Senin, 01 Juli 2019

Kangen Band dan Perkara Pembajakan

“Waktu itu kami seneng banget denger lagu kami dibajak.”
Dodhy Kangen Band

***

Setidaknya, –ini menurut saya- ada tiga hal yang menarik untuk diulas dari band asal Lampung, Kangen Band. Terlepas dari kelakuan Andika sang vokalis yang-mak-jan-kemlinti-tenan, harus diakui band yang terbentuk pada tanggal 4 Juli 2005 dan sempat digawangi oleh enam pemuda kampung ini merupakan salah satu band yang menginspirasi.

Kok, bisa?

Baiklah, mengingat saya sedang asyik memfokuskan diri merampungkan serial The Flash, maka saya akan langsung mengulas perihal ini dengan tempo selekas-lekasnya.
Pertama, dari Kangen Band saya belajar betapa kekuatan mimpi mampu menerabas segala ketidakmungkinan-ketidakmungkinan yang paling tidak mungkin sekalipun.

Dalam bukunya, 45 Inspirasi Hidup Sukses: Mencerahkan dan Menggugah, Daffa Arrafqi sempat mengulas latar belakang kehidupan para personil Kangen Band. Ia menulis bagaimana Dodhy sang gitaris sekaligus penggubah lagu paling produktif, sebelumnya merupakan seorang kuli bangunan, Thama pada gitar ritem adalah penjual sandal jepit, Lim pada drum bekerja di sebuah bengkel, Bebe pada bass mengisi hari-harinya dengan membantu orangtuanya berjualan nasi uduk, dan Andika selaku vokalis dengan poni ajaibnya adalah seorang penjual cendol keliling. Meski hanya bermula dari sekumpulan pemuda biasa dengan latar belakang pekerjaan yang sama-sekali-enggak-punya-urusan dengan diatonik nada, mereka tetap percaya diri dan sepakat untuk membulatkan tekad bahwa kelak melalui lagu mereka akan menaklukan Ibu Kota.

Dengan kegigihan untuk terus berlatih hingga sempat beberapakali menggadaikan sepeda motor hanya demi bisa menyewa studio rental, pada akhirnya mengantarakan mereka mewujudkan mimpi besarnya itu. Tak keliru jika Arai dalam Edensor-nya Andrea Hirata pernah lantang bicara, “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.”

Hal kedua yang bisa saya pelajari dari riwayat perjalanan Band yang mulai beranjak naik daun di tahun 2006 ini adalah perihal pentingnya segmented. Betapa kejelian Jusak Sutioso selaku Managing Direktor Warner Musik Indonesia pada waktu itu layak untuk diapresiasi. Seperti Raja Midas dalam Mitologi Yunani yang mampu mengubah setiap apapun yang disentuhnya menjadi emas, melalui tangannyalah, Kangen Band menemukan tipping point dan mencapai puncak kejayaannya.

Kepekaan Jusak yang mampu melihat mass market (pasal massal) ialah merupakan kelompok C dan D, yakni kelompok masyarakat menengah ke bawah yang kerap dilupakan orang sebenarnya adalah masyarakat yang penting untuk diperhitungkan. Ketika banyak orang yang abai dan mengecilkan peran konsumen dari kelompok ini, ia justru membidik sasarannya setepat mungkin di sana. Betapa kecendrungan pasar massal yang menyukai lagu dengan melodi yang didominasi nada minor serta aransemen sederhana –dan semua kapasitas ini dimiliki dalam tubuh Kangen Band—baginya merupakan tambang emas yang hanya perlu sedikit diberi sentuhan.

Hasilnya?

Pada Februari 2007 album pertama Kangen Band yang bertajuk Aku, Kau dan Dia, mampu terjual sebanyak 300.000 keping. Angka yang cukup fantastis mengingat artis terkenal pada masa itu bahkan sangat sulit untuk bisa menembus penjualan 50.000 kopi.

Well, bagi sebagian orang yang pada saat itu sempat mengatakan bahwa musik Kangen Band adalah musik kampungan, dan produk sampah di blantika musik Indonesia barangkali perlu sedikit tahu; (*Ssstt… saya mengucapkan ini sambil berbisik-bisik) setidaknya Kangen Band bersama Jusak dan manajemen WMI mengerti betul apa dan bagaimana pentingnya segmentasi. Lalu apa kabarnya dengan kamu? :)

Ketiga, dan ini yang sempat membuat saya benar-benar takjub beberapa saat, di tengah hingar bingar kampanye anti pembajakan yang dilakukan oleh banyak orang –dalam hal ini orang-orang yang terkait dalam indrustri musik- karena menganggap pembajakan merupakan bentuk pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual dan dapat merugikan para pekerja seni yang mendulang rezeki melalui bermusik, Dodhy selaku “pentolan” dari Kangen Band justru kegirangan arang kepalang kala mengetahui bahwa ternyata lagu-lagu Kangen Band diputar dari CD-MP3 bajakan oleh para penjual kaki lima di Pasar Tengah, Tanjung Karang.

Alih-alih misuh-misuh kepada para PKL sebab sudah menjadi bagian dari lingkaran setan pembajakan yang semena-mena membajak lagunya, ia justru seperti berterimakasih karena merasa dengan cara begitu lagu-lagunya semakin bisa didengarkan oleh sebanyak mungkin orang. Barangkali ketika itu yang terpenting bagi Dodhy bukanlah bagaimana mendulang sebanyak-banyaknya uang melalui royalti lagu-lagu gubahannya, tapi bagaimana caranya agar karyanya itu bisa sampai ke sebanyak mungkin telinga pendengar.

Yah, bagaimana pun pembajakan merupakan perbuatan tercela dan menyalahi hak cipta. Tapi sikap Dodhy yang lebih memilih senang saat lagu-lagunya dibajak, tentu merupakan pilihan yang mesti sama-sama kita hormati.

Dari sikap Dodhy ini saya belajar, memperoleh uang dari karya-karya yang kita hasilkan itu memang kabar gembira. Tapi mendapati karya-karya kita bisa diterima dan dicintai oleh sebanyak mungkin orang ternyata –Puji Tuhan- hal itu jauh lebih menyenangkan.



20102016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar