Minggu, 10 Juni 2018

Bekel

Nana korobi ya oki.
Jatuh 7 kali , bangun 8 kali.
(Pepatah Jepang)

"kenapa kita jatuh? Agar kita bisa belajar untuk bangkit."
(Dialog Alfred kepada Bruce Wayne dalam Batman Begins.)

"Allah mencabut rasa menyerah dan putus asa pada anak-anak. Anak-anak akan selalu bangkit saat dirinya terjatuh. 
...Belajarlah dari anak-anak."
(Jefri Al-Buchori)

***

"Bermainlah. Karena bermain adalah cara belajar yang paling menyenangkan. Tak peduli sesibuk apapun kamu nanti, kuharap kau tetap punya waktu senggang untuk bisa bermain disela-sela kesibukan." Ujarmu membuka percakapan sambil mengeluarkan bola bekel beserta keenam bijinya yang terbuat dari bahan logam kuningan disela-sela kunjunganku ke rumahmu sepulang sekolah dulu.

"Kamu tahu aturan mainnya, kan?"

Kikuk. Aku sedikit mengangguk.

"Oke, aku mulai duluan." kau lempar bola bekel ke udara, menyebar keenam bijinya di atas meja, lantas dengan lincah mulai memunguti satu persatu biji-biji itu. Kau selesaikan pengambilan biji bekel satu-satu, dua-dua, tiga-tiga dan seterusnya, dengan mulus juga merampungkan semua tahapan Phi sampai dengan Phi enam dan bertahan hingga di Rho dua. Luar biasa.

Pada Rho tiga, fokusmu sepertinya goyah. Bola bekel baru bisa kau antisipasi setelah memantul di meja dua kali yang berarti juga, "mati".

"giliranmu." Kau sodorkan seperangkat bekel itu. Sedikit ragu aku menerimanya. Satu dua detik aku terpaku. Menimbang-nimbang. Mengumpulkan konsentrasi untuk mulai melempar bola ke udara. Sekilas kulirik matamu, kau mengulum senyum seperti menyemangati. Lantas, Bola bekel itu pun terlempar bebas di udara. Rikuh, Ku sebar keenam bijinya, lalu mulai memunguti biji-biji logam kuningan itu satu persatu. Yah, meski dengan degup jantung naik turun, aku berhasil menyelesaikan pengambilan biji ditahap satu, namun pada pengambilan biji dua-dua, bola bekel itu mencelat tinggi setelah membentur siku meja, lalu dengan sangat tidak sopannya, acak menabraki beberapa bangku dan meloncat-loncat ke berbagai arah yang tak tentu. Aku "mati" bahkan sebelum sempat meraup satupun biji ditahap dua.

"Buat ukuran mahkluk sepertimu yang sulit membagi fokus pada dua hal secara sekaligus, itu sudah lumayan lah..." Hiburmu sambil mengerlingkan mata. Kini seperangkat bekel kembali ke tanganmu. Kau lempar bola, melerai enam bijinya, membalik-balikan biji-biji itu membentuk pola Rho tiga-tiga. Meraupnya dua kali dan menyebarkannya lagi dalam satu lemparan bola. Rho tiga pun terlewati. Memasuki Rho empat, untuk kali kedua kau terlambat menangkap bola yang meloncat dengan arah yang acak.

Lagi dan lagi, kau "mati" berkali-kali ditahap yang sama. Rho empat. Kau baru benar-benar mengkhatamkan permainan yang secara otomatis juga menjadikanmu sebagai pemenang saat aku telah hampir berhasil menyusulmu ditahap Rho dua. Aku curiga, ketika itu kau sengaja ingin mengulur waktu. Dua hipotesaku, pertama, kau tak ingin menyelesaikan permainan ini dengan tergesa-gesa. Kedua, kau tak ingin membuatku berkecil hati karena kalah dengan begitu mudahnya.

Tidak, tidak, aku tidak berfikir kau tengah meremehkanku dengan menunda-nunda kemenangan. Aku tahu, bagimu ini memang bukan soal kalah atau menang. Ini permainan yang esensinya memang hanyalah untuk kesenangan. Cara bersenang-senang yang barangkali bisa diambil pelajaran.

Lantas dimana letak belajarnya?

Yah, saat kau bilang, "Jadilah seperti bola bekel, ketika kita menjatuhkannya ke bawah, ia akan memantul ke atas lebih tinggi dari tempat asal kita melemparnya. Semakin kencang bola bekel dijatuhkan dan semakin keras alas tempat ia terjatuh nanti justru akan membuatnya bisa melesat ke atas berkali-kali lipat lebih tinggi. Memahami daya pantul bola bekel untuk bisa melenting saat terpelanting itu... Penting."

***






(fb:12022015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar