Minggu, 13 Januari 2019

H2O

"Mereka yang tidak diinginkan dan tidak dicintai. Mereka yang berjalan di dalam dunia tanpa ada satu pun yang memperhatikan. Pernahkah kita pergi untuk menemui mereka? Pernahkah kita mengenal mereka? Pernahkah kita mencoba untuk menemukan mereka?"
--Bunda Teresa

"...Cemburu pada samudera Yang menampung segala..."
--Iwan Fals - Cemburu

***


Bagaimana pun bermasalahnya si bocah lelaki. Betapa pun banyaknya kekeliruan yang telah ia lakukan. Pada akhirnya selalu saja ada tangan terbuka dari gadis bermata teduh itu. Sama halnya seperti pelukan samudera, yang selalu rela menerima semua kiriman sampah dan limbah dari anak-anak sungai di segala penjuru dunia, gadis itu pun tak pernah menapik hitam residu hadirnya si bocah lelaki.

Barangkali untuk alasan itu kenapa Tuhan menganugerahi si gadis dengan hati seluas lautan melebihi luas daratan. Sebab saat manusia-manusia di darat sudah terlalu banyak merusak, maka selalu kesabaran laut yang menjadi penyeimbang agar "kiamat" tak datang terlalu cepat.

Tak bisa dipungkiri bahwa sesekali kesabaran si gadis menemukan ambang batas toleransi, sehingga letupan emosi tak dapat terelakkan. Tapi bukankah lautan juga kadang mengirimkan gelombang pasang? Tidak semata karena murka. Tapi lebih kepada peringatan keras, kadang-kadang memang mesti diberikan kepada si bocah lelaki saat sudah melampaui batas.

Meski begitu, setelah gelombang pasang berlalu, dan ketika waktu sudah cukup memberi jeda kepada hati yang lelah, Lagi-lagi pada akhirnya si gadis akan merentangkan kedua tangannya. Seperti rentangan pelangi setelah badai laut mereda.

Satu ketika, saat si bocah lelaki tengah berdiam diri di taman-kolam belakang sekolah, gadis bermata teduh itu menghampirinya. Lantas tanpa bersuara mensejajarkan duduk bersamanya. Tak tahan pada hening diantara mereka, membuat si bocah lelaki akhirnya membuka suara,

"Kenapa masih di sini? Tidakkah sebaiknya kamu pergi. Aku bukanlah teman yang baik untukmu."

Tanpa menoleh dan tetap menjuruskan pandangan pada air di kolam, gadis itu ringan menjawab, "Baik menurut siapa? Baik atau ngga itu bukan kamu yang menentukan."

Sejenak ia celupkan telapak tangan kanannya ke kolam, lalu mengangkatnya kembali. Setangkup air kini menggenang di telapak itu, dan setetes demi setetes mulai merembes dari sela-sela jemari lalu jatuh kembali ke kolam. Sebelum semua air benar-benar tiris, gadis itu menoleh sambil sedikit menjulurkan tangan, "Kamu masih ingat bagaimana proses kimia terjadinya air?"

Bergeming, si bocah lelaki tahu bahwa itu hanyalah pertanyaan retoris.

Gadis itu melanjutkan, "Yah, meski kerap ceroboh, tapi aku rasa kamu tidak terlalu bodoh. Jadi tentu saja kamu pasti masih mengingat pengantar ilmu kimia kita tempo lalu.

Hidrogen (H), salah satu unsur penting yang disediakan alam, adalah gas yang sangat ringan dan mudah terbakar. Meski memiliki potensi, membiarkan hidrogen sendirian amatlah rentan, mengingat sifatnya yang serupa bom waktu dan dapat mengancam kehidupan. Tapi akan lain cerita bila hidrogen melakukan fusi dengan oksigen (O), yang notabene adalah gas di udara yang diperlukan untuk keberlangsungan makhluk hidup. Karena ketika keduanya bertemu maka, Voila! Reaksi dua unsur berbeda itu pada akhirnya bisa menjadi satu senyawa baru yang sangat bermanfaat bagi manusia. H2O. Rumus kimia pembentuk air itu, semoga bisa sama-sama kita implementasikan di setiap lini kehidupan. "

Waktu seperti berhenti sesaat, memberi ruang dan kesempatan untuk si bocah lelaki mencerna apa yang didengarnya. Setangkup air di telapak tangan si gadis sudah sedari tadi kembali ketempat semula. Kini air kolam kembali tenang.

...

Membuat orang lain menjadi merasa penting dan dibutuhkan, serta kelapangan dada untuk merentangkan tangan guna bisa merangkul meski dalam perbedaan, adalah alasan kenapa gadis itu terlihat istimewa. Tidak hanya dari kacamata si bocah lelaki, tapi juga oleh semua orang yang beruntung karena pernah bertemu dan berada di lingkaran hidupnya.



fb14062016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar