Minggu, 03 Oktober 2021

Produk Ragam Sampah, Diekspor dengan Banderol Jutaan Rupiah



Seni adalah kunci. Sekali pun material dasar dalam membuat suatu kerajinan adalah sampah, tapi selama ada sentuhan seni di sana, maka jangan heran bila nantinya produk tersebut layak dibanderol hingga jutaan rupiah.

Kurang lebih begitu yang dikatakan Andre Suryaman kala membuka percakapan dengan Akurat.co, saat ditemui dalam ajang pameran Trade Expo Indonesia (TEI) 2017 di ICE BSD Tangerang akhir pekan lalu.

Pria lulusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung itu tak memungkiri, awal mula niatnya memproduksi kerajinan berbahan limbah dan sampah karena berangkat dari prinsip ekonomi; bagaimana dengan modal sekecil-kecilnya bisa meraup untung berlipat-lipat ganda.

"Kenapa pilihan kita berangkat dari bahan limbah, recycle, karena kita melihat dari nilai keuntungan. Bagaimana kita membuat sesuatu dari modal yang paling murah, kita olah sedemikian rupa dengan cita rasa seni, dan kita berupaya menjual secara maksimal," katanya.

Tapi tunggu dulu, pria yang biasa disapa Andre itu belum selesai, ia masih menyimpan alasan kedua yang dipersiapkannya sebagai tepukan kecil, dan diharapkan bisa sedikit menggugah kesadaran tiap orang yang berhuni di republik ini.

"Alasan kedua, dari sisi lainnya, kita punya kesadaran bahwa limbah... Pemanfaatan limbah itu masih sangat rendah. Konteks kedua inilah bagaimana kita menyadarkan masyarakat bahwa limbah itu masih bisa kita eksplorasi, kita bisa manfaatkan, kita olah sedemikian rupa, karena selama ini limbah itu hanya jadi sampah aja, " lanjutnya kemudian.

Turut menyemarakan ajang tahunan TEI yang disponsori oleh Kementerian Perdagangan, Andre memamerkan beberapa produk buah tangannya. Antara lain, kursi-kursi dari rongsokan sepeda tua dan beberapa produk meja kaca yang dipadupadankan dengan sampah-sampah kaleng minuman, lantas dilapis lem fiber glass.

"Saya punya konsep, bagaimana sampah ini bisa kelihatan mewah, makanya kita dukung dengan desain, terus ada finishing. Di sentuhan akhir gimana caranya kita bikin sampah itu jadi mewah, ekslusif," imbuhnya.

Tergabung dalam kibaran bendera Natural House, pria 47 tahun itu mengungkapkan, usahanya tersebut sudah berdiri sejak tahun 1997. Selain memiliki 30 pekerja, Natural House juga didukung oleh puluhan suplier, terutama suplier bahan baku, sebab usahanya itu memerlukan pasokan sampah dan limbah yang tak sedikit.

Disinggung mengenai pemilihan nama bendera, ia menuturkan bahwa sejak mula Natural House memang berangkat dari kecintaan pada produk-produk yang merepresentasikan unsur alam. Namun belakangan, bahan-bahan material produk memang sedikit beralih dengan memanfaatkan sampah dan limbah.

Jangan terburu-buru memandang sebelah mata, meski berbahan baku sampah dan limbah, produk Natural House sudah merambah pasar beberapa negara di tiga benua.

"Penjualan kita terbesar ke Amerika dan Eropa. New York, Las Vegas, Belanda, Itali Jerman, Turki," rincinya.

Dikatakannya, saat ini pasar luar memiliki porsi lebih besar dibanding pasar dalam negeri karena memang produk kriya Indonesia lebih mendapat apresiasi di sana.

"Ya memang kita sudah cukup rutin ekspor, 80 persen memang ekspor, 20 persen untuk pelayanan domestik di lokal, biasanya bentuknya proyek," lanjut Andre.

Untuk kisaran harga, rata-rata produk Natural House sudah bermain di angka Rp1 juta hingga Rp5 jutaan. Adapun jumlah ekspor perbulan bisa mencapai 2 sampai 3 kontainer dengan nilai berkisar Rp200 juta - Rp400 juta.

Dirinya melanjutkan, untuk pasar domestik, selain memanfaatkan pejualan daring melalui media sosial seperti facebook, instagram dan website, Natural House juga memiliki toko ritel di daerah Kasongan, Bantul.

"Pasar domestik yang 20 persen tadi itu proyek ya. Seperti restoran, kafe, hotel. Jadi 20 persen itu ritel dan pesanan-pesanan proyek," jelasnya.

Kendati sudah mampu mandiri melempar produknya ke pasar luar, bukan berarti usaha Andre dkk bisa terus melaju dengan bebas hambatan. Menurutnya, sejauh ini masih ada beberapa hal yang sebenarnya masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, yakni soal berbelit-belitnya  regulasi dalam pengurusan ekspor.

"Regulasi ekspor masih cukup rumit. Kadang-kadang menyulitkan eksportir. Sering terjadi perubahan (kebijakan), itu membuat beban-beban kita semakin besar," tandasnya.

Ia mencontohkan, seperti kebijakan sertifikasi kayu, bahwa kayu sonokeling, misalnya, harus mengantongi izin khusus jika mau diekspor. Hal itu justru membuat beban biaya semakin tinggi. Menurutnya, kebijakan itu berdampak pada nilai produk Indonesia menjadi tidak punya harga yang berdaya saing dengan negara lain.

"Mungkin memang tujuannya pemerintah kita agar semua rapi, tapi kan malah menjadi beban biaya nambah, harus ngurus surat ini itu, mahal. Ya, karena kita eksportir mau tidak mau harus ngikutin. Intinya buat kita, aturan-aturan yang tidak perlu ya ngga usah," tegas dia.

Kedua, kata Andre melanjutkan, adalah terkait perlindungan hukum. Misalnya, ada beberapa kasus penipuan yang dilakukan buyer nakal, namun tindak perlindungan hukum dari pemerintah masih dirasa kurang cukup berperan.

Selanjutnya, saat dimintai pendapat terkait kiat-kiat sukses bagaimana agar UKM bisa mengekspor produk ke pasar global, dirinya berpendapat bahwa hal yang harus dilakukan oleh UKM baru adalah mencintai proses dan bagaimana bisa terus meningkatkan jam terbang.

"Buat UKM yang penting itu meningkatkan jam terbang. Setiap UKM kan ada levelnya ya mas, banyak UKM kita yang belum benar-benar paham masalah kualitas, jadi gimana ya... Ya pokoknya pelan-pelan mas," tutur dia.

Andre menambahkan, dapat dikatakan nyaris tak mungkin atau sulit bagi UKM baru untuk bisa langsung ekspor produk. Sekali pun ada, sifatnya kasuistik sehingga tidak bisa dipastikan selalu terjadi.

"Ya memang semua UKM pingin ekspor. Tapi kan kita harus tahu standar kualitas internasional itu seperti apa... Harus dimulai dari tingkat daerah, tingkat provinsi, tingkat nasional, tingkat Asean, baru masuk ke pasar internasional. Karena memang ada grade-grade nya, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk bisa ekspor," tambahnya.

Pada kesempatan itu ia menutup dengan harapan, bahwa ke depan produk Indonesia bisa memiliki daya saing yang lebih baik dikancah internasional. Tak hanya pada perkara harga tetapi juga berdaya saing dalam kualitas barang.

"Bisa diupayakan dengan kolaborasi antara industri dan desainer. Bagaimana industri kita tidak hanya memiliki kemampuan memproduksi, tapi juga bisa menghasilkan desain yang variatif dan inovatif," ujarnya menutup. []

https://akurat.co/produk-ragam-sampah-diekspor-dengan-banderol-jutaan-rupiah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar