Minggu, 03 Oktober 2021

Namu, Produk Kerajinan dari Serpihan Industri Kayu




Sekecil apapun, jangan ada yang terbuang sia-sia. Kurang lebih begitu yang ada dalam lingkar kepala seorang Eri Sepriza, kala menggagas produk kerajinan berbahan dasar limbah industri kayu yang bertebaran di sekitar tempat tinggalnya, Yogyakarta.

Berangkat dari keresahan melihat ekosistem lingkungan yang kian menyusut dari hari ke hari, membuat dia bersama 2 karibnya berpikir untuk mencari cara bagaimana mengolah limbah kayu bisa memiliki nilai ekonomi hingga tak lagi dipandang sebelah mata.

Mengibarkan bendera Namu, mereka lantas mengolah limbah kayu yang dipadupadankan dengan resin atau getah tanaman menjadi ragam produk kriya seperti aksesoris, perhiasan, dan pajangan dekorasi rumah.

"Brand kita ini namu, itu plesetan dari bertamu, jadi kita fokus ke proses pengolahan limbah dari industri lain, kita olah untuk jadi sebuah produk baru, cuma kita combine. Sejauh ini kita masih dominan bermain dengan resin. Jadi resin ini hanya sebagai nilai tambah, jadi sebenarnya yang kita jual ini adalah limbah," ujarnya membuka percakapan dengan Akurat.co akhir pekan lalu.

Ia mencontohkan, dalam proses produksi industri meja, biasanya menyisakan serpihan-serpihan kayu berukuran mini sekitar satu hingga satu setengah sentimeter. Sisa produksi itulah yang ia sasar untuk bisa disulap menjadi produk bernilai seni dan menjual daripada dibuang begitu saja.

Menurutnya dengan sedikit memberi sentuhan daya kreasi, serpihan kayu itu bisa dipoles menjadi mata kalung atau disusun membentuk wadah sabun.

Lelaki berusia 34 tahun itu menuturkan, keunikan lain dari hasil produksi kerajinan Namu yang dijajakannya itu adalah, hampir pada semua produknya tidak mengalami proses finishing seperti dilapisi pernis. Jika itu dilakukan, dirinya khawatir hal tersebut justru bisa menghilangkan karakter dari si kayu itu sendiri.

"Tapi kita fleksibel, kalau memang buyer minta seperti itu (dipernis) ya kita turutin," imbuhnya seraya tertawa.

Sejauh ini Eri dan kawan-kawannya masih fokus pada limbah kayu, mengingat di lingkungan tempat ia tinggal menjamur berbagai industri furnitur. Kendati demikian, tak menutup kemungkinan kedepannya ia bakal melebarkan sayap menyasar limbah dari industri lain.

"Kita homebasenya di Jogja, industri kayu itu pesat banget, jadi sementara kita fokus kesana dulu, tapi tentu kita ingin mengolah semua limbah dari limbah industri apapun, kecuali limbah udara ya mas, itu ngga bisa dibekuin soalnya, kita nyerah," katanya sambil kembali tertawa.

Ia mengisahkan, awal mula usaha berbendera Namu itu dimulai dari sekadar kegiatan iseng mengisi waktu yang dijalani sedari dua tahun lalu. Tapi lantas coba untuk diseriusi satu tahun kemudian. Dan kini, usai berjalan tiga bulan, ia telah menggenapkan hati untuk benar-benar bisa fokus di usaha produk berbahan dasar limbah tersebut.

Tak hanya merangkul dua sahabat lawasnya, dalam berjibaku mengibarkan bendera Namu, Eri juga menjabat tangan beberapa vendor tempat ia biasa memperoleh bahan dasar produk kerajinannya.

"Sejauh ini kita cuma bertiga. Founder (dirinya sendiri), co founder dan desainer. Dan saya lebih ke teknis produksi. Untuk produksi masal kita ada kerja sama dengan vendor tempat kami ngambil limbah-limbah kayu itu," kata dia.

Kendati Eri tak bisa menyebutkan soal pendapatan yang diterima dalam menjalani usaha Namu, namun disinggung soal harga, ia menuturkan, untuk kalung dipatok dengan sistem pukul rata yakni Rrp40.000 per unit, tempat lilin sekitar Rp85.000, wadah sabun Rp100.000. sementara tropi dan patung-patung kecil dibanderol mulai dari kisaran Rp150.000 sampai Rp250.000,

Adapun terkait pemasaran, Namu tidak terfokus pada penjualan daring melainkan lebih mengandalkan penjualan melalui bazar dan pameran-pameran.

"Kita ada Instagram, tapi disitu kita biasanya melayani hanya untuk ngobrol-ngobrol, atau buat janjian kalau ada yang mau jadi reseller. Cuma kalau untuk jual satuan kita ngga," imbuhnya.

Ia menambahkan, jika memang ada yang berminat membeli produk Namu, biasanya ia akan mengarahkan ke reseller yang sudah bekerja sama dengannya. Sementara ini reseller mereka terdapat di Jogjakarta dan di Pendopo Art Space, Living Room Tangerang.

Eri mengatakan, sejauh ini produk Namu belum mendapat kesempatan menembus pasar global, untuk alasan itulah kenapa ia mengaku bersemangat mengikutsertakan produknya di perhelatan Trade Expo Indonesia 2017. Ia berharap di ajang tahunan tersebut ia bisa menjaring sebanyak mungkin pembeli, khususnya pembeli dari luar negeri.

Pada kesempatan itu Eri menuturkan, selain produknya bisa semakin dikenal luas, ia berharap Namu bisa menjadi bagian ekosistem industri tanpa limbah, serta menjadi konsultan bagi industri-industri yang ingin mengolah limbah mereka menjadi berdaya guna.

"Salah satu misi kami juga sebagai konsultan industri limbah produksi mereka, jadi kalau mereka mau, kita siap aja bikin limbah mereka jadi produk apapun yang penting punya nilai," pungkas Eri menutup.[]

https://akurat.co/namu-produk-kerajinan-dari-serpihan-industri-kayu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar