Bintang Utara

“Kamu Polaris si Bintang Utara. Kepadamulah penjelajah laut Eropa menentukan arah. Meski kelak milenia berlalu, lalu Bintang Vega menyingkirkanmu, kamu tetap navigasi bagi si pencari. Kamulah ledakan supernova. Si bintang mati yang menutup riwayat hidup dalam siklus semesta. Ya, tak ada satupun mahkluk immortal dan baqa, tapi setidaknya kamu tak pergi begitu saja. Jejak nebula yang kamu tinggalkan masih akan tertinggal setidaknya dalam kurun ratusan tahun cahaya. Bersama nebula bintang baru terlahir. Membidani tatanan baru. Muasal koloni galaksi-galaksi serupa bimasakti. Barangkali nanti akan tersusun konstelasi asing yang tak diketahui, tapi bukankah manusia terlahir dengan ketidaktahuan-ketidaktahuan?“

-Yang tak ingin disebut namanya.

***

“Jika nanti aku mati lebih dulu, apa yang akan kamu lakukan?”

“Menguburmu, berduka untuk beberapa waktu, setelah itu mencoba mencari teman hidup yang baru.”

“Bangsat!” umpat Banyu Biru sambil tertawa.

“Tapi aku tak yakin bisa menemukan orang lain dengan kualitas sepertimu.”

“…”

Beberapa jenak hening menghampiri percakapan mereka.

“Bagaimana denganmu? Apa yang akan kamu lakukan jika ternyata aku mati lebih dulu?” kali ini Paramitha balik bertanya.

“Aku akan membuatmu tetap hidup.”

“Oh, ayolah… Rasanya aku sudah cukup mual dengan bualanmu.”

“Kau pikir aku sedang bergurau?”

“Lalu menurutmu aku mesti percaya bahwa kau bisa menawar nyawa yang sudah khatam batas waktunya?”

“Tidak dalam harfiah kata.”

“Mmm…”

“Barangkali melanjutkan beberapa impianmu, bisa mengulur waktu kematianmu.”

“Misalnya?”

“Meninggalkan setidaknya satu jejak aksara, mungkin. Atau merekam satu dua sajakmu dalam ketukan diatonis nada.”

“Aku tersanjung mendengarnya.”

“Bukan masalah. ah, ya, mungkin nanti aku perlu meminjam namamu untuk itu.”

“Terima kasih, tapi sepertinya kau tak perlu repot-repot. Aku akan menuntaskan impianku sendiri.”

“Siapa yang tahu?”

Kali ini hening bertandang cukup lama diantara percakapan mereka.



29122016