Selasa, 31 Mei 2016

Kencan Mudin (Semacam catatan yang saling memilin --oleh: Elhaqki Di.)

Lampu-lampu mercuri masih belum menyala. tapi taman menjadi teduh karena matahari tergelincir lebih cepat, condong ke barat terhalang mendung tipis. langit mulai menjadi merah. pada yang begini, angin barat kerap kali datang bergerombol, tersendat-sendat.
benar.

setiup angin jatuh di kening Kandin sebelum Jun mengecupnya tipis. tangan mereka saling melilit erat, mengusir dingin sebelum beku. Dikencangkannya black coat bergaris emas cepat-cepat, kainnya tebal, lalu kembali saling menggenggam.
"Masih dingin?" tangan Jun menjulur sepinggang, lebih erat. mentransfer panas demi waktu agar semakin lama lewat
Kandin mengangguk, seulas senyum dan jantung pun berdegup..

taman itu terdampar di perut kota. tak juga terurus dengan baik. mahakarya orang-orang kecanduan membangun demi mencari nama, lalu membiarkannya tak terurus merana, memperpanjang daftar bangkai bangunan yang berjamuran, kian lengang. kota lama. bukan, tapi kota mati. sebab Jun telah lahir saat taman itu bediri, dan Jun belum tua. tapi kota itu telah meranggas lesu sebelum seharusnya. 
orang-orang tak berumah petantangpetenteng hilir mudik di dalamnya. juga Mudin, pengamen kecil pontang-panting yang dilantik waktu sebagai "tuan rumah" taman itu. Beruntung saja karenanya tempat ini sedikit engap bernyawa.

Jun menyelipkan sekuntum Mawar tua yang ia petik di kanan rumah-rumahan taman, tempat mereka berduaan. kelopaknya bergugur pasrah kelantai kerikil karena sang mawar uzur sudah tak berdaya lagi, merona menghias di telinga Kandin.
"kamu cantik"
Kandin ingat sesuatu, sekonyong diraihnya kantong plastik putih yang menyimpan beberapa bungkus makanan ringan juga cola. dibukanya cepat-cepat sebungkus keripik kentang, menjulurkan jari-jari, menyuapkannya ke mulut Jun dengan mesra. begitu pula sebaliknya. bak pengantin desa malumalu untuk hidup bersama.
petang menghapus rindu mereka yang kasmaran.

Penat menguasai tubuh kurus dan lengket Mudin. seharian berkeliling, membuat tungkainya lemas berjalan-jalan. sisa keringat sebesar biji jagung  merekatkan kulit badan dan baju kaos bergambar caleg kota menjadi saksi perjuangannya hari ini. harap sekali ia pada pintu ajaib sikucing biru jepang yang ia tonton entah berapa bulan lalu ditelevisi penjaga taman. sekali putar gagang pintu saja ia sudah sampai di istananya, tidur pada bangunan kecil mirip rumah yang selalu ia jaga.
sia-sia......, Mudin tetap saja merayap di sepanjang jalan

Kirik-kirik senja berputar-putar di atas taman ketika sepasang pemuda kasmaran itu berciuman. seperti perayaan kecil, sesekali saling menggoda dengan melempar kulit kacang goreng berbumbu dan yang lain membalasnya. mesra sekali kelihatannya.. saling bertukar rasa cola hingga menjadi kaleng kosong sasaran sepatu Jun. ditendang layaknya pemain bola Persija. dan berakhir di bentur tiang lampu taman. makanan satu plastik yang di bawa kandin pun telah ludes. apa ada yang lebih menyenangkan dari pertemuan sepasang kekasih yang baru menjalin cinta?? seulas senyum bahagia bergelantungan pada bibir keduanya. membuat iri.

senja habis, beberapa menit lagi menjadi malam. lampu-lampu taman menyala kian keemasan. indah.
ketika adzan magrib sayup-sayup berkumandang, keduanya memutuskan beranjak pulang.
"besok kita ke sini lagi" nafas Jun menggelitik hangat didinding telinga Kandin. gadis itu bergidik.
ya, besok ke sini lagi.
taman itu bukanlah buruk, hanya menjadi tak populer karena waktu.
Kandin menggapit Jun, kemudian melangkah beriringan.

senja berlalu, malam mulai berjinjit tipis. sepasang remaja kasmaran itu pulang kerumah dengan bahagia. apalagi yang lebih menyenangkan dari perayaan sepasang kekasih baru?? bahkan Jun baru menyadari bahwa taman lesu itu ternyata bisa jadi sangat indah untuk berkencan. dikepalanya terangkai rencanarencana untuk pertemuan mereka berikutnya, meninggalkan alasan petugas taman mengusir Mudin dari istananya tercinta.

Mudin terkejut mendapati bungkus keripik dan kulit kacang berceceran, ditingkahi tebaran kelopak mawar tua beku karena malam. seingatnya tempat itu telah ia bersihkan pagi tadi, sebagai kesepakatan penjaga taman untuk kompensasi berdiam disana.
malam kian larut, Mudin teronggok kembali di tepi jalan, kelelahan, kedinginan, kebingungan. Hujan jatuh lebih dingin. dan Mudin menggigil bertaut mengkerut disudut malam.


-iseng mengasah mata melihat sekitar. kalau jelek mohon dimaklumkan. tapi satu hal kawan, tetap berusahalah jadi pecinta yang waras. kasian seseorang yang menjadi Mudin yayayayayaya-

***


Komentar-Komentar:

Rizal Mahmuddhin:
dalam senyum kandin dan jun bermimpi. barangkali letih setelah bersama menghabiskan hari, yang jelas rindu kali ini justru mengantarkan mereka pada dimensi hitam putih.
yah, apapun bisa terjadi dalam mimpi. mungkin terlalu bersemangat menyepak, kaleng kosong cola itu membentur tiang lampu mercuri lalu kembali mengenai ubun ubun jun dan membuatnya tersenyum. malu.
melihat pemandangan itu kandinpun tergelak hingga tersedak kacang yang tengah ia mamah. entah bagaimana cara kerja cinta, kekonyolan justru membuat keduanya tertawa.

dalam letih mudin bermimpi. tak lagi menahan dingin di tepi jalan, karena kelopak mawar yang berserak telah teranyam serupa permadani. mudin merasakan mimpinya. mudin tersenyum mendapatinya.

Elhaqki Di: 
nice collaboration zal,, kiki emotikon lanjutin dikit lagi dong zal, pertegas nasib mudin.... bantu kasih ending buat mudin, dia masih terdampar kembali dijalann..

Rizal Mahmuddhin:
(tibatiba ngerasa kaya kejebak ginih..) -__-"

opsi a:
mungkin itulah mimpi terindah pertama sekaligus terakhir yang pernah mudin alami. karena seakan enggan terjaga, mudin tak pernah bangun kembali. segurat senyum nampak terjebak di wajah yang kini telah memucat. senyum yang mampu menyentuh banyak hati. yah, mudin pergi bersama berjuta simpati, dengan menggenggam selembar pamplet bergambar dua wajah yang senada dengan kaos yang entah sejak kapan telah dikenakannya.. 

opsi b:
"malam ini kita nonton final APB aja yah?"
cetus kandin pada jun yang sedari tadi nampak sibuk membolak balikan halaman sebuah majalah remaja, dimana terdapat bonus dua tiket nonton final sebuah ajang pencarian bakat didalamnya. 

"kenapa tidak?" sahut jun yang langsung menggapit lengan kandin dibarengi satu kerlingan mata, "sekalian sesekali kita makan di luar, jadi kali ini kamu tak perlu membawa bekal."

kalau saja tak ada sepasang kekasih yang tengah kasmaran dan dengan kurang ajarnya menyisakan sampahsampah berserakan di sebuah taman yang ditinggalkan.

kalau saja mudin tak pernah terusir dari istana tercintanya, hingga berakhir di tepi jalan bersama hujan.

kalau saja bapak paruh baya itu tak merasa ganjil melihat seorang bocah meringkuk dalam gigil, dengan mengenakan kaos kumal bergambar seraut wajah yang sangat ia kenali. segurat rupa yang kerap ia temui saat tengah bercermin di pagi hari. dan membuatnya tergerak untuk mengajak si bocah tadi, hingga pada akhirnya nanti ia menyadari adanya bakat yang melekat namun tak kasat, tak terlihat.

mudin mungkin takkan pernah berdiri di panggung itu dengan penuh percaya diri, karena kini suaranya menjadi hal yang dinanti nanti banyak telinga. yah, mudin berhasil menjadi salah satu dari dua kontestan yang tersisa.

opsi c:
mudin... 
bangun tidur, tidur lagi,

bangun lagi, tidur lagi,
banguuuuun,, tidur lagi.
(pake gitar aja, maen di kunci: Am, Dm, E, Am, E. biar feel reggaenya sama persis kaya almarhum mbah surip) smile emotikon

opsi d:
kalo menurut versi tante ova gimana? (",)


Elhaqki Di:
suka yg b zal,, tp jgn ikut ajang cari bakat dunk, kaya sinetron jdnya>_<. Bikin agak dramatis gtu...
Mudin kedinginan dipeluk malam, sembunyi dibalik tiang lampu jalan yang tak pernah mampu sembunyikan tubuh ringkih dan pucat dari dunia. Sebuah sedan hitam lalu pelan dihadapannya.. Meninggalkan sebuah istana megah penuh lampu, yang tentu saja jauh beda dengan istana mungilnya. Pagar besi perkasa yg melebihi tingginya terkuak lebar seakan mengundang Mudin utk masuk, dan teras berkanopi luas itu seolah ingin menutupi kepalanya dr terpaan hujan. Mudin melangkah pasrah mengikuti otak, walau hatinya tidak yakin.. Tapi sudahlah, sipintu samping istana itu tersungging tipis dan tangan mungilnya meraih gagang. Mudin tiba dsebuah ruangan kontras yang hangat, padat dengan perabotan. Sebuah arloji Rado terlelap pasrah diatas meja pajangan Diatas nya tergantung sebuah foto sepasang suami istri gendut dan sepasang remaja tanggung mengapitnya. Dan mudin tetap terperangah memandang gambar dinding itu, karna pria gendut yang ia duga suami si ibu gendut berwajah sama dengan pria klimis tersenyum lebar dibaju lusuhnya. Untung saja Mudin belum pernah bertemu Jun yg mengindikasi nasib buruknya, karena Jun dengan hangat memeluk siwanita gendut yang duduk dsebelah lakilaki yang sangat ia kenal wajahnya itu.

Rizal Mahmuddhin:
(tempelin jempol ke idungnya tante ova)
~ups,, lupa orang tua~:D

...dan akhirnya jun dan mudin meresmikan hubungan mereka di belanda... (eh?):)))



***

Dari catatan facebook Dinova / Elhaqki Di: 
https://www.facebook.com/notes/elhaqki-di/kencan-mudin/393305250681336
23 Maret 2012 pukul 18:13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar