Selasa, 05 Juni 2018

Mogok

Malam, kita dan carpathia yang mogok.

Kamu ingat malam itu?
Beberapa tahun lalu, di depan sekolah para calon S1 dekat kost-kost-anmu. Sekitar pukul dua satu lewat lima puluh, seingatku.
Ketika itu carpathia -motor merah buatan Cina berSTNK namaku- tiba-tiba mengalami mati mesin. Seperti biasa. Tapi kali ini bukan karena masalah karbu, busi dan bensin. Yah, aku yakin bukan musabab itu. Karena aku sudah cukup waktu memeriksanya. Dan, ketiganya memang tidak seperti kita, yang... Bermasalah.
Karbu, busi dan bensin carpathia baik-baik saja.

Aku, bingung.

Iya, aku bingung. Kamu tahu aku bingung ketika itu?

Dan entah setan apa yang membisikiku, hingga tiba-tiba membuatku memutuskan untuk menghubungimu. Spontanitas saja.

Awalnya aku hanya ingin menitipkan carpathia untuk bisa bermalam di kost-kost-an tipe dua-satu-mu.
Tapi ditengah pembicaran kita, aku berubah pikiran. Meski sempat menceritakan kronologi keadaanku, tapi yah, akhirnya kuurungkan niat untuk merepotkanmu.

Sepertinya akan jauh lebih baik bila meminta tolong saja pada bapak, - bapakku tentu, yang dulu sempat kupikir akan menjadi bapakmu juga-
Kutelepon beliau dan memohon untuk datang, dengan motor hitam miliknya -yang juga buatan Cina- membawa serta seuntas tambang, lantas selanjutnya berencana menarik carpathia kebengkel langganan.
Bapak meng-iya-kan.

Kemudian akupun menunggu. Kamu tahu aku menunggu?

Beberapa menit menunggu.
Bapak memang sempat mengingatkan mungkin akan sedikit lama. Karena ia tengah menuntaskan urusannya dulu. baiklah. Bukan masalah.

Masalahnya justru di kamu. Iya, Kamu yang batu. Entah kenapa aku selalu tertarik pada wanita berkepala batu.
Kamu yang tiba-tiba keluar dari dalam gang masuk tempat kost-kost-anmu dengan menunggangi motor bebek Jepang keluaran terbaru. Mengejutkaknku.
"Lha, motor siapa itu?"
Spontan tanyaku. Karena sepanjang yang ku tahu kamu tak pernah mengendarai motor, yah, kecuali malam itu. Kali pertama dan sekali-kalinya.

"Temen satu kost-an." Jawabmu sambil lalu. Lantas memarkir motor itu di depan motorku, menarik seuntas tambang, kemudian sembari sedikit menggerutu kamu berucap, "bisa bantu ngiket ngga?"

Aku, linglung.

yah, bahkan hampir limbung. Sepertinya kamu hobi betul membuatku terlihat begitu. Barangkali bagimu itu lucu.

Dan sialnya aku mengikuti permintaanmu.

Setelah tali yang kuikat dirasa kuat, kamu lantas "melompat" menunggangi motor kawan kostmu itu dan memintaku menaiki carpathia juga.
Iya, kamu dengan motor jepang itu menarik carpathia dengan aku yang duduk syahdu diatasnya.

Bedebah. Syaiton sawan dari pohon sebelah mana yang tega-teganya merasukiku malam itu hingga membuatku menjadi penurut sekali padamu.

Disepanjang jalan, tak heran bila para pengendara lain dan para abang penjaja jasa ojek yang kita temui melemparkan senyum ambigu. Kelakuan kita barangkali adalah pemandangan paling absurd yang mereka temui disepanjang malam itu.

Aku, malu.

Iya, malu rasanya. Apa kamu tidak malu? Sudah putuskah urat malumu?

Ah, selain berkepala batu kamu juga memang kerap acuh pada perkara-perkara semacam itu. Selama tidak merugikan orang, kenapa mesti malu? Begitu retorismu. yah, aku suka kamu yang itu.

Maaf, apakah dulu aku sempat berterimakasih padamu?
Hmm... bagaimana bila kelak kita bertemu kutraktir kau bersulang jahe susu, kesukaanmu?






(fb:17012014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar