Rabu, 13 Maret 2019

Petrichor (masih orisinal minus edit)

“Hidup ini jangan dibiasakan menikmati yang instan-instan, Le, jangan mau gampangnya saja. Hal-hal terbaik dalam hidup justru seringnya harus melalui usaha yang lama dan menguji kesabaran dulu.”
Critical Eleven – Ika Natassa

***


Siang itu hujan. Dan seperti yang sudah-sudah, bagi sebagian orang setiap butir rintiknya tak lain adalah kantung-kantung kecil pembawa pesan yang menyimpan kenangan. Tak terkecuali aku yang langsung mengingatmu saat aroma petrichor seketika merebak sejak tetesan pertama hujan memeluk tanah kerontang. Dulu aku menyukai hujan karena kehadirannya serupa hilal menjelang hari raya. Menjadi pertanda bahwa lebaran tak bisa lagi ditunda-tunda. Sebab setelah hujan ini reda, sangat mungkin sekali sore nanti, atau barangkali esok harinya aku bisa menikmati tahu gejrot lebih banyak dari porsi biasanya.

Bagimana bisa?

Ya, sebagai salah seorang dari beberapa bocah yang tak memiliki banyak uang jajan, selain mesti pandai-pandai menakar pengeluaran, sudah barang tentu mencari uang saku tambahan adalah opsi paling masuk akal bagi kami yang ingin merasakan “lebaran” sesering mungkin. Menjadi loper koran, membantu menjajakan penganan kecil yang dijual bulik belakang rumah, mengikuti lomba-lomba tujuh belas Agustus-an demi hadiah satu-dua lusin buku tulis yang nantinya bisa dijual kembali, atau menawarkan jasa ojek payung saat hujan datang, adalah beberapa dari sekian banyak cara menyiasati bagaimana mendapatkan uang jajan lebih.

Dari beragam cara mendulang rezeki, menjadi bocah penjaja jasa ojek payung bisa dibilang merupakan perihal yang paling aku suka. Sederhana saja alasannya, uang yang didapat relatif lebih banyak dan aku bisa melakukan “pekerjaan” itu sambil bermesraan dengan hujan. Sebab seperti yang sama-sama telah kita ketahui, bahwa bermain hujan adalah kebahagiaan tak terbantahkan, bagi seorang bocah yang kala itu belum berteman karib dengan gadget dan segala rupa akun maya. Matursuwun sanget, Gusti.

Jadi begitulah. Saat sebagian orang dewasa merutuki hujan karena merasa kedatangannya kerap -seperti tahu bulat digorengnya mendadak, dan membuat aktivitas mereka akhirnya terhambat, kornea di mataku justru melihat bayangan rintik-rintik hujan tak lain adalah koin-koin rupiah yang sengaja Tuhan jatuhkan dari langit. Dan aku bisa menangkapnya seperti tengah bermain coin catch di android. Ini perkara asyik seasyik-asyiknya kegiatan sepulang --atau sebelum berangkat sekolah bila kebetulan aku tengah mendapatkan jadwal sekolah siang.

Tapi itu dulu sekali jauh sebelum aku bertemu kamu. Karena semenjak mengenalmu aku memiliki perspektif baru dalam menangkap hikmah tentang hujan. Tak lagi hanya melihat dari sisi “ekonomis” bahwa; hujan adalah cara Tuhan menjatuhkan koin-koin uang bagi bocah-bocah ojek payung pada masyarakat urban. Perkara hujan juga bisa dilihat dari perspektif akademis dan filosofis.

Waktu itu sepulang sekolah, kita sama-sama tengah berteduh di beranda pos jaga di gerbang pintu masuk sebuah perumahan kelas A. Jelas aku mengingat ini lekat-lekat sebab hari itu kali pertama aku bisa benar-benar dekat denganmu. Bayangkan, jarak kita berdiri hanya disekat seragam putih abu-abu yang baru kita kenakan satu pekan. Dan duh, Gusti. Bahkan bahumu yang sesekali menyentuh bahuku, nyaris membuatku semaput kunang-kunang ingin pingsan. Kikuk musti berbuat apa sambil menunggu hujan reda, untung saja tiba-tiba kamu membuka suara,

“Hujan itu menarik, yah?”

Ya. kamu memang sangat menarik. “eh, oh, kok? Oh, yah? Kenapa?” heh, tolol! Tak usah jadi tergagap.

“Dilihat dari perspektif akademis –dalam hal ini ilmu bumi, kamu tahu bagaimana siklus hujan terjadi?”

Ah, ya kalau dilihat dari posisi ini, kamu tak hanya sekedar menarik tapi juga pintar dan cantik. Aku haiqul yakin Tuhan sangat peduli pada estetika waktu menciptakanmu. “Umm… Ngga. Memangnya gimana?” Heh, tolol! Jawaban apa itu?

“Jadi, siklus hujan dimulai karena efek dari terik matahari, membuat air yang terdapat di bumi menguap ke angkasa. Uap air yang terangkat itu membentuk awan padat. Lalu bersama butir-butir debu, angin datang bersatu dengan awan menimbulkan perbedaan tekanan udara. Awan-gemawan terus mengembang saling berdesak hingga pada saatnya nanti menemukan titik jenuh, dan akhirnya jatuh menjadi hujan seperti sekarang ini. Eh, Penjelasanku rumit, yah?”

Menarik, pintar, cantik, rumit. Hayo apalagi keunggulan kualitasmu? “Iyah. Rumit.” Astaga! Ketololan macam apalagi ini? Tidakkah aku seharusnya mencari padanan kata yang lebih santun dan tak menyinggung?

“Ah, ngga apa-apa. Dulu aku pun ngga langsung paham dengan teori siklus hujan ini. Nanti kupinjami buku yang ada ilustrasinya.”

Oke. Tambah satu lagi keunggulanmu: Baik.

“Kamu bisa menangkap inti pembelajaran terjadinya hujan ini dari perspektif filosofis?”

“Ummm….” Tak menjawab aku hanya menggeleng singkat. Fix sudah. Ketololanku takkan tertolong lagi kali ini.

“Intinya adalah proses. Melalui hujan, semesta seperti sedang mengajarkan, bahwa semua perkara memang ngga terjadi begitu saja. Bahwa air hujan ngga terjadi dengan serta merta. Ada proses panjang di sana. Dijerang panas matahari, terombang ambing angin, hingga berdesak sesak karena mendapat tekanan udara, membuat air pada akhirnya bisa menjadi hujan. Dan ini yang ngga kalah penting untuk dijadikan bahan kontemplasi, meskipun nantinya ada saja orang yang merutuki kehadirannya, ia akan tetap terus menerus melakukan siklus itu. karena hujan tahu, tanpa kehadirannya bumi ngga akan lagi menjadi tempat yang nyaman dan layak untuk ditinggali.”

Ah, aku pun rela dijerang panas matahari, diombang-ambing angin, dan sesak nafas sampai nyaris meledak karena tertekan, kalau memang dengan begitu aku bisa selalu dekat denganmu. Ampun, Gusti… aku ini lagi kenapa, sih?

“eh, hujannya reda. Pulang, yuk.” Ujarmu menutup percakapan kita sambil bergegas mengambil langkah.

Tak kurang dari dua ratus meter lagi kita akan sampai di depan pintu rumahmu. Hujan menyisakan rintik-rintik halus serupa jemari remaja kasmaran, yang mencoba menenangkan si jantung hati dengan membelai damai ubun-ubun kepala setelah resah dilanda badai. Di persimpangan yang juga menjadi batas akhir jalan beraspal hitam, sejenak langkah kita terhenti. Sedikit mendongakan kepala, kini di langit utara terlihat selengkung pelangi dengan beragam spektrum warna yang memikat penuh impresi. Sekejap terpelesat sebuah tanya, untuk alasan inikah hujan lebat tadi?



fb11082016

Vanadium

“Logam vanadium (V) banyak dibutuhkan dalam industri baja. Penggunaan baja yang mengandung vanadium adalah untuk keperluan poros-poros atau bagian mesin lainnya yang membutuhkan ketahanan terhadap rekangan dan tarikan. Dalam industri kimia vanadium dipergunakan sebagai katalisator untuk pengganti platina. Industri lainnya yang memerlukan vanadium adalah cat, keramik dan percetakan. Di Indonesia tambang vanadium belum ada yang tertarik untuk mengusahakan.”
Dalam buku Geologi Mineral Logam - Sukandarrumidi

***


Mblo, kadang berkeras hati itu penting. Maksud keras hati di sini bentuk dari sikap keteguhan hati yang mengarah pada hal positif. Yang mampu memberi dampak manfaat buat kemaslahatan umat. Bukan semacam kerasnya hati (oknum) terong-terongan yang demi menarik perhatian cabe-cabean, udah dibilangin gosah caper geber-geber motor seenak udelnya, eh… tapi masi aja mBatu. Sampe racauan ini diposting ke efbi, gue udeh gak ngerti lagi dah sama terong-terong model begini. Hih. (eh, ghibah yak?) :(

Kenapa keras hati itu penting?

Merujuk pada answers.yahoo.com keras hati dapat diartikan; berpendirian teguh. Sementara menurut kamus-internasional.com keras hati berarti; pantang menyerah. Sedangkan bila menyatut dari www.kamusbesar.com keras hati memiliki arti; tidak lekas putus asa untuk mendapatkan yang dicita-citakan. Dan terakhir, melihat dari pengalaman gue selama ini keras hati itu tak lain adalah; salah satu tabiat kamu.

Dari definisi-definisi di atas maka bisa ditarik satu kesimpulan, bahwasanya keras hati ialah; sikap berpendirian teguh dan pantang menyerahnya aku, sehingga tidak lekas putus asa dalam upaya mendapatkan yang dicita-citakan, yaitu: kamu.

Astaghfirullahaladzim…

Okeh, Okeh, serius dikit. Sederhananya jangan pernah berani bermimpi terlalu tinggi kalok semisal gak ada bakat atau gak ada niat buat berkeras hati mewujudkan mimpi itu. Sebab keras hati adalah energi penggerak yang akan menunjukan fungsi krusialnya saat keadaan terasa sulit dan tak bersahabat. Singkat kata, mimpi tanpa adanya keras hati sama dengan ilusi. Dan itu ironi. Untuk mempermudah baiknya langsung ke contoh kasus:

Pada tahun 1801, Andres Manuel Del Rio, seorang ahli pertambangan Meksiko asal Spanyol berhasil mengekstrak suatu logam dari sampel bijih timbal berwarna coklat, Vanadinite. Pada awalnya dia menamakan unsur itu panchromium sebab logam tersebut terlihat memiliki aneka warna. Namun kemudian Del Rio mengganti nama unsur tersebut menjadi erythonium karena saat dipanaskan logam itu berubah warna menjadi merah.

Ealah, Aduhai! Seribu Kali Sayang kalok kata judul lagu grup musik Iklim, pada tahun 1805 seorang ahli kimia Prancis, Hippolyte Victor Collet-Descotils bersama Baron Alexander von Humboldt menyatakan bahwa unsur yang ditemukan oleh Del Rio itu hanyalah krom yang tidak murni. Sehingga kagak layak dimasukin ke dalem tabel unsur. Dan ini yang bikin gue bingung, secara, Del Rio terlahir di konstelasi zodiak scorpio yang umumnya tidak mudah menyerah pada keadaan, penuh hasrat, dan gak mau terlihat lemah. ndilalah kok ya, doi dengan mudahnya langsung begitu aja percaya dan menerima kesimpulan dari kedua orang tersebut. Del Rio gak mencoba untuk mencari tahu lebih lanjut atau menguji ulang temuannya itu pada ahli kimia lain. Kok yah gak Scorpio bingit. *ngulek buku zodiak jadi rujak
Yah… Bisa jadi ketika itu doi mungkin mbatin, “Duh, dua lawan satu. Udah salah aja ini mah gue.” Ujung-ujungnya Del Rio pun menarik kembali pernyataan mengenai temuannya itu. sayang sekalih sodarah-sodarah.

Tapi kebenaran –meski kadang rada muter di pengkolan depan, pada akhirnya memang selalu menemukan jalan, sebab persis seperti yang diungkapkan Caleb CC bahwa, “Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu…” akhirnya pada tahun 1831 seorang kimiawan bernama Nils Gabriel Sefstrom menemukan kembali unsur yang sebenarnya sudah ditemukan oleh Del Rio itu. Namun tidak dinamai panchromium atau erythonium seperti maunya Del Rio, Sefstrom lebih memilih nama unsur V, yang saat itu belum digunakan pada unsur lain. Karena senyawa logam ini memiliki aneka warna yang cantik, dan mengingatkannya pada Dewi Vanadis yakni Dewi kecantikan dan kesuburan Skandinavia, ia pun mematenkan unsur ini dengan nama: Vanadium.

See,

Udah dapet poin pembelajaran dari temuan vanadium ini? Yup, Tul banget! Setelah dipikir-pikir unsur berwarna cantik ini emang lebih kece kalok dinamain Vanadium. #Lha?
*ditoyor



fb04082016

Korelasi Tahu Gejrot dan Kiamat yang Tak Usah Terlalu Dipercaya

Semisal ada yang iseng-iseng nanya, dalam skala 0 sampe 10, seberapa besar saya bahagia karena bisa makan tahu gejrot? maka jawaban saya adalah: 100!

Hiperbola?

Bodo amat. Lagian persetan sama statistik dan angka-angka. Pokonya selama eksistensi tahu gejrot yang pedesnya gak becanda masi ada, dengan proporsi keasaman dan manisnya masi tetap terjaga, maka itu bisa jadi pertanda kalok kiamat belom akan datang dalem waktu dekat. jadi tentu itu kabar yang sangat-sangat-sangat bahagia. Wis ngono wae.



fb31072016

Mencintai Badai

“…Kau harus mencintai badai.
Demi pelangi, berharaplah hujan menyakitimu.”
-Menunggu Pelangi (Dalam sekumpulan puisi: Jiwa Putih – Sarasdewi.)

***


Pertengahan semester kelas dua. Siang itu kita sama-sama duduk di salah satu sudut perpustakaan sekolah. Setelah pagi harinya aku didamprat seorang guru dan dikeluarkan dari kelas, lantaran pada pertemuan sebelumnya dengan sengaja mangkir tak mengikuti ulangan harian dengan alasan sangat konyol, yang mungkin baru kali pertama kamu dengar: “Sedang malas mikir.”

Asu! Alasan macam apa itu?

Aku berkilah –meski ini sama sekali tidak bisa dibenarkan- kabar mengenai kekalahan tim sekolah kita dalam kompetisi mading antar SMA, yang diprakarsai oleh salah satu intitusi perguruan tinggi ternama di Jakarta, membuatku tiba-tiba kehilangan percaya diri dan tak berselera pada apapun. Termasuk mengikuti ulangan harian yang sudah dijadwalkan. Dangkal memang.
Tapi mendengar alasanku yang kekanak-kanakan itu, alih-alih ikut naik pitam seperti guru kita tadi, kamu justru tertawa. Yah, Kekonyolanku kali ini memang sudah masuk kategori tolol tingkat jahiliyah milenia tiga. Tertawalah.

Beberapa jenak tawamu reda. Sambil menatap langit melalui kaca jendela, kamu lantas berseloroh, “Cuaca cerah itu menyenangkan, yah?”

“hmm?” Merasa heran pada air mukamu yang seketika berubah, membuatku hanya bisa bergumam begitu.

“Lahir di kota Bonn, Jerman. Pada tahun 1770.” Ujarmu setelah menunggu gumamanku yang tak juga menjadi kalimat sempurna. “dan hidup di tengah-tengah keluarga musisi, menjadikan Beethoven tak asing dan berteman karib dengan komposisi musik. Kamu tahu riwayat hidup Beethoven ini?”

Tak menjawab aku hanya menggeleng singkat.

Kamu melanjutkan, “Mendapat gemblengan sedari kecil oleh ayahnya berjam-jam lamanya setiap hari, membuat kepiawaian Beethoven bermain piano tak perlu disangsikan lagi. Meski tak seajaib Mozart yang di usia sangat belia telah lincah memainkan jemari di atas tuts-tuts piano tingkat maestro, namun sejarah mencatat, Beethoven merupakan salah satu tokoh di bidang musik dan okestra paling berpengaruh di dunia. Yang komposisi-komposisi musiknya telah menginspirasi komponis-komponis setelahnya, dan bahkan karya-karyanya itu tetap didengarkan oleh banyak orang hingga saat ini.

“Fur Elise, Moonlight sonata, dan Pastorale sonata adalah segelintir dari banyaknya karya yang sudah dihasilkan Beethoven muda. Pada masa ini ia dikenal sangat produktif dalam menggubah komposisi musik, tak mengherankan jika pada akhirnya ia mendapat dukungan dari pangerang Franz dan beberapa tokoh bangsawan pada zamannya.” Kau berhenti sebentar, mengalihkan pandangan dari jendela, lalu menumbuk mataku.

“Ya, tapi Tuhan memang tak pernah menjanjikan cuaca akan selalu cerah, Sesekali mendung hitam datang menjadi hujan yang suram. Membuatmu dihinggapi ketakutan-ketakutan yang mungkin tak terjelaskan. Tak mengapa jika kamu sedikit takut, karena seorang pemberani bukanlah orang yang tak pernah merasa takut. Dia adalah orang yang tak pernah membiarkan ketakutan-ketakutan menguasai hidupnya.

“Kurang lebih seperti itu yang dialami Beethoven. Pada pertengahan tahun 1801, akibat menderita otosklerosis, ia mulai kehilangan pendengarannya perlahan-lahan. Menjadi tuli bagi seorang komponis yang tengah menanjak di puncak karirnya, sudah barang tentu membuat ia sangat depresi, ditambah masalah krisis keuangan yang tengah dihadapi membuatnya semakin tertekan. Bahkan pada masa ini kisah asmara Beethoven dengan seorang gadis idamannya pun kandas begitu saja.

“Seperti jatuh tertimpa tangga lantas tersuruk di sebuah lubang dalam, sejak saat itu ia mulai menarik diri dari kehidupan sosial. Menjadi penyendiri karena kehilangan rasa percaya diri. Lantas menghabiskan hari-harinya dalam kemuraman hati. Komponis muda dengan talenta luar biasa tapi menjadi tuli seketika, terdengar ironis bukan? “

Masih dengan diam aku mengangguk ragu.

Kau kembali mengedarkan pandang keluar jendela, “Percayalah setelah mendung dan hujan ini berlalu, kamu akan tahu betapa indah komposisi spektrum warna pelangi.

“Dan beruntunglah Beethoven karena tak membawa kemuramannya itu hingga mati. sebab pada akhirnya ia menyadari bahwa kesedihannya selama ini hanyalah kesia-siaaan. Ia mulai berbenah kembali, meski pendengarannya semakin memburuk dan nantinya karya-karyanya itu tak bisa didengarkannya sendiri, ia tak peduli. Beethoven melanjutkan dan menggubah ulang komposisi musik yang sempat tertunda. Jauh berbeda dari komposisi musik sebelumnya, setelah melewati “masa muram”, Symphony No.5 Beethoven diakui banyak kalangan sebagai simfoni yang memulai gaya baru, karena pada simfoni kali ini memiliki tempo nada seperti mars. Hal yang tak pernah terjadi pada masa-masa sebelum Beethoven. Selain itu ia juga mulai menggubah piano sonata-nya yang paling revolusioner. Hal itu sungguh merupakan sebuah lompatan besar yang menjadikannya kelak ditasbihkan sebagai tokoh paling penting, dalam masa peralihan antara Zaman Klasik dan Zaman Romantik.

“Puncaknya pada 7 Mei 1824. Beethoven yang meski saat itu telah tuli total, sukses besar mementaskan Missa Solemnis beserta Simphony No.9 yang diadakan di Wina.
Jika pelangi adalah hadiah tersembunyi untuk manusia yang diberikan Tuhan setelah hujan. Maka sejatinya Simphony No.9 tak lain adalah pelangi bagi seorang komponis kenamaan: Ludwig van Beethoven.

“Kamu tidak usah dan memang tidak akan pernah bisa jadi seperti Beethoven, tapi aku rasa ada pelajaran penting yang bisa kamu petik dari riwayat hidupnya ini. Kamu punya badaimu sendiri. Jadi tentu saja kamu punya pelangimu sendiri. Temukan itu.”

Jujur saja, Ketika itu aku belum benar-benar mengerti maksudmu. Tapi kelak menjelang akhir studi kita aku baru menyadari maksud “pelangi” itu. Karena ternyata kompetisi mading ini tak datang sekali.




fb28072016

Daisy

“Cinta tak terucap –itulah cinta paling agung yang dapat dikenali siapa pun. Sebentuk cinta altruistik, yang diberikan tanpa berharap balas. Sebuah cinta tanpa alasan, tanpa pamrih, tanpa permintaan jawaban dan balasan.”
Notes From Heart - Hoeda Manis


***


“Bunga bisa mengantarkan cinta. Tetapi juga bisa mengantarkan kematian. Aku mulai menanam bunga dan dia melukis. Aku harap ini bisa membantuku. Menghilangkan bau mesiu padaku. Tapi bau jauh di dalam jiwaku tidak bisa hilang.”

Adalah Park Yi, seorang pembunuh bayaran profesional yang menggunakan bunga lili hitam sebagai pesan kematian. Suatu hari tanpa sengaja ia bertemu Hye Young, seorang gadis manis nan lembut yang bekerja sebagai penjaga toko barang antik milik kakeknya di Amsterdam. Selain menjaga toko, ia juga menyambi sebagai artis jalanan yang melukis potret bagi para turis yang sedang berpelesir di negeri kincir angin tersebut.

“Aku ingat hari pertama melihatnya. 15 April. Hari setelah aku membunuh seorang laki-laki untuk pertama kalinya.”

Ketika itu musim semi. Hye Young yang saat itu baru selesai melukis hamparan bunga daisy untuk sebuah pameran, hendak kembali pulang dengan menyebrangi sebatang pohon, yang dijadikan sebagai jembatan di atas sebuah sungai. Celaka, Hye Young terpeleset dan jatuh ke sungai yang tak seberapa dalam tersebut. Meski tak cedera, ia kehilangan seperangkat alat lukisnya karena hanyut terseret arus. Park Yi yang melihat hal itu dari kejauhan bergegas berlari dan menceburkan diri guna mengambil peralatan lukis tersebut.

Ia tahu bahwa Hye Young akan kembali ke padang daisy itu untuk melukis lagi, dibantu beberapa tukang kayu ia lalu membangun jembatan sederhana, agar nantinya gadis itu tidak kesulitan saat harus menyebarangi sungai.

Benar saja, keesokan harinya Hye Young kembali, sebenarnya ia ingin mengambil jalan memutar karena khawatir terjatuh lagi di sungai itu, tapi ia terkejut, ketika melihat sebatang pohon yang kemarin ia lalui telah berubah menjadi jembatan yang jauh lebih aman untuk dilewati. Awalnya ia berfikir itu kebetulan yang menyenangkan. Tapi ia terperanjat saat mendapati peralatan lukisnya yang kemarin hanyut kini tergantung di penampang tangan jembatan. Ia tak tahu siapa sosok penyelamatnya. Tapi ia yakin jembatan itu dibangun untuknya. Sebagai tanda terima kasih, ia lantas meninggalkan salah satu lukisan padang daisy di sana.

“Setelah itu, aku mulai mengantarkan bunga daisy kepadanya setiap hari. Karena dia, aku belajar tentang Van Gogh, Monet, dan Rembrandt.”

Tepat setiap pukul 04.15 sore, diam-diam Park Yi selalu mengirimi bunga daisy kepada Hye Young. Dengan diam-diam pula ia kerap mengamati gadis itu dari kejauhan. Hari-harinya dihabiskan di dalam sebuah kamar yang sengaja ia sewa karena posisi jendela kamar itu menghadap tepat ke arah Hye Young, yang biasa duduk di tengah lapangan menunggu para turis yang berminat menggunakan jasa lukisnya. Kadang sedikit konyol karena ia bertingkah membebek setiap gerak gerik gadis yang sudah membuatnya jatuh hati itu.

Hye Young tak pernah tahu siapa gerangan sosok yang kerap mengiriminya bunga daisy itu. Yang ia tahu bunga daisy memiliki arti; cinta yang tersembunyi. Meski begitu Ia percaya bahwa suatu hari sosok misterius pengirim bunga daisy itu akan menunjukan jati dirinya. Ia penasaran sekaligus senang di saat yang bersamaan. Ia merasakan sebentuk cinta yang tak terjelaskan.

“Siapa laki-laki itu? Seseorang membuatnya tersenyum?”

Satu ketika seorang lelaki berdiri di depan Hye Young, dan sedikit tergagap meminta ia melukis potret untuknya. Dengan bunga daisy di genggamannya ditambah tindak tanduk yang nampak tak wajar, membuat Hye Young mengira bahwa lelaki itulah sosok yang selama ini mengiriminya bunga daisy. Tapi Hye Young tak tahu bahwa ia keliru, sebab lelaki yang baru ditemuinya itu sebenarnya adalah Jeong Woo, seorang interpol yang sedang menyelidiki kasus jaringan narkoba Asia-Eropa, dan tengah memanfaatkan Hye Young untuk bisa mengamati sarang gembong narkoba yang ada di sana.
Selanjutnya Jeong Woo kerap bertemu Hye Young untuk melukis potret dirinya sebagai kedok penyamaran. Dan belakangan ia benar-benar jatuh hati pada gadis itu.

Sementara dari dalam kamarnya, Park Yi masih terus mengamati Hye Young. Baginya, selama gadis yang dicintainya bisa terus tersenyum dan bahagia meski tak bersamanya itu bukanlah masalah. ia akan selalu tetap senang meski hanya bisa mencintai Hye Young diam-diam.

Sampai suatu hari terjadilah inseden baku tembak di lapangan itu. Terserempet peluru pada bagian leher membuat Hye Young harus rela kehilangan suaranya. Merasa bersalah, Jeong Woo mencoba menghilang dari kehidupan Hye Young. Tapi hal itu justru membuat gadis itu sangat terpukul.

“Dia tampak begitu sedih. Jadi aku tak bisa tinggal diam lagi.”

Mengetahui Hye Young amat berduka kehilangan Jeong Woo, membuat Park Yi akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari “persembunyiannya”. Ia mulai kerap menemui Hye Young. Menjemputnya saat ia pulang, mengajaknya makan malam, bahkan menemaninya mencari keberadaan Jeong Woo. Park Yi masih menutup jati dirinya sebagai lelaki yang sebenarnya kerap mengirimi Hye Young bunga daisy. Baginya, selama ia bisa berteman dengan Hye Young dan selama gadis itu masih berada dalam jangkauannya, hal itu sudahlah cukup.
Hingga satu ketika, saat Park Yi tengah berada di rumah Hye Young, tiba-tiba datanglah Jeong Woo kembali mengetuk pintu…

Bagaimana kisah selanjutnya? Silakan tonton sendiri film ini selengkapnya. :)))

“DAISY’
Genre: Drama + Action
Pemeran : Jeon Ji-Hyeon, Jeong Woo-Seong, Lee Song-Jae
Sutradara : Andrew Lau
Skenario : Felix Chong
Studio : I Film Co Ltd
Durasi : 110 menit
Rilis : Tahun 2006




21072016

Aku Tahu Aku Tidak Tahu

"Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa."
--Socrates


***


Mblo, apa kabar? udah ngucapin met lebaran buat mantan? Asalkan cuma demi menyambung tali silaturahmi ya gak apa-apalah, yah. Gak dosa. Yang dosa itu berlebaran tapi sambil mengkampret-kampretkan suami doi, cuman lantaran mantan kalean sekarang ini kok jadi keliatan kurusan, terus dengan lancang mengumpat, “Itu suamimu ngasih makan kamu dengan asupan gizi yang baik dan terpuji gak sih? Suamimu pasti gak bisa ngalah ngadepin kamu yang keras kepala. Dan ituh, aduh kenapa muka kamu kuyu gitu? macam buruh kurang istirahat yang dieksploitasi melulu.” Duh, jangan sampe sebegitunya ya mblo. Jangan dah pokonya. Biarkan mantan kalean berbahagia dengan caranya. Deal?

Mengingat ini udah di pertengahan tahun 2016, dan gerhana matahari total baru aja terjadi di sebagian wilayah Indonesia, mungkin udah saatnya bagi kita untuk mulai menata ulang perasaan ke doi –yah, gak ada variabel signifikan antara tahun 2016, gerhana matahari sama status jomblo memang. Ini semata-mata guna menyayap kalimat mukadimah gue yang dilihat dari metodologi manapun sangat amat kaga ada akademisnya pisan.

Oke, balik ke perihal kembali menata ulang perasaan kita pada mantan, yang barangkali memang udah selayaknya dimuseumkan. Kenapa gue merasa ini perlu untuk disampaikan? Sebab mengamati fenomena netizen belakangan ini yang kian hari kian gencar memojokan kita-kita orang (baca: Jombloalis yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa, duta Pancasila, dan pengamal Dasa Darma Pramuka) sepertinya memang udah saatnya bagi kita melakukan revolusi perasaan besar-besaran. Mengadopsi prinsip seni beladiri Tai chi, saat inilah momentum kita untuk melakukan “perlawanan” dengan membalikan kekuatan dari serangan lawan. Iya, siapa lagi, Para (oknum) couple dibantu ke-ngehe-an propaganda media aseng, yang dengan agresi nyinyiran bertubi-tubi tak terperi dan jauh dari kata manusiawi, menggunakan justifikasi bahwa bahaya laten jomblo lebih nakutin dari pada vaksin palsu, teroris dan korupsi. Maka dari itu jomblo –sama halnya seperti orang-orang yang berafiliasi rada ke-kiri, mesti dibasmi. #ikiuopoooh

Tapi perlu diingat, bahwa sebenar-benarnya di sini gue cuma memberi alternatif bukan memaksa. Jadi kalo diantara kalean masi ada yang mengamini fatwa dari kanda Arman Dhani yang berbunyi, “hanya kaum pemberani saja yang memutuskan tidak takut sendiri, saat separuh penduduk bumi memilih bersama ketimbang menyepi.” Ya silakan saja. Gue tipikal orang yang (ngaku-ngaku) menganut paham moderat selow kok. Hirup maneh kumaha maneh.


Kali ini gue cuma akan sedikit membagi tips-tips pagimana caranya supaya bisa disukai cewe kinyis-kinyis yang udah kita tandai pake stabilo ijo, tanpa melupakan kaidah-kaidah adat ketimuran. Sebab gak bisa dipungkiri bahwa salah satu mengatasi patah hati adalah dengan mencoba jatuh hati lagi. Sehingga pada akhirnya nanti kita bisa sama-sama mengentaskan masalah kejombloan di negeri ini, dan demi mengamalkan nilai-nilai luhur yang tertuang dalam sila kedua Pancasila. *kepelin tangan kanan di dada*

Beklah, gosah berpanjang kata, berikut uraiannya yang gue ambil dari berbagai sumber yang kaga jelas sanad dan periwayatnya, sehingga perlu diverifikasi ulang;

Pertama, jadilah laki yang bertanggung jawab

Maksudnya di sini bukan berarti elu kudu menghamili gebetan dulu, terus abis itu baru menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab. Bukan. Bukan begitu yah, mblo. Ituh mah ngejebak. Pelis, jangan terlalu serius nanggepin kalimat,”Jodoh bukan dicari tapi dijebak.” Sebab itu cuman becandaan anak tongkrongan, jadi gosah di masukin ke ati apalagi diimplementasi. Terus, tanggung jawab yang gimana? Banyaklah caranya… bisa dengan gak ngasih dia harapan semu. Gak membuatnya telalu lama menunggu. Atau sebisa mungkin segera tepati setiap janji-janji manis lu (temuin orang tuanya. minta restu.) Ah, yak, kalo ternyata nanti doi udah mulai sayang, jangan langsung begitu aja ngilang. Sebab itu sebangke-bangkenya kelakuan.

Kedua, sebagai laki sisain sebagian sisi misterius kalean

Gosah terlalu “ngablak”, begitu kira-kira poinnya. Entah gue lupa siapa yang pernah mengatakan ini, “Apapun atau siapapun itu, karena adanya misterilah yang membuatnya jadi lebih menarik.” Yak, gue aklamasi banget sama kutipan tersebut. Sebab berkaca pada diri sendiri, gue pun sebenarnya kerap menjadi sangat tertarik pada sesuatu yang belum gue tau. Pada apapun yang masi terselimuti misteri dan abu-abu. Tapi ingat baik-baik, misterius dan (((sok misterius))) adalah dua perkara yang sama sekali berbeda. (((Sok misterius))) yakni orang yang memasang foto madep belakang dan hanya memperlihatkan bagian punggungnya aja, pada foto profil akun pesbuknya. Sementara misterius yang hakiki lebih dari sekedar itu. Ia bisa berupa adanya “sesuatu” dari diri lu yang tak kasat mata. Tak teraba indra. Percaya gak percaya bagaimana anda menyikapinya. Tetap bersama kami, karena kami akan kembali lagi setelah pariwara berikut ini. Bodo-amat-dah-jal.

Ketiga, cobalah jadi laki yang lucuk

Lucu secara harfiah. Dalam artian yang sebenar-benarnya kata. Bukan konotasi tapi denotasi. Bukan “lucu” (bertanda kutip) yang sering gue maksud saat ngeliat cewe bening dikit terus bilang, “ih, dia lucu.” Bukan pula sebentuk kelucuan orang-orang dewan senayan yang keliatan sopan lagi santun tapi diam-diam bawa pulang aset negara buat tambahan pemasukan. Bukan, bukan kelucuan semacam itu, Tapi jadilah laki yang lucu seperti misalnya memberi tebak-tebakan, “Emas, emas apa yang bisa bikin bahagia?” dia bilang, ”Ngga tau”. Terus kalean jawab, ”Emas…sa laluku emang sama dia, tapi masa depanku sama kamu yang bikin aku bahagia.” #krik. Eh, gak lucu yak? Yah, pokonya yang gitu-gitulah.


Bentar, gue nyulut rokok dulu.

Cletek!

Hhseeepppp…

Shhuuussshhh…

Mantab!


Lanjut yang keempat, peka!

Karena peka adalah “koentji”. Saat gebetan kalean nyeletuk, “Duh, laper.” Kalean gak usah berkata-kata, meski celetukannya itu gak selalu jadi tanda bahwa dia sedang meminta, tapi segeralah ambil ponsel, hubungi 500-008 lalu pesen delivery large pizza dengan pinggiran keju plus ektra saus. Hari lain saat gebetan kalean bertanya, “Duh, besok kumpul acara keluarga pake baju apa ya?” Gak usah pula banyak kata, lagi-lagi meski sebenernya dia murni bertanya, tapi kalo semisal kalean memang sedang “ada”, segera ambil kartu atm, ajak dia ke mall, lalu temani dan manjakan dia di sana. Atau ketika suatu waktu gebetan kalean sambil berbisik-bisik bilang, “Kak, The Hermes Birkin Ginza Tanaka bagus juga ya?” Nah, barulah kali ini kalean mesti bicara, tentu sambil dengan berbisik-bisik pula, “De, tas Hermesnya di-skip dulu ya… kasih kakak kesempatan buat nabung dulu.” Kalo dia senyum dan ngerti pada keadaan kalean saat itu. Maka dia pantas dipertahankan. Tapi kalo ternyata perkara itu membuatnya justru misuh-misuh sambil memasang muka horor emak-emak valak, yah, mau gimana lagi? cinta kadang emang gak selalu harus berakhir sama-sama. Lupakan.

Kelima, gak apa-apa gak lanjut S2 dulu, tapi rajin-rajinlah belajar biar pintar

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pintar itu nilai sangat plus buat seseorang. Dan perihal ini bisa menjadi amunisi pamungkas, mengingat pintar dan wawasan yang luas sangat membantu dalam kelanggengan sebuah hubungan. Karena pintar bisa membuka pemahaman. Memang ada yang lebih tinggi maqomnya dari pada hanya sekedar pintar, yakni menjadi arif lagi bijak. Tapi perlu diingat, bahwa pintar merupakan salah satu pintu gerbang menjadi bijak. 

Dan ah, yah, omong-omomg kalo kalean bisa dengan mudahnya percaya gitu aja sama “tips mengatasi supaya gak jomblo” dari racauan acak kadut seorang jomblo tulen model gue ini, sepertinya kepintaran kalean mesti dipertanyakan ulang. Sekian. ^.^



fb14072016

Kisah Sepasang Lalat

"cuma lalat. apa bagusnya? mahkluk sampahan penebar virus dan bakteri." celotehnya sambil meludah dan melempar tisu bekasnya ke sembarang arah.

ketika itu kita hanya saling menatap. membiarkan ocehannya itu menjadi monolog yang tak perlu dijawab.

***


ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba berbagi mata untuk bisa sama-sama melihat.
si betina adalah seekor lalat cacat karena telah lama kehilangan sayap dalam sebuah tragedi. tapi meski tak bersayap, ia memiliki sepasang mata yang terdiri dari ribuan lensa. mata majemuk, begitu para ahli memberi klasifikasi. dianugerahi ribuan lensa dan mata majemuk yang bisa bersinergi secara bersamaan, membuatnya memiliki kemampuan melihat dari banyak sudut dalam sekali waktu.

saat makhluk lain merasa muak pada gunungan sampah, si lalat justru melihat sebaliknya. baginya sampah adalah berkah tersembunyi yang hanya perlu sedikit diberi sentuhan untuk bisa berdaya guna. bagaimana mungkin? oh, sabarlah sebentar. barangkali nanti kau akan mengerti.

...

ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba terbang bersama dengan saling berbagi sayap.
si jantan adalah lalat yang hanya memiliki 2 pasang sayap. tidak 4 seperti sayap serangga lain pada umumnya. namun meski begitu kecepatan kepakan sayapnya hingga ratusan kali perdetik, mampu melebihi kecepatan mesin pesawat  buatan manusia paling canggih sekalipun.

saat manusia dibuat sakit kepala lantaran memikirkan bagaimana membuat kecepatan buatan setara kecepatan kepakan sayap lalat, si lalat jantan menemui si lalat betina untuk mengajaknya berkencan. romantis bukan? yah, sepertinya memang tak ada yang lebih indah dari pertemuan dua hati sepasang lalat, yang sudah begitu lama saling memeram rindu diam-diam.

...

ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba untuk bisa sama-sama belajar menjadi manfaat.
baik si lalat jantan maupun si lalat betina sudah sangat paham, bahwa hidup keduanya tidak akan lama. sebab ajal tengah menanti mereka hanya beberapa pekan sejak proses metamorfosanya yang tidak sempurna. maka setelah melalui diskusi yang cukup lama, keduanya memutuskan untuk pergi ke pinggir kali di perbatasan kota, tempat biasa manusia sembarang menimbun sampah.

sederhana saja alasannya, seusai mereka bercinta nanti, si lalat betina bisa meletakan ribuan telurnya di sana, dan saat telur-telur itu menetas menjadi larva belatung, bayi-bayi mereka yang lucu itu bisa langsung memperoleh protein dari sisa makanan busuk dan bangkai di gunungan sampah tersebut. tak hanya berguna untuk tumbuh kembang si belatung, berkat siklus ini, sampah juga menjadi cepat habis dan terurai kembali menjadi tanah. Bau busuk sampah pun juga akan segera lenyap.

jadi begitulah, saat manusia-manusia sembarang memproduksi sampah, maka lalat-lalatlah yang membantu menguraikannya kembali menjadi tanah. tak jadi soal jika kelak mereka akan lebih dikenal sebagai makhluk hina yang hidup di tempat busuk. karena setidaknya dengan cara itu mereka bisa sedikit memberi manfaat pada bumi. rumah, tempat dimana kedua lalat itu lahir, bertumbuh, saling berbagi lalu sudah itu mati.

***

mendengar kisah sepasang lalat ini membuatku kembali berpikir, jadi sebenarnya siapa yang sampah?



fb08072016