Minggu, 29 Agustus 2021

Produk Berbahan Ban Bekas Indonesia Diekspor Hingga Eropa



Sambil menyelam minum air. Begitu pesan nenek moyang yang meski terdengar usang, namun betul-betul dicamkan oleh Sindhu Prasastyo kala berjibaku dengan dunia Wirausaha.

Bagaimana tidak, ditengah kesibukannya sebagai anggota dalam komunitas lingkungan hidup, ia mampu meraup rupiah dari limbah yang disulapnya menjadi ragam produk berdaya guna dan sarat akan ajakan merawat alam.

"Ini pengelolaan limbah ban dalam truk. Dijadiin macam-macam barang, ada tas, dompet, perhiasan, kalung, gelang, macam-macam mas," ujarnya saat memamerkan produknya di ajang Trade Expo Indonesia yang digelar pada tanggal 11-15 Oktober di ICE BSD, Tangerang.

Pria yang biasa disapa Sindhu itu menuturkan, bisnis produk berbahan limbah ban dalam truk tersebut mulai dilakoninya sejak tujuh tahun lalu.

Mengandeng beberapa sejawat sesama pegiat lingkungan hidup yang mahir bermain-main dengan desain, mereka membidani berupa-rupa barang hingga mampu memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

"Tahun 2010 mulai usaha ini, tapi riset-risetnya sudah dari 2006. Mulainya dari komunitas lingkungan hidup. Jadi dulu itu beberapa anggotanya anak-anak kreatif sama seniman. Terus ada program yang sebenarnya sih fokusnya ke konservasi air, tapi diluar itu ada swadaya untuk bikin sesuatu yang bisa menghasilkan duit, tapi harus masih ada kaitannya dengan lingkungan. Akhirnya ngolah limbah ini, karena anak-anak kreatif bisa desain," terangnya.

Tak sia-sia, sebab ternyata produk ban dalam bekas yang mereka telurkan tersebut mendapat respon positif dari pasar, khususnya pasar mancanegara.

"60 persen produk kita dikirim ke Eropa; Prancis, Inggris, Jerman, terus ada Slovenia, ada Australia, terus juga ada Amerika sedikit," rinci Sindhu.

Dalam menjual produknya, Sindhu mematok harga yang bisa dibilang memakai sistem pukul rata. Untuk pernak pernik seperti kalung dan gantungan kunci dibanderol dengan harga Rp35.000. Sementara untuk beragam tas berada dikisaran angka Rp750.000 perunitnya.

Adapun rata-rata pendapatan yang bisa dikantongi pria berusia 37 tahun itu, bisa mencapai Rp100 juta hingga Rp150 juta setiap bulannya.

Dalam upayanya untuk terus membesarkan usaha tas berbahan limbah ban bekas, yang kini dipasangi bendera Sapuupcycle itu, ia biasa dibantu oleh sekitar 15 orang pekerja. Dimana dalam sebulan bisa memproduksi sekitar 1.000 sampai 1.500 unit tas.

Kendati merupakan sebuah usaha yang masih terbilang produksi berskala rumah tangga, namun Sindhu optimis apa yang sudah dirintisnya tersebut bakal mampu terus berkembang karena memiliki prospek yang amat besar.

"Indonesia ini kan termasuk lima besar pengguna kendaraan bermotor di dunia ya, jadi kebutuhan akan stok ban dalam ini banyak sekali pastinya," imbuhnya.

Dikatakannya, dalam pengiriman ekspor ke pasar internasional, sejauh ini ia masih mengandalkan jasa pengiriman yang membantunya dalam persoalan mengurus segala keperluan administrasi dan perizinan.

"Karena kita masih tergolong kecil ya untuk industri ini, jadi sejauh ini kita pakai jasa pengiriman. Dalam arti kita masih diurus sama jasa seperti Fed Ex untuk surat perizinan jadi belum bisa kirim pakai kargo atau sewa kontainer sendiri," kata dia.

Ia menambahkan, adapun jumlah pembeli luar negeri yang sudah melakukan kerjasama dengan pihaknya, kini jumlahnya tak kurang dari 10 perusahaan.

Meski saat ini merek dagang Sapuupcycle masih dalam proses pendaftaran HaKI, namun ia menegaskan, bagi pihak-pihak yang ingin bekerjasama dengannya maka harus menyertakan merek dagangnya tersebut.

"Jumlah buyer sekarang sekitar 10. Dalam penjualan kita mempertahankan Sapuupcycle, kalau co branding masih bisa, mereka boleh pakai nama mereka tapi nama pembuatnya masih harus disertakan di informasi produknya," ujar dia.

Terkait tantangan yang dihadapi, Sindhu mengatakan pihaknya masih kerap terkendala dalam memenuhi kebutuhan peralatan produksi yang menurunya masih belum lengkap. Sehingga agak terganjal saat harus memproduksi barang secara massal.

"Kita kan berangkatnya dari komunitas kecil, terus modalnya itu ngga seperti perusahan besar yang disupport dari dana yang memadai, jadi kita ketinggalannya itu di teknologi, Misalnya, satu mesin itu harusnya satu fungsi aja tapi kita jadikan fungsi-fungsi lain, kita bisa-bisain" ungkapnya

Ia menambahkan, "Tapi kita mulai mengarah kesana. Tapi itu proses, sementara ini kita masih pelan-pelan."

Tak hanya bisa meraup keuntungan, ia berharap produk tas berbahan limbah ban bekas bisa benar-benar bisa menjadi sarana baginya untuk mengkampanyekan kepada masyarakat luas tentang pentingnya peduli pada lingkungan.

"Harapan kita produk ini bisa menyebarkan kepada masyarakat soal produk ramah dan baik pada lingkungan. Pengolahan limbah, mengurangi limbah dari pada dibakar dan mencemari tanah dan kali. Gimana caranya bisa kita kelola dan bagus jika dapat menghasilkan uang," tutur dia.

Pada kesempatan itu ia juga menyampaikan, sebagai penegasan sikap peduli lingkungan, ia juga memiliki workshop di daerah Salatiga, Jawa Tengah. Dirinya lebar merentangkan tangan bila ada pihak-pihak yang ingin mengenal dan mau bergandengan tangan bersamanya dalam mengatasi persoalan limbah di republik ini.

"Kita juga sering diundang ke sekolah-sekolah, seminar dan pameran pameran. Mengenalkan konsep ini ke anak-anak sekolah," pungkasnya kemudian.[]



https://akurat.co/produk-berbahan-ban-bekas-indonesia-diekspor-hingga-eropa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar