Sabtu, 12 Januari 2019

Tersesat di Jalan yang Benar

"Kau tahu, hal kecil bisa mengubah hidupmu. Dalam sekedipan mata, sesuatu terjadi tanpa sengaja saat kau tidak menduganya, membuatmu ke arah yang tidak pernah kau rencanakan. Masuk ke masa depan yang tidak pernah kau bayangkan. Kemana akan membawamu. Itu perjalanan dalam hidup kita, pencarian kita kepada cahaya.

Tapi kadang... Menemukan cahaya mungkin artinya kau harus melewati kegelapan yang terdalam. Setidaknya itu yang terjadi padaku."

(Dalam film The Lucky One)



***



Akhirnya hujan hebat semalam yang sempat mereda menjadi rinai, kini benar-benar telah berhenti. Menyisakan sedikit genangan air di talang genting kantin. meninggalkan jejak embun di daun-daun tanaman rambat di taman-kolam belakang sekolah. Berdiri di teras lantai dua di depan ruang BK, kita bisa dengan jelas melihatnya. Senin pagi yang basah.

Semburat kuning mentari, cicit burung gereja yang hinggap di langit-langit atap gedung bertingkat sekolah kita, dan... Senyum sumringahmu -yang entah mengapa selalu menyukai semua hal tentang hujan- menjadi kabar baik di tengah-tengah kabar buruk perihal gagalnya rencana kunjunganku malam tadi ke rumahmu.

"Ngga apa-apa kok, aku ngerti..." Katamu sambil menarik kedua sudut bibir mengarah ke telinga kiri dan kanan membentuk lesung di pipi. Ceruk kecil itu yang kini berhasil memerangkap imajiku. Kupikir, kelak akan ada banyak sekali lelaki yang bisa tergelincir di sana bila tak hati-hati menatapmu.

Diantara gerutu beberapa siswa yang sepertinya tak senang, karena merasa hujan yang turun semalaman menjadi musabab mereka urung menggenapi akhir pekan dan merealisasi rencana-rencana yang seminggu lalu telah rapi tersusun, kamu justru tersenyum. Aneh.

Tapi alih-alih menjelaskan arti senyuman itu, kamu malah bercerita soal betapa cinta Tuhan kepada manusia kadang memang sulit untuk dimengerti. Membelokkan beberapa rencana mereka salah satunya.

"Kamu tahu Christopher Columbus?" Ujarmu, "Pada tahun 1492 dia mengangkat sauh kapal Santa Maria sebenarnya berencana ingin berlabuh ke Asia. Berminggu-minggu hingga genap dua purnama penuh, jauh mengarungi lautan, terombang ambing gelombang, diliputi ketakutan dan perasaan putus asa dari para awak kapalnya, Columbus akhirnya sampai pada sebuah daratan. 'Eurika!'. Awalnya ia berfikir telah berhasil menjejakkan kaki di India, tapi ia keliru, sebab tanah tempat dia berdiri saat itu ternyata adalah benua 'baru'. Tanah asing di masa itu yang saat ini dikenal sebagai benua Amerika. Columbus mungkin memang tersesat dari niat awal berangkat, tapi ekspedisi pelayaran itulah yang membuat namanya kini tercatat dalam tinta emas sejarah."

Hening sesaat, Kamu sodorkan choki-choki yang tadi kau beli di kantin belakang samping taman-kolam sekolah. Ini bagian yang kusuka, kamu bersungguh-sungguh cerita, aku mendengarnya sambil bersungguh-sungguh menyibukan diri menikmati choki-choki. Sungguh pembagian tugas yang sangat bijaksana. ^.^

"Kamu kenal Mel Gibson?" Lanjutmu, "Ah, pertanyaan bodoh. Kamu begitu tergila-gila pada film The Patriot yang diperankan dengan sangat heroik oleh aktor kawakan itu. Jadi tentu saja kau mengenalnya. Tapi apakah kamu tahu, jauh sebelum Mel Gibson terkenal sebagai aktor handal, di tahun 1979, George Miller dari Hollywood yang ketika itu memproduseri film Mad max, tengah mencari pemeran utama yakni, pria tangguh dengan bekas luka dan terlihat berpengalaman dalam pertarungan. Mel Gibson yang saat itu hanyalah seorang aktor Australia biasa dan tidak begitu dihiraukan berencana mengikuti audisi tersebut. Malang, sebab malam sebelum hari audisi, ia diserang oleh tiga orang pemabuk. Esoknya ia datang dalam keadaan babak belur dan penuh luka di sekujur tubuh. Tapi, aloha! Melihat Mel Gibson, Miller langsung menawarinya untuk bermain sebagai pemeran utama. Dari situlah kiprahnya di dunia peran mulai diperhitungkan banyak orang."

Hening lagi. Choki-chokiku habis, choki-chokimu masih. "Gue boleh minta lagi?" Celetukku sambil menunjuk choki-chokimu. Kamu tersenyum lagi. Menyodorkan choki-choki lagi. Lalu kita kembali ketugas masing-masing. Kamu bersungguh-sungguh cerita, aku mendengarkannya sambil bersungguh-sungguh menikmati choki-choki. Lagi. Bersungguh-sungguh memang pembendaharaan kata yang menyenangkan. Terberkatilah orang yang dulu pertamakali mengidentifikasikannya.

"Kamu suka brownies? Um... Maksudku selain pizza dan tahu gejrot yang katamu ajaib itu, apa kamu juga menyukai brownies yang sebenarnya adalah 'sebuah produk gagal'? ya, perlu kamu tahu, brownies itu 'penganan anomali'. Jadi konon, tersebutlah seorang koki --yang hingga detik ini namanya masih diselimuti kabut misteri-- hendak membuat bolu coklat. Disaat koki itu mencampur-adukkan semua bahan-bahan untuk membuat bolu, ia lupa memasukkan baking powder sebagai bahan pengembang kue dalam resep adonan. Alhasil, setelah matang terpanggang bolu coklatnya tidak mengembang seperti halnya kue-kue bolu pada umumnya. Tekstur kue bolu coklat yang harusnya lembut, tebal, dan banyak berpori, menjadi agak basah, padat dan Bantat. Tapi meski hasil dari sebuah kecelakaan, kini brownies menjadi penganan yang sangat di sukai banyak orang. Aku salah satunya."

Kali ketiga hening menjadi jeda. Choki-chokimu habis. Jangan tanya soal kabar choki-chokiku. Kau tahu betul bagaimana bersungguh-sungguh aku tadi dalam pembagian tugas kita.

"Yah, begitulah, kadang Tuhan memang sepertinya senang membelokan beberapa rencana kita, bahkan tak jarang cara Dia memberi keberuntungan dalam belokan itu nampak terlihat seperti sebuah kesialan. Namun meski begitu, teruslah berencana, letakan rencana-rencanamu di atas nampan pualam, dan cobalah untuk tetap bergerak dan bertindak, karena bagaimanapun, rencana-rencana yang dibelokan Tuhan menjadi sebuah keberuntungan berangkat dari sana. Ada beberapa belokanNya yang saat ini barangkali belum kita mengerti, tapi percayalah, belokan-belokan itulah yang pada akhirnya nanti akan membuat kita tak henti-henti untuk berterimakasih."

Hening menetap, tak lagi menjadi jeda seperti sebelumnya. Diam kemudian adalah hal yang sama-sama kita lakukan. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Sampai akhirnya bel sekolah berbunyi. Nyaring, melengking panjang dan tak sopan. Yah, Sudah waktunya kita beranjak masuk kelas. Hari ini guru fisika kita yang "Allahuakbar!" Itu sialnya berada di deret jadwal pelajaran paling pertama.







(10062019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar