Minggu, 10 Juni 2018

Iron Man

"Apakah aku akan baik-baik saja?"
-Virginia "Pepper" Potts-

"Tidak, kau memiliki hubungan dengan ku, semuanya tidak akan baik-baik saja. Tapi mungkin aku bisa mencari jalan keluarnya. 
...Itulah yang akan kulakukan. Aku akan memperbaikinya."
-Tony Stark-
(Dalam Iron Man 3)

***


Iron Man 3 itu film kita. 
Umm... Maksudku film yang membuat kita pada akhirnya bisa melunas tuntaskan semacam janji yang pernah kita sepakati ketika dulu masih mengenakan seragam putih abu-abu, yaitu, menonton bersama di bioskop untuk kali pertama. 
Yah, Aku suka film rekomendasimu itu. Kau memang selalu tahu bagaimana atau seperti apa sesuatu bisa dinikmati secara bersama-sama.

Kenapa aku bilang begitu?

*ngunyah popcorn*

Well, Sebagaimana pria pada umumnya, aku cenderung menyukai film-film action yang didominasi dengan adegan laga dan tidak terlalu berlimpah kata, atau meskipun terdapat banyak dialog di dalamnya, film itu dibangun dari dialog-dialog cerdas tanpa kehilangan sense of humor sehingga bisa mencairkan suasana. Terberkatilah para sineas yang mau dan mampu menggarap film-film semacam itu.

*nyedot ice cappucino*

Berbeda denganku, kau adalah representasi dari wanita, dimana film-film beraroma drama biasanya mampu membuatmu... Maaf, bisa menjadi sedikit "gila". : ) Hal ini berkorelasi dengan psikologis dasar tentu, bermain-main di ranah perasaan adalah habitmu.

(Ngunyah popcorn sudah. Nyedot ice cappucino juga sudah. Tapi mau nyobain yang lain. Aku boleh ngunyah sama nyedot kamu ajah??)
*digetok*
(Maksudnya ikut ngunyah dark chocolate sama nyedot soft drink cola punyamu...)
*kamunya malah ngacungin jari tengah*
-_____-"

Film action yang diramu dengan sentuhan drama, begitulah Iron Man 3 menurutku. Film rekomendasimu yang akhirnya benar-benar bisa kita nikmati bersama di tengah-tengah perbedaan selera kita dalam menyukai genre film yang ada.

(Tayangan extra selesai, lampu studio 2 padam, film Iron Man 3 pun mulai diputarkan.)

Aku percaya, kau --dengan kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang yang tak biasa tentu tahu, bahwa terdapat segudang pesan ingin disampaikan dalam sekuel film yang diangkat dari tokoh superhero besutan Marvel itu. Jadi sepertinya aku tak akan mengulas perihal plot film terlalu jauh. Disini aku hanya ingin mengulas soal bagaimana konyol dan tololnya Tony, si manusia baja karena terlalu banyak menghabiskan waktu guna menyempurnakan baju Iron temuannya hingga hampir tak punya waktu untuk kekasihnya, Pepper.

Tony baru benar-benar menyadari betapa keberadaan Pepper begitu berarti ketika kekasihnya itu terjatuh dari atas anjungan setinggi 60 meter ke bawah lautan api dalam sebuah drama penyanderaan yang dilakukan Killian --seorang ilmuan jenius penemu program "Extremis" yang sakit hati dan menyimpan dendam karena perlakuan Tony di masa silam.

Mengira Pepper telah mati, membangkitkan amarah Tony yang lantas berusaha membalas Killian. Pertempuran sengit pun terjadi. Program "Extremis" yang disuntikan ke tubuhnya sendiri, membuat Killian menjadi manusia berkekuatan super yang tak mudah untuk ditandingi. Menjelang akhir pertempuran yang sengit, Tony terjepit, untuk kali ini si manusia baja nampaknya akan kalah, tapi --seperti film-film Amerika pada umumnya yang sarat akan propaganda sebagai negara adidaya-- disaat yang tepat Pepper datang menaklukan Killian dengan hanya sekali pukulan.

What? Pepper selamat?

Yah, Pepper ternyata masih hidup, program "Extremis" yang disuntikan ke tubuhnya saat ia tengah disandera Killian, ternyata memberikan efek kekuatan luar biasa sehingga Pepper dapat selamat meski telah terjatuh dari anjungan yang tinggi dan akhirnya bisa menyelamatkan Tony di detik-detik terjepitnya.

Sampai disini aku tercenung. Menoleh kearahmu, dimana kaupun ternyata melakukan hal yang sama. Dalam diam dan remang, mata kita seolah saling bicara, "see, kini kau tahu bukan siapa pahlawan yang sebenarnya??"

Memasuki bagian akhir cerita, didorong atas kesadaran akan kekeliruannya selama ini, membuat Tony memutuskan untuk memerintahkan Jarvis --perangkat kecerdasaan buatan miliknya- untuk menghancurkan semua baju Iron Man di angkasa sebagai tanda kini ia ingin memfokuskan waktunya bersama Pepper. Ledakan demi ledakan baju Iron yang menciptakan kilau cahaya serupa kembang api mewarnai langit malam dengan mereka yang kini saling berangkulan satu sama lain di atas puing-puing anjungan yang tersisa.

(Film Iron Man 3 usai. Lampu studio 2 kembali menyala, satu persatu pengunjung pergi. Sembari bersiap berdiri kau sodorkan sebagian dark chocolate dan soft drink colamu, sambil lalu berkata, "Nih, tolong bantu habisin." Dalam kikuk aku menerimanya. Beberapa jenak tertegun tapi kemudian aku tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Yah, begitulah kamu. Nampak dingin, namun sebenarnya hangat tiada banding.) :')



***



Ps:
Ah, yah, kau tahu apa yang lucu ketika kita menonton bersama di daerah Cikini pada malam itu?
Barangkali kau tak sepenuhnya menyadari, tapi... Astaga, kau benar-benar memperlakukan aku seperti layaknya seorang bocah yang baru menonton di bioskop untuk kali pertama. Kau yang menghandle segalanya. Mulai dari membeli tiket, memilih tempat duduk sampai "menuntunku" ke studio 2 tempat film kita akan diputarkan, membuatku nyaris tak mampu menahan tawa. 

Yah, kau pasti masih mengingat betul, bahwa sampai di bangku SMA dulu aku masih belum pernah sekalipun menginjakan kaki di salah satu bioskop manapun. Rencana nonton bareng kita pun bermula dari situ. Hingga sembilan tahun lamanya rencana itu terkatung-katung. Kupikir barangkali kau sudah melupakannya, tapi ternyata aku keliru, kau memang wanita yang sebisa mungkin menjaga diri dari cedera janji, karenanya, walaupun malam itu tepat seminggu sebelum lelaki itu datang menemui orang tuamu guna menunjukan keseriusannya untuk melamarmu, kau tetap berkeras ingin melunas tuntaskan kesepakatan kita dulu: Menggugurkan "rekor" konyolku sebagai lelaki yang tak pernah menonton di bioskop sama sekali meski usia telah memasuki angka dua puluh lima.

Tapi maaf, karena aku tak memberi tahumu sebelumnya, bahwa pada kenyataannya, tepat di tanggal yang sama dua bulan sebelumnya, "rekor" itu sebenarnya telah kutumbangkan dengan menonton film berjudul "Mama" bersama seseorang yang padanya aku bercerita sedikit-banyak tentangmu. Mungkin ini terdengar defensif, tapi aku hanya tak ingin merusak gempita suasana hatimu di malam itu.

Sekali lagi, maaf...
Karena sempat menutupi beberapa perkara yang semestinya perlu kau tahu.




(fb:07022015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar