan keras, kadang-kadang memang mesti diberikan kepada si bocah lelaki saat sudah melampaui batas.

Meski begitu, setelah gelombang pasang berlalu, dan ketika waktu sudah cukup memberi jeda kepada hati yang lelah, Lagi-lagi pada akhirnya si gadis akan merentangkan kedua tangannya. Seperti rentangan pelangi setelah badai laut mereda.

Satu ketika, saat si bocah lelaki tengah berdiam diri di taman-kolam belakang sekolah, gadis bermata teduh itu menghampirinya. Lantas tanpa bersuara mensejajarkan duduk bersamanya. Tak tahan pada hening diantara mereka, membuat si bocah lelaki akhirnya membuka suara,

"Kenapa masih di sini? Tidakkah sebaiknya kamu pergi. Aku bukanlah teman yang baik untukmu."

Tanpa menoleh dan tetap menjuruskan pandangan pada air di kolam, gadis itu ringan menjawab, "Baik menurut siapa? Baik atau ngga itu bukan kamu yang menentukan."

Sejenak ia celupkan telapak tangan kanannya ke kolam, lalu mengangkatnya kembali. Setangkup air kini menggenang di telapak itu, dan setetes demi setetes mulai merembes dari sela-sela jemari lalu jatuh kembali ke kolam. Sebelum semua air benar-benar tiris, gadis itu menoleh sambil sedikit menjulurkan tangan, "Kamu masih ingat bagaimana proses kimia terjadinya air?"

Bergeming, si bocah lelaki tahu bahwa itu hanyalah pertanyaan retoris.

Gadis itu melanjutkan, "Yah, meski kerap ceroboh, tapi aku rasa kamu tidak terlalu bodoh. Jadi tentu saja kamu pasti masih mengingat pengantar ilmu kimia kita tempo lalu.

Hidrogen (H), salah satu unsur penting yang disediakan alam, adalah gas yang sangat ringan dan mudah terbakar. Meski memiliki potensi, membiarkan hidrogen sendirian amatlah rentan, mengingat sifatnya yang serupa bom waktu dan dapat mengancam kehidupan. Tapi akan lain cerita bila hidrogen melakukan fusi dengan oksigen (O), yang notabene adalah gas di udara yang diperlukan untuk keberlangsungan makhluk hidup. Karena ketika keduanya bertemu maka, Voila! Reaksi dua unsur berbeda itu pada akhirnya bisa menjadi satu senyawa baru yang sangat bermanfaat bagi manusia. H2O. Rumus kimia pembentuk air itu, semoga bisa sama-sama kita implementasikan di setiap lini kehidupan. "

Waktu seperti berhenti sesaat, memberi ruang dan kesempatan untuk si bocah lelaki mencerna apa yang didengarnya. Setangkup air di telapak tangan si gadis sudah sedari tadi kembali ketempat semula. Kini air kolam kembali tenang.

...

Membuat orang lain menjadi merasa penting dan dibutuhkan, serta kelapangan dada untuk merentangkan tangan guna bisa merangkul meski dalam perbedaan, adalah alasan kenapa gadis itu terlihat istimewa. Tidak hanya dari kacamata si bocah lelaki, tapi juga oleh semua orang yang beruntung karena pernah bertemu dan berada di lingkaran hidupnya.



fb14062016

Asoka

“Kau tak perlu jadi pahlawan super untuk mendapatkan gadis. Gadis yang tepat akan mengeluarkan jiwa pahlawan dalam dirimu.”
Deadpool.

***


Mungkinkah seorang bangsat keparat menemukan jalan pulang untuk bisa kembali kepada nuraninya?

Kenapa tidak?

Baiklah, barangkali diantara kalian sudah pernah mendengar kisah ini. Tapi bagi sebagian orang yang mungkin masih asing, mohon izinkan saya menceritakannya kembali.

Dalam kerajaan kuno India tersebutlah seorang raja bernama Asoka. Ia adalah penguasa Kekaisaran Maurya sejak 273 SM sampai 232 SM. Daerah kekuasaannya meliputi sebagian besar anak benua India, saat ini dikenal sebagai Afganistan sampai Bangladesh dan di selatan sampai sejauh Mysore. Asoka adalah raja ketiga dinasti Maurya, putra maharaja Bindusara dari seorang selir yang pangkatnya agak rendah bernama Subhadrangi namun kemudian lebih dikenal dengan nama Dharma. Meski begitu Dharma sebenarnya adalah keturunan dari seorang Brahmana.

Beberapa prasasti mencatat (yang harus diakui memang sudah bercampur dengan legenda), dikisahkan bahwa Asoka merupakan pemuda yang cakap dalam ilmu pedang dan berperang. Berkat kepandaian itulah membuat ia dipercaya sebagai panglima perang yang sangat di segani oleh pasukannya. Popularitas Asoka menimbulkan kecemburuan di hati kakak-kakak tirinya, terutama Sushima. Sebagai anak pertama maharaja, Sushima khawatir bahwa nantinya Asoka bisa saja merebut kedudukannya sebagai kandidat kuat pewaris tahta kerajaan Maurya. Beberapa kali Sushima mencoba menyingkirkan Asoka, namun berkali-kali itu pula ia gagal melenyapkannya.

Mengetahui hal itu, Dharma, ibunda Ashoka meminta anaknya untuk keluar dari kerajaan dan pergi meninggalkan negerinya. Ia tak menginginkan terjadinya perebutan kekuasaan di Maurya. Asoka sendiri sebenarnya bukanlah orang yang berambisi merebut takhta. Maka dengan takzim ia menuruti permintaan sang ibunda dan pergi berkelana sambil menyembunyikan jati dirinya sebagai rakyat biasa guna menghindari konflik dengan Sushima.

Di tengah pengembaraannya tepatnya di daerah Kalinga, Asoka bertemu dengan seorang nelayan wanita bernama Kaurwaki (dikemudian hari diketahui bahwa ia ternyata adalah putri dari ksatria kerajaan Kalinga). Kesederhanaan dan sifat welas asih Kaurwaki mampu menarik hati seorang Asoka muda. Tak pelak keduanya pun saling jatuh cinta. Tapi kebersamaan mereka tak berlangsung lama, sebab setelah dua tahun di pengembaraannya, seorang utusan kerajaan datang membawa pesan yang meminta Asoka untuk kembali pulang. Sebuah pesan palsu yang sengaja dirancang untuk memisahkan mereka berdua, dan Asoka baru menyadari hal itu saat setelah berada di istana. Ia pun lantas bergegas kembali ke Kalinga guna mencari kabar keberadaan Kaurwaki. Tapi naas, Kaurwaki di kabarkan telah meninggal dunia.

Merasa terpukul dan putus asa membuat Asoka kehilangan gairah hidup. Dalam upayanya menghilangkan sesak hati yang melanda bertubi-tubi, Asoka menghabiskan waktu bersama sahabatnya Veerat, dan di saat itu ia bertemu dengan Devi seorang putri dari saudagar penganut Budha, yang pada akhirnya dinikahinya demi mendapat keturunan. Sayangnya sifatnya pun kini berubah jauh. Seperti mati rasa Asoka menjelma menjadi manusia yang dingin.

Puncaknya, adalah saat ibunda Asoka terbunuh ketika mencoba menyelamatkan istri dan calon putranya yang masih dalam kandungan, pada usaha pembunuhan yang dilakukan oleh prajurit suruhan Sushami, membuat Asoka gelap mata, dalam keadaan murka Asoka menyerang dan memenggal semua kepala kakak-kakak tirinya termasuk Susima, lalu membuangnya di sebuah sumur di Pataliputra. Tak berhenti sampai disitu, kini Asoka menjadi manusia yang gila berperang dan haus darah. Banyak daerah-daerah yang ditaklukannya dengan mengorbankan banyak nyawa. Pada saat tersebut orang-orang menyebutnya Canda Asoka yang artinya adalah Asoka si pembunuh dan tak kenal kasih.

Penyerangan demi penyerangan terus dilakukan Asoka guna memperluas daerah kekuasaannya, sampai pada satu hari tibalah ia memasuki wilayah Kalinga. Tanpa peduli pada kenangannya bersama Kaurwaki, ia membantai hampir seluruh penduduk di sana tanpa rasa ampun. Menjelang petang setelah perang usai, dengan masih mengenakan jubah perangnya Asoka menjelajahi kota bekas pertempuran. Saat itu yang dilihatnya hanyalah rumah-rumah yang terbakar, mayat-mayat bergelimpangan dan darah yang menggenang di mana-mana. Sesaat suasana suram dan kekosongan yang tak terjelaskan ia rasakan. Namun seketika ia terkejut, saat tiba-tiba seorang wanita ksatria mencoba menyerangnya membabi buta dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Dan semakin terhenyak ketika menyadari bahwa wanita itu adalah Kaurwaki. Cinta pertamanya yang sempat membuat dadanya hampa karena mengira sudah mati ternyata masih hidup. Disaat yang sama Kaurwaki juga baru menyadari bahwa raja angkara dari Maurya yang terkenal kejam tak lain adalah lelaki yang dulu bahkan hingga kini masih begitu dicintainya. Beragam rasa sekejab berkecamuk. Tiba-tiba Asoka merasa muak pada dirinya sendiri. Tak hendak melawan, Asoka mencoba memeluk kekasihnya yang sempat hilang itu. Kali ini sedetikpun Asoka tak akan melepas pelukannya.

Sejak saat itu Asoka menyesali semua perbuatannya. Ia kemudian memeluk agama Budha dan menyebarkan ajaran Buddha Wibhajyawada dengan penuh welas asih ke seluruh penjuru dunia. Selama sisa masa pemerintahannya, ia menganut kebijakan resmi anti-kekerasan. Bahkan penyembelihan dan penyiksaan sia-sia terhadap hewan pun dilarang. Margasatwa dilindungi dengan undang-undang sang maharaja yang melarang pemburuan untuk olahraga dan pengisian waktu luang. Asoka mempromosikan konsep vegetarianisme.Ia juga menaruh belas kasihan kepada para narapidana di penjara. Mereka diperbolehkan mengambil cuti, sehari dalam waktu setahun. Ia berusaha meningkatkan ambisi profesional rakyat jelata dengan membangun pusat-pusat studi yang saat ini mungkin bisa disebut universitas. Ia juga mengupayakan sistem irigasi bagi pertanian. Rakyatnya diperlakukan secara sama, apapun derajat, agama, haluan politik, ras, sukubangsa dan kasta mereka. Tidak lagi dengan peperangan, kerajaan-kerajaan di sekeliling wilayahnya yang sebenarnya mudah ditaklukkan ia jadikan sebagai sekutu yang terhormat.*
Pada akhirnya Asoka dikenal sebagai Dharmâsoka yang artinya sang Asoka yang saleh.

____
*wikipedia.org, Film Asoka(2001) Shahrukh Khan-Kareena Kapoor, dan sumber lain.




fb02062016

Lebah

“Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).”
Rasul Muhammad

***


-disengat lebah --nyaris di ubun-ubun kepala --saat tengah bermain layang-layang --di tanah lapang belakang rumah --bersama kedua abangku, adalah keping-keping ingatan pertama dalam hidup yang dapat kuingat sejauh ini. Mungkin saat itu usiaku sekitar 4 tahun, karena ketika peristiwa itu terjadi kami sekeluarga masih tinggal di Jakarta. Belum disini, kami hijrah di dusun ajaib ini saat usiaku memasuki tahun ke-5.

Dulu aku pernah menceritakan perihal ingatan pertamaku ini padamu. Dan kamu spontan tertawa. Sial. Tapi tawamu tak seberapa lama, karena setelahnya –dengan nada cemas seperti mengingat sesuatu- kamu bertanya apakah dulu lebah itu benar-benar menyengatku? Tentu saja, jawabku. Mamaku malah pernah cerita, waktu itu sempat sedikit kesulitan saat hendak mencabut sengat lebah yang tertinggal dan tertancap di kepalaku. Bahkan hingga kini samar-samar aku masih bisa membayangkan bagaimana nyerinya kepalaku ketika itu.

“Kasihan…” katamu.

“Oh, tapi sekarang udah ngga apa-apa, kok.” Kataku.

“Bukan kamu, tapi lebah itu.” Terangmu.

“Lha, lu ngga empati sama gue?” gerutuku.

“Bukan. Bukan begitu, andai kamu tahu kalau lebah salah satu makhluk yang menjalani hidupnya dengan sangat terpuji dan merepresentasikan cara hidup yang islami, kamu mungkin akan lebih empati pada lebah itu.”

“Maksud lu?”

Kamu diam sebentar, seperti memberi kesempatan untukku menggunakan nalar. Sia-sia. Aku islam tapi tak seperti Syafi’i Ma’arif yang paham betul soal indikator nilai-nilai berkehidupan islami itu yang bagaimana. Dan, ah, melirik ke dalam matamu, firasatku berkata kali ini lagi-lagi kamu akan bicara panjang lebar.

“Setidaknya ada tiga hal yang bisa kamu pelajari dari cara hidup seekor lebah.” Nah, benar, kan dugaanku? Lanjutmu, “Pertama, lebah itu makhluk yang sangat selektif dalam urusan memakan sesuatu, sepanjang hidupnya lebah hanya akan mengkonsumsi nehktar dan serbuk sari dari bunga-bunga. Jadi jangan heran kalau pada akhirnya lebah merupakan satu-satunya serangga penghasil madu, sesuatu yang memiliki begitu banyak manfaat bagi kita manusia. Dari lebah kita bisa belajar bahwa segala sesuatu yang bermula dan didapat dari hal baik pada akhirnya akan menghasilkan hal baik pula. Bukan hanya itu, saat menghisap bunga sari secara langsung lebah juga membantu proses penyerbukan sehingga nantinya bunga bisa menjadi buah dan tanaman dapat terus bertumbuh.”

“Oh… Jadi tuh lebah waktu itu mengira kepala gue putik bunga, gitu?” Sedikit jengkel aku menyela sekenanya.

“Ih… Dengarin dulu… ini belum sampai pada giliranmu.” Kali ini ada senyum yang menyimpul di bibirmu. Melihat itu aku kembali mencair, yah, kamu memang selalu juara dalam menghadapi bocah lelaki berotak bebal sepertiku. Sejurus kemudian kamu melanjutkan bicara, “Kedua, lebah itu makhluk cinta damai, dalam artian dia bukanlah makhluk perusak, dimanapun lebah hinggap tak pernah ada satupun ranting tanaman yang patah. Lebah sangat menjaga kelestarian tempat dimanapun dia singgah. Aku berharap kita bisa meniru perilaku terpujinya itu dimanapun nanti kita hidup.”

(Iya deh… lebah mah cinta damai, dia menyengat kepala gue maksudnya pingin kasih semacam ciuman sayang, kan??’) ingin sekali aku sampaikan kalimat sarkas itu, tapi teringat senyummu tadi membuatku mengurungkan niat dan memilih untuk mendengarmu lebih jauh.

“Lalu kenapa lebah itu menyengatmu?”

(Nah, bagian itu yang sedari tadi gue tunggu-tunggu sampai nyaris sakit kepala rasanya. Bisa lekas elu jelaskan itu?) Tak bicara, kujawab pertanyaan retorismu dengan anggukan kepala.

“Bisa jadi karena ia merasa terancam. Ah, yah, saat itu kamu sedang main layang-layang dengan kedua abangmu. Tentu aku tak lupa pada bagian itu. Aku tidak sedang menghakimi kamu dengan menuduh telah mengganggu lebah itu lebih dulu. Ngga sama sekali. saat itu barangkali kamu hanya ngga menyadari bahwa kehadiran kalian –kamu bersama abang-abangmu-- sudah membuat lebah itu merasa terancam. Itu sangat mungkin sekali. Kan? Dan jelas, itu bukan salahmu, karena kamu memang ngga ada niat menggangunya.”

“Ya, bisa jadi kaya gitu.” Hipotesamu cukup masuk akal pikirku.

“Dan ini yang harus kamu tahu sekaligus pelajaran ketiga yang bisa kita ambil dari seekor lebah. Meskipun penganut cinta damai bukan berarti lebah tak bisa melakukan serangan. Lebah bisa melawan, Itupun dilakukannya bila sudah benar-benar merasa terdesak, sebab saat seekor lebah merasa terganggu, biasanya hal pertama yang ia lakukan adalah lebih memilih menghindar atau pergi. Aku tekankan sekali lagi disini, lebah hanya akan menyerang bila merasa sudah benar-benar sangat terancam. Dan serangan lebah dengan cara menyengat merupakan bentuk pertahanan terakhirnya, karena setelah melakukan serangan dengan menancapkan sengatnya ke tubuh makhluk yang mengganggunya, lebah akan mati dalam waktu yang tak lama sesaat setelah sengat itu terlepas dari tubuhnya. Itulah mengapa tadi aku merasa kasihan pada lebah yang menyengatmu. Bukan karena aku tak berempati padamu, tapi lebih kepada… yah, aku rasa kini kamu mengerti.”

Yah, aku mengerti maksudmu. Aku hanya tak tahu bagaimana mengatakannya. Kali ini aku merasa… ah, lebah yang malang…




fb27052016

Pluto

"Perbedaan pun terbukti berguna, selama ada toleransi."
Mahatma Gandhi

***


Saya bocah dari 'produk' kurikulum '94. ketika itu di ranah pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, Pluto masih dipercaya sebagai salah satu planet dalam keluarga tata surya kita. Bertahun-tahun saya mengimaninya. Bahkan bisa dikata saya salah seorang pengagum diam-diam "planet kesembilan" itu karena karakteristiknya yang unik dan terlalu banyak hal misterius yang melingkupinya. Sampai pada satu ketika, tepatnya Agustus 2006. Setelah melalui proses voting dalam Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, mayoritas para ahli astronomi sedunia menyatakan bahwa Pluto bukanlah planet. Sifat dan karakteristik Pluto ternyata keluar dari definisi untuk bisa di sebut planet. Ada beberapa point kenapa Pluto kala itu "dikeluarkan" sebagai planet dari keluarga tata surya kita, satu diantaranya ialah karena ia tidak memiliki jalur orbit yang jelas dan "bebas" dari benda langit lain. Lintasan orbit Pluto yang luar biasa elips memotong orbit planet Neptunus dalam perjalanannya mengelilingi matahari. Inilah yang menjadi penyebab pada satu waktu, Pluto bisa menjadi lebih dekat dengan matahari dibanding Neptunus, tapi di waktu lain menjadi sangat jauh dari si bola berpijar tersebut.

Patah hatikah saya ketika kali pertama mengetahui putusan itu? tentu saja. bagaimanapun Pluto pernah ada dan menemani masa-masa bocah saya hingga di masa transisi remaja. Sedari SD hingga SMA. tapi mau bagaimana lagi? Ini konsensus umum yang memang mesti diterima. Semacam menelan pil pahit, yang mau tak mau harus ditenggak bagaimanapun menyebalkannya.

Saat ini saya menyadari, kita memang hidup di tengah masyarakat yang -disadari atau tidak- selalu menuntut segala sesuatu mesti sama. Seragam. Dalam sistem pengkotak-kotakan. Ada konsensus umum yang "haram" di trabas karena itu mesti diikuti. Bahwa semua -atau hampir semua hal melulu tetang berapa banyak orang yang setuju. Bisa dikata "sepertinya" hanya ada dua pilihan bagi mereka yang berbeda; terbuang atau mati. Mengasingkan diri atau bunuh diri.

Terdengar sinis?
Ah, tunggu dulu. Ini belum selesai. Baiklah saya akan mencoba melihat ini dari sisi baiknya; bahwa keluarnya Pluto dari definisi planet dalam keluarga tata surya kita setidaknya menjadi salah satu bukti adanya konsekuensi dari perkembangan ilmu pengetahuan. Bahwa kesimpulan pengetahuan yang kita ketahui belum benar-benar final, karena sangat mungkin sekali banyak kebenaran yang masih belum kita temukan.

Dan satu lagi, "berkat" perdebatan panjang yang terjadi serta ditemukannya benda-benda langit asing yang sebelumnya sempat tak teridentifikasi, kini keluarga tata surya kita memiliki anggota baru. Para ahli astronomi menyebutkannya sebagai planet katai atau planet kerdil, yakni salah satu benda langit yang hampir menyerupai sifat planet umumnya, namun planet katai dalam orbitnya belum memiliki lintasan yang "bersih" dan bebas dari benda langit lain, bukan merupakan satelit dari sebuah planet serta bukan benda angkasa nonbintang lainnya. Kira-kira begitu para ahli saat ini mendefinisikan Pluto, Ceres, Haumea, Makemake dan Eris.

Ya, dari pada "mengusirnya" atau "memaksa-maksa" agar tampak sama, saya lebih senang pada jalan tengah dengan mengidentifikasikan Pluto sebagai planet katai, benda angkasa yang memiliki spesifik definisinya sendiri. meski berbeda, nyatanya dia memang ada.





fb24052016

*emot senyum

Mbak, minta tolong mie instannya satu yah...
Pakek telor dua, pakek sawi, pakek rawit.
Ah, yah mbak, tapi gak usah pakek saos sama drama yah.

Makasih... :)



20042016

Sabtu, 12 Januari 2019

Gosah Baper

"Satu lawan," kata orang bijak, "masih terlalu banyak. Seribu teman masih terlalu kurang."

Jadi baiklah kalau begitu, saya berkawan pada beberapa orang saja yang ngga terlalu gampang baper-an. Dan sebisa mungkin menghindari diri dari tipikal orang-orang yang kalau kata Herry Budiman, "Hidup sebegitu bercandanya, dan kau sebegitu serius menghadapinya," :)


17042016

Ekalavya

“Tetesan air yang terus-menerus mampu melubangi batu yang keras sekalipun.”
Ibnu Hajar

***


Mblo... kalian tau Arjuna? Iya, Ksatria dari geng pandawa yang konon katanya memiliki ketampanan di atas rata-rata. Salah satu ksatria yang senyumnya bisa bikin banyak kaum hawa mendadak amnesia. Lupa soal gimana caranya bernapas dengan baik dan benar sesuai anjuran DR. Achmad Riva'i, MBA selaku pembina MAHATMA yang akibatnya bisa ngebuat sesek dada. #WarrBiasaDahPokonya

Dalam epos Mahabrata (baik versi India maupun versi Jawa) dikisahkan bahwa Arjuna adalah pemanah paling handal yang gak hanya diakui di negeri Hastinapura tetapi bahkan di seantero jagat raya. Dengan kemampuan memanah itulah --terlepas dari adanya beberapa faktor lain-- membuat Arjuna akhirnya bisa menumbangkan Karna dalam pertempuran di Kuruseta.

Ummm...
Tapi benarkah demikian adanya? Benarkah Arjuna ksatria satu-satunya yang memiliki kemampuan memanah paling mumpuni?

Sepertinya gak persis begitu.

Jadi, dalam bab lain sebelum perang Bharatayudha antara Pandawa dan Kurawa terjadi, (ini lebih ke versi India) tersebutlah seorang pangeran, nih, pengeran gak ganteng-ganteng amat, gak pinter-pinter amat, bukan artis, bukan politikus, bukan teknokrat, malah bisa dibilang doi dari kaum paling rendah yang terkenal sebagai kaum pemburu, yakni kaum Nisada.
Pangeran itu terlahir dengan nama Ekalavya. Dimana apabila ditilik dari terminologi bahasa #Woilahhh (((terminologi))) :))), nama tersebut diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti "ia yang memusatkan pikirannya kepada suatu ilmu/mata pelajaran". Nah, sesuai dengan arti namanya, Ekalawya adalah tipikal orang yang memusatkan fokus perhatian kepada ilmu (khususnya) memanah. Bisa dibilang ilmu itu yang bikin Ekalavya lebih berselera dari pada kawin muda. :)

Didorong keinginan yang kuat untuk mengasah kemahirannya dalam memanah, Ekalavya memutuskan pergi ke Hastinapura guna berguru pada bagawan Drona, yakni seorang ahli dalam pengembangan seni pertempuran.

Tapi mesakke cah, kalok kata pepatah mah jauh panggang dari api. Sebab setelah bertemu guru Drona, ternyata ia gak bersedia menurunkan ilmunya pada Ekalavya.

Kenapa?

Ada beberapa versi yang mengisahkan alesan penolakan guru Drona tersebut. Tapi secara pribadi gue lebih seneng sama versi dimana alesan guru Drona menolak Ekalavya karena ia udah kadung janji, yakni cuma akan ngajarin anak-anak Kurawa dan Pandawa. serta menjadikan Arjuna sebagai pemanah nomer satu dan paling sakti sejagat raya. yah, mau dikata apa, bagaimanapun komitmen guru Drona mesti dihormati.

Lalu apa kabarnya Ekalavya? Patah arangkah ia?

Ternyata gak ngefek, mblo. Penolakan sang guru gak jadi penghalang niat Ekalavya untuk memperdalam ilmu memanah, ia kemudian masuk ke hutan (tapi gak belok ke pantai kek puisinya Rangga di Ada Apa Dengan Cinta.) Di hutan itu Ekalavya mulai belajar memanah. Ia membuat patung guru Drona sebagai media untuk memuja dan menghormati sang guru. mungkin istilah canggihnya agar hal itu bisa menjadi semacam sugesti pada diri sendiri guna terus bisa membarakan semangat. Dengan gigih ia berlatih, sampai pada akhirnya Ekalawya memiliki kecakapan yang luar biasa dalam ilmu memanah, yang sejajar bahkan lebih pandai daripada Arjuna.

(Mblo... sampai disini mungkin kalian bisa sedikit mengadopsi cara Ekalavya. Kalok-kalok nanti semisal kalian ditolak sama gebetan, larilah kehutan, buatlah patung yang menyerupai doi. Tapi biar rada beda dan ada gregetnya, berilah sedikit improvisasi dengan membuat patung itu dari bahan jerami, tempelin foto gebetan di sana. lalu tusuk-tusuk dengan paku seraya merapal mantra-mantra.) #hakhakhak :)))

Suatu hari, di tengah hutan saat Ekalavya sedang berlatih sendirian, ia mendengar suara anjing menggonggong, tanpa melihat ia melepaskan anak panah dari busurnya, dan --aje gileee, anak panah itu tepat mengenai mulut anjing tersebut. #KhanMaendah
Saat anjing itu ditemukan oleh para Pandawa, mereka bertanya-tanya siapa gerangan yang mampu melakukan ini semua selain Arjuna. Kemudian mereka melihat Ekalawya, yang memperkenalkan dirinya sebagai murid dari guru Drona.

#JengJengJeng ~musik dramatisir~

Mendengar pengakuan Ekalawya, Arjuna jadi galau (lebih galau dari kalian mblo yang lagi nimbang-nimbang mau nembak gebetan atau gak), musabab melihat kemahiran memanah Ekalavya membuatnya sadar bahwa kini ia gak bisa lagi petantang petenteng karena ternyata bukan pemanah terbaik dan ksatria utama. #yailah

Di istana galaunya Arjuna bisa terbaca oleh guru Drona, yang juga mengingat akan janjinya pada Arjuna bahwa ia akan digaransi menjadi murid yang terbaik di antara semua muridnya. Tak ayal, kemudian guru Drona akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Ekalawya.

Kedapatan dikunjungi oleh "guru" yang sangat dikaguminya, Ekalawya girang bukan kepalang, dengan sigap ia menyembah pada sang guru sebagai wujud bhakti. Namun apes mblo, doi malah dimaki-maki. Ia dianggap lancang karena mengaku sebagai murid guru Drona meskipun dahulu sudah pernah ditolak untuk diangkat menjadi murid. Tapi nasi udah jadi bubur. mau pagimanah lagi. sekarang tinggal mikir gimana caranya bisa dapetin kuah kaldu, kacang kedele, seledri, bawang goreng plus irisan ayam biar ituh bubur enak untuk dimakan. mungkin kira-kira begitu yang ada di pikiran guru Drona ketika itu.

Guru Drona pun akhirnya meminta Ekalawya untuk melakukan Dakshina, yakni sebentuk permintaan guru kepada muridnya sebagai tanda terima kasih seorang murid yang telah menyelesaikan pendidikan. kaga tanggung-tanggung, guru Drona meminta supaya Ekalavya memotong ibu jarinya.
(Lha, coba ituh mblo? Jempol bagi seorang pemanah itu ibarat kata-kata bagi kang nyepik. kaga ada kata-kata selesai sudah karir si kang nyepik itu.)

Apa yang dilakukan Ekalavya kemudian? Karena besarnya rasa hormat dan demi menunjukkan wujud bhakti kepada sang guru, dengan nyantai ia potong jempolnya sendiri kek emak-emak yang udah biasa motong bawang, lantas menyerahkan pada guru Drona. Sejak saat itu Ekalavya kehilangan kemahirannya dalam memanah.

Tamat.

Eh, gak ding. Berlanjut ke bab berikutnya.
Kata kunci: Belajar. Gigih. Bhakti.




16062016

Mading

"Seperti padi, kian berisi kian merunduk."
Peribahasa

"Padi tumbuh tak berisik."
Tan Malaka

"Kau membuatku mengerti hidup ini. kita terlahir bagai selembar kertas putih. tinggal kulukis dengan tinta pesan damai. dan terwujud harmoni."
Band Padi - Harmoni

***


"Aku selalu menaruh percaya padamu. Kamu ngga akan kehabisan akal untuk bisa menjadi apa yang kamu mau." Ujarmu membuka percakapan kita di siang itu. Di lorong sekolah menuju kantin, di mana di sana telah terpampang pengumuman perihal kompetisi majalah dinding (mading) antar sekolah Se-Jakarta yang kita ikuti dulu.

Kita? Ah, yah, namamu memang tidak tertera dalam struktural team mading sekolah, tapi secara esensial kamulah muasal inspirasi dan roda penggerak tak kasat mata. Tipikal orang yang tak terlalu ambil peduli soal pengakuan nama. Bukankah kamu yang dulu bersikukuh meyakinkanku agar tetap mengeluarkan semua ide-ide yang tak biasa itu. Rupa mading tiga dimensi yang sempat dipandang sebelah mata misalnya, atau tentang konten mading yang tak usah terlalu baku dalam penyajiaannya. Ketika itu kau berkata, "Udah... buat dulu aja. Ngga usah terlalu dengerin komentar miring mereka apalagi sampai disautin. Mereka cuma sedang ngalamin semacam gegar budaya. Mungkin belum siap terima hal-hal baru yang agak beda dari biasanya."

Ya, meski tidak banyak orang, tapi mendapati kepercayaan darimu itu sudahlah cukup bagiku. Sangat amat cukup. Persis seperti pepatah Prancis yang mengatakan, "Kepercayaan dapat memindahkan gunung." Pun begitu yang aku alami bersama dengan keempat teman di team mading kita. Berangkat dari kepercayaan yang kau titipkan, lalu setelah melalui tiga tahap membuat mading dengan tema berbeda-beda yang nyaris membuat oleng kepala, akhirnya sekolah kita berhasil menyabet piala juara. Meski juara ketiga dan bukan juara pertama tapi hal itu sudahlah cukup membuat dadaku busung melampaui gunung. Celaka!

...

"Aku selalu menaruh percaya padamu. Kamu ngga akan kehabisan akal untuk bisa menjadi apa yang kamu mau." Ujarmu membuka percakapan kita di siang itu. Di lorong sekolah menuju kantin, dimana di sana telah terpampang pengumuman perihal kompetisi majalah dinding antar sekolah. Lanjutmu, "Selamat ya untuk kemenangannya."

"Yoiii..." *kibasin kerah baju sembari angkat kepala tinggi-tinggi*

"Jangan tinggi hati, kita ini makhluk dhoif. Belajar dari padi. Aku yakin kamu ngerti maksudku."

"Iya..." *langsung nunduk lesu*

"Ngga sebegitunya juga kaliii... Angkat kepala kamu. Sewajarnya. Nggak tinggi hati bukan berarti jadi rendah diri."

"Terus gue mesti gimana?" *sedikit ada nada gemas di pertanyaanku kali ini.*

"Padi yang menguning dan merunduk memang bisa menerbitkan gurat senyum para petani, tapi padi tidak berhenti sampai disitu. Masih ada proses panjang yang mesti dilaluinya; ditumbuk menjadi gabah, digiling menjadi beras, diayak untuk memisahkan beras dan sisa sampah gabah hingga ditanak menjadi nasi yang bisa menjadi manfaat dan di nikmati manusia. Proses panjang sejak pembibitan sampai menjadi nasi ia lalui dengan sabar, rendah hati dan tanpa banyak bicara."

"Tapi dari tadi lu banyak amat ngomongnya." Dengan kurang ajar ku sela bicaramu.

"Baiklah, akan kupersingkat. Menjadi padi yang merunduk belumlah cukup. lagi pula jangan artikan ini secara harfiah. Merunduklah dari dalam, sebab di luar sana masih ada proses panjang yang mesti kamu lalui dengan kepala tegak ke depan."

Seandainya ini seperti film-film drama garapan negeri Paman Sam, barangkali sudah kupeluk dan kecium kamu saat itu. Tapi tidak. Adat ketimuran dan adab kepercayaan yang kita yakini tak mengizinkan itu, mau bagaimana lagi, ketika itu aku hanya bisa terpaku melihat kamu yang menutup percakapan dengan senyum sipu.


2006--fb:30032015

Kepada Empat Tahi Lalat di Paras Nikita Mirzani


Terima kasih. Entah apa jadinya ia seandainya kalian tak ada di sana.


fb28032016

Kepada Kabisat

kepada kabisat-kabisat yang telah lewat. kau tahu kenapa para centaur berkaki empat? karena mereka makhluk yang tak terlalu suka dibebat. umumnya centaur hanya akan singgah, meninggalkan jejak lalu beranjak. jangan jumawa karena berfikir telah menaklukannya. itu sia-sia.
ya,ya,ya, keluarkan omongkosong-omongkosongmu yang bahkan tak masuk akal sekalipun, sebagian dari centaur tak akan mendebat. dalam diam mereka hanya akan mengingat. lekat-lekat. lalu menunggu waktu yang tepat. mereka --para centaur memiliki caranya sendiri dalam memeram sebuah jawab. seperti kabisat, bersama waktu-waktu ganjil mereka hanya tengah menunggu menjadi genap.





29022016

*Nyanyi

*nyanyi



Mau bilang sayang tapi bukan pacarrr...

Tembak tidak yaaa...

Tembak tidak yaaa...


(nyanyinya sambil ngangkat-ngangkat alis kiri biar kek mimik Al Ghazali)

(etapinya gak mirip)



#yasudahlah -___-"









28022016

Iduladha

Yang lebih memberi. Yang kurang menerima. Si pemberi menghampiri si penerima. Bukan sebaliknya. Berkali-kali saya jatuh hati pada konsep sederhana yang menjadi tradisi di dusun kecil ini. Satu dari banyak dusun yang mungkin tak tertera di peta dunia. Tapi dusun saya, ada.

Selamat Hari Raya Iduladha.




23092015

MOS

Niatnya pingin kasi sedikit hiburan buat dedek-dedek gemes yang lagi pada seseruan ikutan masa orientasi. walopun belom kuat sewa alat band, tapi selama masi ada alat-alat musik yang bisa ngehasilin nada-nada diatonik, bikin ansamble minipun; Jadi!

(Gak semua Masa Orientasi Siswa semencekam pemberitaan media massa belakangan ini.)




Mei2005--fb:21092015

Dara

Dara, Kau tahu tentang hikayat anak sungai yang terbelah menjadi dua? Hikayat tua yang lindap dan mulai lenyap dimamah usia. 

Dewasa ini orang-orang terlalu percaya bahwa paripurna hanya bisa dicapai dengan satu garis lurus. Tidak dua, tidak tiga, tidak beberapa. 

Ah, barangkali mereka lupa bahwa dua anak sungai yang terbelah tadi pada akhirnya bermuara di lautan yang sama.

 Mengerikan memang, saat manusia kehilangan esensi pelukan samudera dan lebih memilih memerah-darahkan aliran kali daripada membiakan beragam-ragam ikan di sana.





17092015

Bujang

Bujang, patri ini dalam hati; mengikuti arus bukan berarti hanyut dan mati. 

Tak usahlah jemawa melawan gelombang, bisa habis energimu nanti terkuras di sana. 

Lain waktu, ketika daya memihakmu lebih baik kau buat saja arus yang baru. Arusmu sendiri. Tentu tanpa ambisius menguasai dan berkeras menjadi satu-satunya. 

Percayalah, nelayan lebih pandai dari yang kau terka. Mereka biasa menimbang, mana-mana gelombang pasang yang tak bersahabat sebelum mengangkat sauh terlalu jauh.

Jadi sekali ini dengarkan; sementara waktu sebaiknya kau kenali dulu arus-arus itu.









17092015


Bebek

"Dih, manggil orang seenaknya aja. Si cewe juga mau-maunya dipanggil bebek. Aneh." Sindir salah seorang teman kita dulu di masa putih abu-abu.

Aku senang ketika itu kau hanya mengulum senyum dan tak ambil peduli dengan nyinyirannya itu. :')


***


Bebek itu makhluk yang "seksi". Umm... Lebih spesifik lagi, bebek Mallard dari daratan Utara Amerika, yang konon adalah moyang dari hampir semua bebek di segala penjuru dunia.
Dia makhluk multitalenta yang tidak mengkhususkan diri pada salah satu keahlian saja. Meski bebek ini nampak terseok-seok saat berjalan di daratan, tapi ia mampu berenang di perairan dan terbang berkilo-kilometer jauhnya dalam satu kawanan. Sejauh ini sepanjang yang kutahu, hanya bebeklah yang mampu melakukan ketiga hal itu; berjalan, berenang dan terbang. Sungguh menakjubkan.

Kenapa tiba-tiba aku mengulas perihal ini?

Ah, Yah, meski dulu kau tak pernah mempermasalahkannya, tapi kurasa kini kau mesti tahu alasan kenapa dulu aku lebih senang memanggilmu dengan nama unggas yang satu itu. Bukan bermaksud ingin mengolok-olok karena melihat cara jalanmu yang memang seperti bebek Mallard, tapi lebih karena aku menaruh rasa takjub pada kelebihanmu yang mampu beradaptasi di segala kondisi dan beragam "medan" yang memang tidak semuanya menyenangkan.



09092015

Kecoa

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” 

(Al-Baqarah: 216)


"Nitrogen atau zat lemas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang N dan nomor atom 7. Biasanya ditemukan sebagai gas tanpa warna, tanpa bau, tanpa rasa, dan merupakan gas diatomik bukan logam yang stabil, sangat sulit bereaksi dengan unsur atau senyawa lainnya. Dinamakan zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif bereaksi dengan unsur lainnya.

Nitrogen mengisi 78,08 persen atmosfer Bumi dan terdapat dalam banyak jaringan hidup. Zat lemas membentuk banyak senyawa penting seperti asam amino, amoniak, asam nitrat, dan sianida.

Nitrogen merupakan unsur kunci dalam asam amino dan asam nukleat, dan ini menjadikan nitrogen penting bagi semua kehidupan. Protein disusun dari asam-asam amino, sementara asam nukleat menjadi salah satu komponen pembentuk DNA dan RNA."

(Wikipedia.org)


***



"Jangan. Jangan bunuh kecoanya. Aku geli bukan benci," Serumu sedikit menjerit. Membuatku terpaku beberapa detik. 

"Jauhi saja kecoa itu dari sini," imbuhmu.

Lantas dengan sigap menggunakan ijuk sapu, kukibas-kibas serangga hitam suram itu keluar menjauh dari ranjang ruang UKS tempat kini kau terduduk. Kecoa terbang tak tahu adat yang muncul mendadak dan hinggap kesembarang tempat itu membuat pasi wajahmu yang tengah kurang sehat semakin terlihat pucat. Keparat.


Ah, tidak, tidak. Sebenarnya bukan kecoa itu yang keparat. Tapi aku.


Kemarin petang, seusai pendalaman materi sebagai bekal jelang Ujian Akhir Nasional, seharusnya aku langsung mengantar kau pulang. Tapi alih-alih ke rumah, aku malah mengajakmu ke sebuah gedung perbelanjaan di daerah pinggiran Tangerang. Bukan untuk menghambur-hamburkan uang macam anak hedon yang sudah kehilangan akal menghabiskan harta kekayaan orangtuanya. Tapi hanya ingin melihat pesona langit petang dari rooftop gedung itu bersama-sama. Mengamati matahari terbenam dengan sempurna.


Parade warna angkasa yang berubah dari biru menjadi kuning menjadi merah menjadi jingga menjadi kelabu lantas perlahan gelap pun merayap datang adalah bagian yang menyenangkan. Tapi celaka, saat kita bertolak pulang hujan datang tiba-tiba tanpa menuai tanda terlebih dulu, atau mungkin sebenarnya ia telah memberi tahu, tapi karena terlalu gembira membuat kita tak peka pada kehadirannya. Dan, ini yang akhirnya paling kusesali, bukannya mencari tempat berteduh guna menunggu hujan reda, aku justru memakbulkan idemu untuk tetap berjalan di bawah siraman hujan. "Orang dewasa terlalu membosankan karena takut pada hujan." kilahmu mematahkan niatku untuk mengajakmu berteduh barang sejenak.


Ku rasa karena itulah kini kau terlihat redup, tak meletup-letup seperti biasanya.Tapi beruntung binar matamu yang masih nampak hidup mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.


"Selama tidak mengancam keselamatan, jangan pernah membunuh makhluk hidup..." ujarmu sedikit berbisik, mengusik imajiku kembali pada realita. Lanjutmu, "Tuhan tidak pernah bermain-main dengan makhlukNya. Selalu ada alasan dibalik semua penciptaan."


Kukerutkan kening mencoba meraba arah pembicaraanmu. "Kecoa itu maksud lu?"


"Ya, begitupun dengan kecoa itu. meski geli, kita tak punya hak untuk menggangunya apalagi sampai membunuh dia."


"Lha, kan, kecoa itu duluan yang gangguin elu."


"Memang kamu yakin kalau dia punya niat mau ganggu?"


Aku diam.


"Bisa jadi kan, dia cuma pingin cari makan."


Masih diam.


"Lagi pula apa kamu kira kecoa tidak memiliki jasa untuk kita?"


Sepertinya aku akan diam dalam waktu yang cukup lama.


"Kehadiran kecoa di bumi kita ini bisa dibilang sebagai penyeimbang. menjijikan memang membayangkan bahwa ia gemar memamah sampah-sampah organik sebagai menu makanan guna bertahan hidup. Tapi tahukah kamu? Sampah-sampah organik itu banyak mengandung nitrogen. Nitrogen yang masuk ke dalam tubuhnya kemudian dilepaskan di tanah untuk digunakan sebagai tumbuh-kembang tanaman. Dengan begitu bila populasi kecoa menurun maka siklus nitrogen pun akan terganggu. Belum lagi perannya dalam piramida segitiga rantai makanan. singkat kata, populasi kecoa memiliki peran yang tak bisa dipandang sebelah mata dalam menjaga kelangsungan ekosistem bumi kita."



"Ya udah kecoanya gue bawa kesini lagi aja, yah?"


"Kamu mau cari masalah? Mau aku diemin berapa hari?"



*nelen ludah* Sebaiknya aku saja yang diam lagi. 


-_____-"








16082015

Numerology

Aku suka angka tujuh. Sementara kamu jatuh hati pada angka tiga.

Nah, perhatikan itu. Bukankah tigamu dan tujuhku berarti sepuluh?

Kita adalah keganjilan-keganjilan yang saling menggenapi. Dan semesta sepertinya tidak sedang bermain dadu, jadi jangan sebut ini kebetulan yang singgah sambil lalu.

(Njir, skill nyepik gue ada kemajuan keknya. Semacem makin berkelas gituh.)
*diinjek*





10082015

Yasudahlah

RT. "@Psikologi: Menerima kenangan itu lebih dianjurkan dibanding melupakannya, karena mengingat bukan berarti hidup di dalamnya."

RT. "@daudantonius: Tidak ada salahnya flasback ke masa itu. asal masa itu bukan jadi jebakan tanpa perubahan."

***

Kepingin banget ngomongin soal dua twit di atas tapi khawatir nanti malah dibilang defensif.
Yasudahlah.

***

"Tak perlu bersikeras menjelaskan siapa dirimu, karena orang yang mencintaimu tak membutuhkan itu, dan orang yang membencimu tak akan percaya itu"
Ali bin Abi Thalib RA


05082015

Sekadar Klarifikasi

Untuk temen-temen yang bilang kalok gue dulu sama pak Edi gak pernah bisa akur, itu tuh cuma hoax aja. Kita tuh sebenernya saling berkaitan kek serangkaian elemen dalam sebuah fenomena hujan. Foto ini barangkali bisa sedikit menggambarkan.

Jadi, kalok diibaratkan dalam mitologi Yunani; pak Supardi yang jadi Zeus selaku dewa penurun hujan, gue rintik-rintik air yang jatuh ke bumi yang kemudian disebut hujan, bu Yuli yang jadi spektrum warna pelangi. Nah, pak Edi itulah yang jadi geledeknya.

Terus di foto itu kak Heri sama kak Wildan Syarif jadi apa?

Ohh... Mereka berdua kebetulan yang jadi kang ojek payungnya. ho'oh gituh.

#cariperkara
#tapiselamatmiladbuRatnabuYulipakHasanpakEdi







KIR.2004--fb26072015

Kapan Manusia Bisa...

Kapan manusia bisa menciptakan sepeda ontel berkecepatan cahaya?
Kapan manusia bisa berpindah tempat dengan wormhole ke semesta yang berbeda?
Kapan manusia bisa mengungkap misteri peradaban Atlantis dan Lemuria?
Kapan manusia bisa menyempurnakan energi tenaga surya?
Kapan manusia bisa benar-benar mengatasi polusi dan limbah?
Kapan manusia bisa membuat koloni di antariksa?
Kapan manusia bisa menghapus sistem tingkat strata sosial yang ngga masuk akal?
Kapan manusia bisa berhenti perang dan saling serang?
Kapan dan lain-lain. Dan lain-lain. Dan... Lain... Lain...

Nah, tuh. Masih banyak pertanyaan yang lebih kreatif, lebih akademis dan lebih humanis dari pada pertanyaan, "kapan kawin?"
Bukan hal tabu sih nanya-nanya gitu, tapi mohon pengertian yak.
Makasih...


18072015

Dear Kecoa,

Iya, iya, gue tau lu juga makhluk hidup yang butuh minum.
Tapi pelisss, gue mohooon... dengan sangat... gausah berenang-renang di kopi gue juga kalik.
tolong pengertiannya yak.
Makasi....


02072015

Ke-asoy-an Guru Matematika Gue

Kurang asoy gimana cobak guru matematika SMA gue?? Walopun sehari-hari seneng banget bikin murid-murid pusing pake angka-angka, etapinya masi sempet-sempetnya punya hobi main-mainin diksi merangkai kata, tiap posting di eFBi salam pembukanya selalu dibikin berrima macam prosa pujangga lama tapi rasa-rasa abege muda .

Salam update hari senin:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ....
Senin cerah yang bergairah..
Semoga SENantiasa INdah..
I like Monday..dah..!

Hari selasa:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ...
Selasa selalu ada selaksa asa..
Janganlah mudah berputus asa..
Kesulitan kan membuatmu dewasa.
Jadilah pribadi luar biasa..

Hari rabu:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ....
Rabu gelorakan semangat menggebu
Dalam mengejar cita yang dituju..
Janganlah bimbang dan meragu..
Yakinlah bahwa Allah akan membantu..

Hari kamis:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ....
Kamis tetaplah optimis...
Hidup ini penuh dinamis..
Tetaplah ceria dan tersenyum manis..

Hari jumat:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ...
Jum'at bertabur berkat..
Berlimpah aneka nikmat..
Mari bermunajat dan bershalawat..
Agar hidup bahagia dan selamat..

Hari sabtu:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ....
Sabtu weekend yang ditunggu..
Bersama keluarga kumpul seru..

Hari minggu:

Salam..
∫έm∂ηĞ∂τ ..
Minggu yang ditunggu
Jadikanlah weekend yang seru.
Berbagi ceria bersama keluarga.

Hari senin (lagi):

Salam….
∫em∂ηĞ∂τ ....
Senin lagi nih, I like Monday..
Semoga SENantiasa INdah..
Menjemput hidup penuh berkah..

---

Tapi heran, buat postingan yang ini salam pembukanya rada anomali;
https://www.facebook.com/hasan.pengelana/posts/10203816438081997

24062015

Transisi Bocah

Dia hanya bocah lelaki biasa seperti kebanyakan, yang sedang berproses menggenapi masa sekolah lanjutan tingkat pertama dan mengalami satu fase, dimana orang-orang pintar bergelar S.Psi. kerap menyebutnya sebagai masa transisi remaja.

Tentu kau tahu bukan, fase ini adalah bagian dari siklus hidup manusia, pada masa ini bocah-bocah tak lagi tampak menggemaskan, sebab tengah beranjak memasuki gerbang pendewasaan. Secara psikis ditandai dengan mulai bermunculannya pertanyaan-pertanyaan dalam hati perihal eksistensi mereka di semesta ini dan tentang percarian jati diri.

Pun begitu pula yang dialami si bocah lelaki, tokoh kita ini. Salah satu impact dari kondisi itu, ialah kecendrungan untuk mencoba banyak hal baru. Meski tak jarang hal-hal itu secara terang benderang membelakangi nilai-nilai yang tertulis dalam Kitab Suci dan Dasa Darma Pramuka, dia tak ambil peduli. Kenakalan remaja, begitulah kira-kira jika kau ingin memperhalus istilah.

Sebutkanlah bermacam-macam jenis kenakalan (selain menindik telinga dan merajah tubuh dengan tinta) yang biasa dilakukan siswa-siswa sekolah, maka nyaris bisa dipastikan dia sudah melewati semuanya. Atau jika nanti kau singgah di sekolah tempat si bocah menghabiskan masa putih birunya itu dan menyempatkan diri berkunjung ke ruang bimbingan konseling, mungkin nanti kau akan dengan mudah menemukan namanya tercantum di "buku hitam" siswa-siswa bermasalah.

Wali kelas, guru agama, guru pendidikan moral dan semua orang yang berkepentingan pada nama baik sekolah gusar dibuatnya, tak habis-habis menegur dengan keras tabiat keparat si bocah. Tapi celakanya, semakin keras kau larang dia, maka semakin lepas ia akan menerabas larangan-larangan itu.

Pihak sekolah jengah, kabar bahwa si bocah yang kerap membuat ulah, akhirnya sampai juga ke telinga pihak keluarganya di rumah, jangan heran jika hal itu membuat bapak si bocah naik pitam. Malu dibuatnya, habis sudah kesabaran. Menjelang akhir studi, si bapak berwacana ingin mengirim anak tak tahu diri itu ke pondok pesantren milik kawan lamanya di pelosok daerah.

Kau tahu kawan, mendengar kata 'pesantren' bagi anak tak tahu adat sepertinya, sudah barang tentu membuat ia sakit kepala. Sebenarnya bukan semata hanya karena itu saja, sebab, sejak awal duduk di bangku kelas tiga, si bocah ini sudah menetapkan hati ingin melanjutkan studi di sebuah sekolah milik pemerintah di selatan Jakarta. Maka dengan terang-terangan dimentahkan rencana mulia orangtuannya itu. Berhari-hari perang dingin antara bapak dan anakpun tak bisa dihindari.

Tak tahan melihatnya, sang ibu menengahi, di perbolehkannya si anak tetap bersekolah di Jakarta, namun dengan satu permintaan, si anak tidak akan bersekolah di SLTA yang sudah direncanakannya itu, tapi di sebuah Madrasah yang terletak di sebelah barat pinggiran Jakarta. Salah satu intitusi pendidikan yang menurut pemahaman si ibu ialah sekolah yang membekali siswa-siswinya dengan pengetahuan umum dan ilmu agama dalam persentase pembagian 50:50. satu hal yang baru benar-benar disadari si bocah di kemudian hari.

Singkat kata singkat cerita, setelah mengikuti serangkaian test, dan memenuhi segala syarat administrasi, si bocah itupun akhirnya terdaftar disana.

Madrasah Aliyah Negeri Sepuluh. Mungkin bukanlah nama sekolah yang terdengar gagah. Namun di sanalah ia akhirnya bertemu dengan (beberapa guru) juga gadis bermata teduh itu . Salah satu dari segelitir orang yang tidak pernah menganggapnya sebagai bocah bermasalah apalagi sampai menghakimi. Melalui kasih, gadis itu selalu mencoba untuk membuka mata si bocah lelaki.

Sesekali pertengkaran kecil diantara mereka memang terjadi, tapi si gadis tetap "menemani" si bocah lelaki untuk bisa melewati fase transisinya. Bersama-sama mereka khatamkan masa putih abu-abu yang sesingkat senja. Satu masa dimana bocah lelaki itu akhirnya menemukan madu termanis dalam siklus waktu. Satu tempat yang membuatnya kerap dihinggapi segala bentuk perasaan rindu.

Maaf, jika ini terdengar klise, tapi kini si bocah lelaki itu tak henti-henti mensyukuri, karena Tuhan telah membelokan beberapa rencana dan memberinya kesempatan kedua.

***

"Manusia bisa dikiaskan sebuah BUKU.
Cover depan adalah tanggal lahir.
Cover Belakang adalah tanggal kematian.
Tiap lembarnya adalah tiap hari dalam hidup kita dan apa yang kita lakukan.

Ada buku yang tebal dan ada buku yang tipis,
Ada buku yang menarik dibaca dan ada buku yang sama sekali tidak menarik.
Sekali tertulis tidak akan pernah bisa diedit lagi.

Tapi hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yang putih bersih, baru dan tiada cacat."
--Kgs.Muttaqien ZA.



(15062015)

Tersesat di Jalan yang Benar

"Kau tahu, hal kecil bisa mengubah hidupmu. Dalam sekedipan mata, sesuatu terjadi tanpa sengaja saat kau tidak menduganya, membuatmu ke arah yang tidak pernah kau rencanakan. Masuk ke masa depan yang tidak pernah kau bayangkan. Kemana akan membawamu. Itu perjalanan dalam hidup kita, pencarian kita kepada cahaya.

Tapi kadang... Menemukan cahaya mungkin artinya kau harus melewati kegelapan yang terdalam. Setidaknya itu yang terjadi padaku."

(Dalam film The Lucky One)



***



Akhirnya hujan hebat semalam yang sempat mereda menjadi rinai, kini benar-benar telah berhenti. Menyisakan sedikit genangan air di talang genting kantin. meninggalkan jejak embun di daun-daun tanaman rambat di taman-kolam belakang sekolah. Berdiri di teras lantai dua di depan ruang BK, kita bisa dengan jelas melihatnya. Senin pagi yang basah.

Semburat kuning mentari, cicit burung gereja yang hinggap di langit-langit atap gedung bertingkat sekolah kita, dan... Senyum sumringahmu -yang entah mengapa selalu menyukai semua hal tentang hujan- menjadi kabar baik di tengah-tengah kabar buruk perihal gagalnya rencana kunjunganku malam tadi ke rumahmu.

"Ngga apa-apa kok, aku ngerti..." Katamu sambil menarik kedua sudut bibir mengarah ke telinga kiri dan kanan membentuk lesung di pipi. Ceruk kecil itu yang kini berhasil memerangkap imajiku. Kupikir, kelak akan ada banyak sekali lelaki yang bisa tergelincir di sana bila tak hati-hati menatapmu.

Diantara gerutu beberapa siswa yang sepertinya tak senang, karena merasa hujan yang turun semalaman menjadi musabab mereka urung menggenapi akhir pekan dan merealisasi rencana-rencana yang seminggu lalu telah rapi tersusun, kamu justru tersenyum. Aneh.

Tapi alih-alih menjelaskan arti senyuman itu, kamu malah bercerita soal betapa cinta Tuhan kepada manusia kadang memang sulit untuk dimengerti. Membelokkan beberapa rencana mereka salah satunya.

"Kamu tahu Christopher Columbus?" Ujarmu, "Pada tahun 1492 dia mengangkat sauh kapal Santa Maria sebenarnya berencana ingin berlabuh ke Asia. Berminggu-minggu hingga genap dua purnama penuh, jauh mengarungi lautan, terombang ambing gelombang, diliputi ketakutan dan perasaan putus asa dari para awak kapalnya, Columbus akhirnya sampai pada sebuah daratan. 'Eurika!'. Awalnya ia berfikir telah berhasil menjejakkan kaki di India, tapi ia keliru, sebab tanah tempat dia berdiri saat itu ternyata adalah benua 'baru'. Tanah asing di masa itu yang saat ini dikenal sebagai benua Amerika. Columbus mungkin memang tersesat dari niat awal berangkat, tapi ekspedisi pelayaran itulah yang membuat namanya kini tercatat dalam tinta emas sejarah."

Hening sesaat, Kamu sodorkan choki-choki yang tadi kau beli di kantin belakang samping taman-kolam sekolah. Ini bagian yang kusuka, kamu bersungguh-sungguh cerita, aku mendengarnya sambil bersungguh-sungguh menyibukan diri menikmati choki-choki. Sungguh pembagian tugas yang sangat bijaksana. ^.^

"Kamu kenal Mel Gibson?" Lanjutmu, "Ah, pertanyaan bodoh. Kamu begitu tergila-gila pada film The Patriot yang diperankan dengan sangat heroik oleh aktor kawakan itu. Jadi tentu saja kau mengenalnya. Tapi apakah kamu tahu, jauh sebelum Mel Gibson terkenal sebagai aktor handal, di tahun 1979, George Miller dari Hollywood yang ketika itu memproduseri film Mad max, tengah mencari pemeran utama yakni, pria tangguh dengan bekas luka dan terlihat berpengalaman dalam pertarungan. Mel Gibson yang saat itu hanyalah seorang aktor Australia biasa dan tidak begitu dihiraukan berencana mengikuti audisi tersebut. Malang, sebab malam sebelum hari audisi, ia diserang oleh tiga orang pemabuk. Esoknya ia datang dalam keadaan babak belur dan penuh luka di sekujur tubuh. Tapi, aloha! Melihat Mel Gibson, Miller langsung menawarinya untuk bermain sebagai pemeran utama. Dari situlah kiprahnya di dunia peran mulai diperhitungkan banyak orang."

Hening lagi. Choki-chokiku habis, choki-chokimu masih. "Gue boleh minta lagi?" Celetukku sambil menunjuk choki-chokimu. Kamu tersenyum lagi. Menyodorkan choki-choki lagi. Lalu kita kembali ketugas masing-masing. Kamu bersungguh-sungguh cerita, aku mendengarkannya sambil bersungguh-sungguh menikmati choki-choki. Lagi. Bersungguh-sungguh memang pembendaharaan kata yang menyenangkan. Terberkatilah orang yang dulu pertamakali mengidentifikasikannya.

"Kamu suka brownies? Um... Maksudku selain pizza dan tahu gejrot yang katamu ajaib itu, apa kamu juga menyukai brownies yang sebenarnya adalah 'sebuah produk gagal'? ya, perlu kamu tahu, brownies itu 'penganan anomali'. Jadi konon, tersebutlah seorang koki --yang hingga detik ini namanya masih diselimuti kabut misteri-- hendak membuat bolu coklat. Disaat koki itu mencampur-adukkan semua bahan-bahan untuk membuat bolu, ia lupa memasukkan baking powder sebagai bahan pengembang kue dalam resep adonan. Alhasil, setelah matang terpanggang bolu coklatnya tidak mengembang seperti halnya kue-kue bolu pada umumnya. Tekstur kue bolu coklat yang harusnya lembut, tebal, dan banyak berpori, menjadi agak basah, padat dan Bantat. Tapi meski hasil dari sebuah kecelakaan, kini brownies menjadi penganan yang sangat di sukai banyak orang. Aku salah satunya."

Kali ketiga hening menjadi jeda. Choki-chokimu habis. Jangan tanya soal kabar choki-chokiku. Kau tahu betul bagaimana bersungguh-sungguh aku tadi dalam pembagian tugas kita.

"Yah, begitulah, kadang Tuhan memang sepertinya senang membelokan beberapa rencana kita, bahkan tak jarang cara Dia memberi keberuntungan dalam belokan itu nampak terlihat seperti sebuah kesialan. Namun meski begitu, teruslah berencana, letakan rencana-rencanamu di atas nampan pualam, dan cobalah untuk tetap bergerak dan bertindak, karena bagaimanapun, rencana-rencana yang dibelokan Tuhan menjadi sebuah keberuntungan berangkat dari sana. Ada beberapa belokanNya yang saat ini barangkali belum kita mengerti, tapi percayalah, belokan-belokan itulah yang pada akhirnya nanti akan membuat kita tak henti-henti untuk berterimakasih."

Hening menetap, tak lagi menjadi jeda seperti sebelumnya. Diam kemudian adalah hal yang sama-sama kita lakukan. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya bel sekolah berbunyi. Nyaring, melengking panjang dan tak sopan. Yah, Sudah waktunya kita beranjak masuk kelas. Hari ini guru fisika kita yang "Allahuakbar!" Itu sialnya berada di deret jadwal pelajaran paling pertama.







(10062019)

Kepada Gadis yang Gemar Melukis dengan Cahaya

Adalah sederhana yang menjadikan lukisanmu tentang senja yang jingga terasa begitu mempesona.



...Dan tersesat di galeri mini yang kau ciptakan dengan hati yang rekah, adalah alasan kenapa aku senang untuk berlama-lama terpaku di semestamu. Mencoba melihat, sama seperti apa yang dilihat mata kelabumu.

http://insideoutsidejournic.tumblr.com





(23052019)

Lilin yang Tak Pernah Padam

Jadi, sejauh ini sudah berapa lilinmu?
Maaf, dulu sempat ku curi satu. 

Ah, yah, bagaimana rasanya menjadi ibu?
Tentu menyenangkan, bukan? Sekarang kamu benar-benar memiliki alasan untuk menjadi lilin yang tak pernah padam.




(12052015)