Minggu, 13 Juni 2021

Sentuhan Tangan Mufidah Jusuf Kalla, Songket Pandai Sikek Berevolusi

"Bukan yang paling kuat yang bisa bertahan hidup, bukan juga yang paling pintar. Yang paling bisa bertahan hidup adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan perubahan." Begitu kata pencetus teori evolusi, Charles Darwin. Dan tampaknya, hal senada juga dipercaya oleh seorang Mufidah Jusuf Kalla.

Demi melihat kain tenun songket asal Pandai Sikek, Sepuluh Koto, Tanah Datar, Sumatera Barat bisa terus dilestarikan, sang ibu Wakil Presiden RI ini menyarankan agar para perajin di daerah tersebut mampu melakukan sedikit modifikasi pada produk tenun songketnya sehingga sesuai dengan perkembangan zaman.

Ia mengarahkan para perajin untuk bisa mengganti bahan dasar songket yang awalnya ditenun dari emas menjadi berbahan sutra dan kain. Hal itu agar Songket Pandai Sikek lebih nyaman dan dapat menarik minat generasi muda untuk senang mengenakannya.

"Kalau dulu songket Pandai Sikek awalnya itu benangnya dari emas, benangnya tebal... Tahun 2004-2009, ibu Mufidah Jusuf Kalla yang waktu itu jadi Ketua Umum Deskranas... Menyarankan kami untuk mengembangkan songket ini supaya tidak kaku, jadi diubah, bahan yang tadinya emas jadi sutra dan kain, sebelum diganti, biasanya kan kalau dipakai suka bikin kaki sakit tuh, di ujung kena benang emasnya, sekarang sudah ngga," kata Erlina Wati, salah seorang perajin songket saat ditemui dalam Pameran Kriyanusa 2017 di Jakarta. 

Wanita berusia 48 tahun itu menuturkan, tak hanya memberi saran, dalam upayanya mendukung kelestarian tenun songket, ibu Mufidah Jusuf Kalla juga memberi bantuan modal dari kantong pribadinya kepada para perajin Songket Pandai Sikek.

Tak percuma, pemberian modal ternyata mampu menggenjot jumlah produksi songket yang kini telah mengalami sedikit modifikasi. Kendati demikian kendala sepertinya tak berhenti sampai di situ, sebab persoalan baru yang kemudian menyembul yakni soal pemasaran produk.

"Setelah dikasih modal, pakai uang pribadi ibu (Mufidah Jusuf Kalla), ternyata para perajin bertemu kendala lain, soal pemasaran, nah, untuk itulah Rumah Songket ini dibentuk, sebagai upaya memasarkan songketnya," imbuh Erlina.

Dan akhirnya kini, Songket Pandai Sikek sudah mampu menembus pasar Malaysia. Tak cuma itu, kerajinan tenun songket asal Sumbar itu juga pernah beberapa kali ditampilkan pada pameran dunia, salah satunya yakni yang digelar di Bangkok beberapa waktu lalu.

Ia melanjutkan, total perajin yang saat ini tergabung dalam Rumah Songket berjumlah 10 orang. Dimana dalam sebulan bisa menghasilkan 2 sampai 4 lembar kain tenun Songket Pandai Sikek.

"Dalam sebulan hanya menghasilkan 2 sampai 4 songket. Karena satu songket itu memang panjang prosesnya, 1 songket saja bisa makan waktu satu setengah sampai dua bulan," jelasnya.

Oleh sebab itu, lanjut Erlina, tak mengherankan bila harga selembar kain Songket Pandai Sikek bisa mencapai Rp5,6 juta hingga Rp8,3 juta.

Pada kesempatan itu Erlina juga menyampaikan harapannya agar tenun Songket Pandai Sikek bisa terus lestari, serta dapat membuat kesejahteraan para perajinnya semakin meningkat.

"Harapan kedepan produk songket tak cuma dikenal, tapi juga dipakai, khususnya oleh masyarakat Indonesia sendiri, umumnya dipakai di luar juga... Selain itu pemasaran songket bisa meningkat, soalnya kalau pemasarannya bagus, ya kan pemasukan bagi perajin juga jadi sejahtera," kata Erlina penuh harap. []



Telah tayang: https://akurat.co/sentuhan-tangan-mufidah-jusuf-kalla-songket-pandai-sikek-berevolusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar