Rabu, 13 Maret 2019

Kisah Sepasang Lalat

"cuma lalat. apa bagusnya? mahkluk sampahan penebar virus dan bakteri." celotehnya sambil meludah dan melempar tisu bekasnya ke sembarang arah.

ketika itu kita hanya saling menatap. membiarkan ocehannya itu menjadi monolog yang tak perlu dijawab.

***


ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba berbagi mata untuk bisa sama-sama melihat.
si betina adalah seekor lalat cacat karena telah lama kehilangan sayap dalam sebuah tragedi. tapi meski tak bersayap, ia memiliki sepasang mata yang terdiri dari ribuan lensa. mata majemuk, begitu para ahli memberi klasifikasi. dianugerahi ribuan lensa dan mata majemuk yang bisa bersinergi secara bersamaan, membuatnya memiliki kemampuan melihat dari banyak sudut dalam sekali waktu.

saat makhluk lain merasa muak pada gunungan sampah, si lalat justru melihat sebaliknya. baginya sampah adalah berkah tersembunyi yang hanya perlu sedikit diberi sentuhan untuk bisa berdaya guna. bagaimana mungkin? oh, sabarlah sebentar. barangkali nanti kau akan mengerti.

...

ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba terbang bersama dengan saling berbagi sayap.
si jantan adalah lalat yang hanya memiliki 2 pasang sayap. tidak 4 seperti sayap serangga lain pada umumnya. namun meski begitu kecepatan kepakan sayapnya hingga ratusan kali perdetik, mampu melebihi kecepatan mesin pesawat  buatan manusia paling canggih sekalipun.

saat manusia dibuat sakit kepala lantaran memikirkan bagaimana membuat kecepatan buatan setara kecepatan kepakan sayap lalat, si lalat jantan menemui si lalat betina untuk mengajaknya berkencan. romantis bukan? yah, sepertinya memang tak ada yang lebih indah dari pertemuan dua hati sepasang lalat, yang sudah begitu lama saling memeram rindu diam-diam.

...

ini kisah tentang sepasang lalat, yang mencoba untuk bisa sama-sama belajar menjadi manfaat.
baik si lalat jantan maupun si lalat betina sudah sangat paham, bahwa hidup keduanya tidak akan lama. sebab ajal tengah menanti mereka hanya beberapa pekan sejak proses metamorfosanya yang tidak sempurna. maka setelah melalui diskusi yang cukup lama, keduanya memutuskan untuk pergi ke pinggir kali di perbatasan kota, tempat biasa manusia sembarang menimbun sampah.

sederhana saja alasannya, seusai mereka bercinta nanti, si lalat betina bisa meletakan ribuan telurnya di sana, dan saat telur-telur itu menetas menjadi larva belatung, bayi-bayi mereka yang lucu itu bisa langsung memperoleh protein dari sisa makanan busuk dan bangkai di gunungan sampah tersebut. tak hanya berguna untuk tumbuh kembang si belatung, berkat siklus ini, sampah juga menjadi cepat habis dan terurai kembali menjadi tanah. Bau busuk sampah pun juga akan segera lenyap.

jadi begitulah, saat manusia-manusia sembarang memproduksi sampah, maka lalat-lalatlah yang membantu menguraikannya kembali menjadi tanah. tak jadi soal jika kelak mereka akan lebih dikenal sebagai makhluk hina yang hidup di tempat busuk. karena setidaknya dengan cara itu mereka bisa sedikit memberi manfaat pada bumi. rumah, tempat dimana kedua lalat itu lahir, bertumbuh, saling berbagi lalu sudah itu mati.

***

mendengar kisah sepasang lalat ini membuatku kembali berpikir, jadi sebenarnya siapa yang sampah?



fb08072016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar