Minggu, 13 Juni 2021

Tenun Ikat Artshop Cendana Buah Tangan Nyonya NTT

Puluhan perajin dari berbagai daerah di seluruh nusantara, meramaikan Pameran Kriyanusa 2017 yang digelar oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan. 

Salah satu perajin tenun ikat Nusa Tenggara Timur, Umar Langgar, menyambut antusias ajang tahunan tersebut dengan menyertakan produk tenun ikat khas daerahnya.

Pemilik dari rumah produksi Artshop Cendana ini menuturkan, kerajinan tenun ikat dan anyaman Nusa Tenggara Timur miliknya berbeda secara motif atau corak lantaran didominasi warna merah kecokelatan alami.

"Agak berbeda dengan tenun ikat dari daerah lain dari motif, karena setiap motif daerah (meski sama-sama di NTT) itu berbeda-beda. Produksi kita juga manual, home industri, dengan mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga," ujarnya di lokasi pameran, Minggu petang (1/10/2017). 

Ia menuturkan, hampir di seluruh kecamatan yang ada di NTT merupakan ibu rumah tangga yang menyambi sebagai perajin tenun ikat. Untuk itu kerajinan tenun merupakan salah satu roda penggerak perekonomian di daerah tersebut.

"Di tiap-tiap kecamatan, ibu-ibu itu adalah perajin nusa tenun, karena itu memang sudah jadi bagian dari keseharian," imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, dalam pembuatan selembar kain tenun dengan panjang 4 meter dan lebar 80 sentimeter, seorang penenun biasa memerlukan waktu hingga satu bulan penuh. Namun untuk selendang yang ukurannya lebih kecil hanya diperlukan waktu yang relatif lebih singkat, yakni sekitar 2 minggu.

Pria berusia 50 tahun itu menjelaskan, produksi satu kain tenun bisa memakan waktu berminggu-minggu lantaran seluruh proses pengerjaan dilakukan sendiri oleh masing-masing perajin dan tanpa menggunakan mesin. Dengan kata lain, masih menggunakan alat-alat dan cara-cara tradisional.

"Dalam menenun, satu orang itu benar-benar bikin dari awal sampai akhir. Dari bikin benang, pewarnaan, sampai proses tenun. Tidak seperti di Jawa dimana sudah ada yang bikin benang, ada yang benangnya sudah warna, ada yang bikin tenun, dan apalagi yang mengerjakan ini ibu rumah tangga, jadi sebelum mengerjakan tenun mereka, kan, biasanya harus urus anak sekolah dulu, urus suami, urus rumah, sudah kosong baru mereka buat," terang Umar.

Terkait pemasaran, kain tenun ikat produknya sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya di kota-kota besar dari Sabang sampai Merauke.

Sementara untuk pasar global, tenun ikat Artshop Cendana sudah sempat dikirim ke Jepang dan Prancis melalui tangan para desainer yang melakukan pemesanan secara khusus.

"Dikirim ke Jepang dan Prancis, melalui pesanan desainer. Tapi kami belum bisa kirim sendiri," tutur Umar.

Untuk banyaknya produksi dan rata-rata omzet dalam sebulan, Umar tak bisa merinci sebab jumlahnya sering tidak menentu. Hal ini lantaran dalam proses produksi pihaknya kerap terkendala masalah cuaca. Namun demikian dalam pameran Kriyanusa kali ini ia menyebutkan setidaknya sudah mengantongi pendapatan tak kurang dari Rp50 juta.

"Karena hujan biasanya, jadi proses menjemurnya harus tertunda. Karena pewarnaan kita kan alami ya, dijemur dengan sinar matahari, selain itu kerap ada acara-acara adat yang mengharuskan masyarakat berhenti melakukan semua kegiatan, jadi kami ngga bisa menenun. Kita harus hormati adat budaya itu," jelasnya.

Disinggung soal masalah lain yang dihadapi para perajin tenun ikat di NTT, ia mengungkapkan kekurangan modal biasanya menjadi sandungan paling besar untuk bisa mengembangkan usaha para perajin tenun. Seain itu, mereka juga belum cukup mampu mengelola keuangan secara baik dan akuntabel.

Pada kesempatan itu, umar juga menyampaikan kegelisahan terkait surutnya minat anak-anak muda dewasa ini untuk belajar menenun kain. Ia berharap di masa mendatang akan lebih banyak lagi generasi muda yang dapat terus melestarikan budaya tenun NTT sebagai salah satu kekayaan khazanah nusantara.

"Mudah-mudahan setiap sekolah-sekolah di sana (NTT) ada pelajaran tenun ikat. Memang sejauh ini sudah ada pelajaran tenun ikat, tapi yang saya lihat belum serius, hanya sekadar ada, ini harus jadi perhatian," kata Umar.

Selain dari itu, ia juga berharap apabila ada pameran-pameran terkait seni kriya, harusnya yang lebih banyak diikuti sertakan adalah para perajin tenun agar mereka punya kesempatan untuk bisa belajar dan menambah wawasan, bukan justru pihak perwakilan pemerintah yang diprioritaskan.

"Kalau ada acara pameran-pameran, sebaiknya perajinnya yang kirim. Selama ini kalau ada pameran keluar misalnya, 10 yang ikut, 1 orang perajin sisanya orang-orang pemerintah yang ikut. Pemerintah 2orang sajalah... lewat pameran perajin-perajin tenun kan bisa jadi belajar, bisa tambah wawasan (soal pemasaran) mereka," tukas Umar kemudian.[]



Telah tayang: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar